.
Tama baru kembali ke kantornya selepas makan siang ketika ponselnya tiba-tiba bergetar. Melihat nama Juniar yang terpampang di layar membuatnya langsung segera mengangkat panggilan tersebut. Karena selain untuk mengabarkan sesuatu yang mendesak, Ajun tidak pernah mau repot-repot menelponnya lebih dulu.
"Ya, ada apa?"
"PAPI TOLONG AKU!!!"
"What happened, son?" tanya Tama sambil menyedot iced coffee-nya, kemudian memasuki lift setelah menekan tombol.
Ajun kembali berbicara di telepon dengan suara panik sementara pria itu masih menikmati minumannya dengan tenang.
"Papi lagi sibuk. Kamu telpon Mami aja."
"Mami juga sibuk. Dia malah yang nyuruh aku buat jemput adek. Ini lama-lama aku bisa gantiin posisi pak Agus jadi supir pribadinya Keila kalo tiap hari kayak gini terus."
"Jangan ndumel, kayak anak kecil aja kamu. Iya ini Papi ke sana," ujar Tama kemudian menutup teleponnya.
Sementara itu, berjauh-jauh kilometer dari sana saat beberapa menit sebelum kejadian ini berlangsung.
Sepulangnya dari sekolah Ajun berencana pergi ke salah satu studio musik di kawasan Jakarta Selatan yang selalu ia kunjungi bersama teman-temannya. Namun entah kenapa lagi-lagi ia harus dihadapkan dengan situasi buruk yang selalu saja melibatkan Yesi di dalamnya.
"Eh, Yesi. Ketemu lagi nih kita," ucap Bian saat melewati gadis itu ketika hendak ke parkiran.
Yesi yang melangkah sendirian pun balas tersenyum, "Hai."
Tak ada yang tahu di tempatnya Ajun mencebik kesal. 'Giliran ke gua aja lu juteknya minta ampun,' begitu batinnya.
"Sendirian aja? Si Hanan kemana emangnya?" tanya Mark kini.
"Tau, deh. Tadi bilangnya cuma mau isi bensin doang terus balik lagi ke sini soalnya dia masih ada urusan di sekolah. Eh, sampe sekarang belum balik-balik lagi emang kayaknya gue ditinggal deh," kata Yesi cemberut.
"Waduh, jahat bener kembaran lu. Mending bareng gue aja yuk?" seru Bian yang lagi-lagi membuat Ajun ingin menampar wajahnya menggunakan gitar listrik.
"Gak deh, makasih."
"Atau mau sama si Ajun? Lu kalo dibonceng Bian berasa diajak mati percaya dah ama gua," kata Danny.
Mendengar hal itu Ajun tak tahan untuk tak menarik senyum miring. Namun meski demikian ia juga tetap harus menjaga harga dirinya, jangan sampai terlihat salah tingkah di depan gadis itu.
"Ya, boleh aja sih," gumam Ajun mencoba untuk terlihat cool. "Yuk?"
Yesi terlihat ragu-ragu selama beberapa saat, namun tak ada pilihan lain ia pun segera mengesampingkan egonya hanya untuk kali ini saja.
"Jirlah, jadi abis ini kita makan-makan nih?" goda Bian ketika Yesi akhirnya mengekori Ajun menuju parkiran.
"Atur aja."
"WADOOOHHH!!!!!"
Ajun merasa kali ini keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Namun hal itu rupanya hanya terjadi sesaat. Karena setelahnya Ajun yang sudah menaiki motornya dan hendak menyalakan mesin mendadak meneguk ludah cemas karena tiba-tiba saja motornya tidak mau menyala.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Vijendra
FanfictionPerihal dinamika kehidupan sehari-hari keluarga Vijendra yang tak lepas dari perilaku kelima penghuninya dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dari si sulung yang pecicilan dan tak bisa diam, sampai si bungsu yang introvert dan amat sangat pendiam...