11. HP

865 105 4
                                    

Ceklek

Bokuto itu penakut.

Bahkan diantara Oikawa dan Kuroo, dialah yang paling takut. Terutama dengan hal yang berbau-bau mistis. Ah... Rasanya ia ingin pingsan saja jika menyaksikan hal mistis tepat di depan matanya.

Seperti halnya saat ini. Tepat setelah ia masuk tiba-tiba saja pintu rumahnya itu terkunci sendiri. Membuat Bokuto membeku menyaksikan itu.

"K-ke kunci?" Bokuto berkata dengan suara gemetarnya.

Bokuto meneguk ludahnya susah payah. Dia ketakutan saat ini. Pasalnya bagaimana bisa pintu itu tiba-tiba terkunci dengan sendirinya? Sangat mustahil jika karena gagang pintu rumahnya itu rusak dapat mengakibatkan pintu itu terkunci sendiri, kan?

"Salah liat kayaknya ini gua." ucap Bokuto sambil mengusap wajahnya kasar. Ia tetap mencoba untuk berpikir positif tentang yang di lihatnya barusan.

Brak

"Hiks hiks hiks."

Bruk

"Hiks hiks s-sakit..."

Sayup-sayup Bokuto dapat mendengar suara seseorang yang menangis dan merintih kesakitan. Suaranya sangat menyayat hati. Dan suara itu berasal dari gudang yang ada di sebelahnya.

Bokuto menatap gudang itu dengan tatapan bingung bercampur takut. Siapa yang ada di dalam sana dan merintih kesakitan?

Itu bukanlah suara milik kedua sahabatnya. Lagi pula apa yang mereka lakukan di gudang pukul 02.23 dini hari seperti ini. Sangat tidak mungkin jika itu adalah temannya.

Bokuto meneguk ludahnya kasar, tangannya gemetar hebat akibat mendengar suara tangis yang makin lama malah makin terasa jauh.

"Katanya kalo suaranya itu terasa jauh tandanya dia dekat, tapi kalo suaranya terasa dekat artinya dia jauh."

Bokuto sontak berbalik ketika perkataan Oikawa terlintas di benaknya. Ayolah jangan sampai perkataan Oikawa itu sungguhan. Itu sangat mengerikan bagi Bokuto.

Bokuto kembali melangkah untuk menuju kamarnya, mengabaikan rasa bingung dan penasarannya. Saat ini rasa takutnya lebih kuat dari rasa penasaran dalam dirinya.

Sesampainya di depan kamarnya Bokuto segera membuka pintu kamar itu dan menutupnya kembali. Sial, tidak lagi-lagi ia mau mengambil shift malam. Biar saja ia kena marah bosnya asal ia tidak mendengar suara menyeramkan itu lagi.

"Bilang ke gua kalo itu bukan setan..." ucap Bokuto sambil meraba saku celananya seolah mencari sesuatu.

Dahinya mengkerut seolah kebingungan. "Lah lah, HP gua mana?"

Dimana? Dimana? Dimana handphonenya?! Tidak mungkin tertinggal di tempat kerja, kan?

Bokuto mengerang kesal kemudian membuka kembali pintu kamarnya. Ia berniat untuk mencari handphonenya di sekitar rumah itu. Karena Bokuto yakin, pada saat ia turun dari motor handphonenya masih berada di saku celananya.

Seolah melupakan kejadian yang baru saja ia alami tadi, Bokuto dengan berani turun ke lantai satu dan mencari ke tiap sudut ruangan itu.

Namun, sudah puas Bokuto mencari. Ia tidak juga menemukan di mana handphone kesayangannya itu.

Bokuto mengacak rambutnya kesal. Dia sudah sangat lelah dan juga mengantuk. Lebih baik ia lanjutkan besok saja, kan?

"Tau ah besok aja." kesal Bokuto.

Dia kembali melangkah perlahan menuju kearah kamarnya berniat tidur dan melupakan tentang semua kejadian hari ini, termasuk suara yang dia dengar dari gudang.

House[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang