"Bokuto..." Akaashi memanggil dengan nada lembutnya sambil menatap Bokuto yang berjalan di sebelahnya.
Bokuto menoleh kearah Akaashi, "Kenapa?"
"Mampir ke rumah yuk, biar aku kenalin sama Kakak!" ajak Akaashi.
Bokuto seketika diam mendengar itu, jujur saja dia belum siap untuk bertemu Kakaknya Akaashi. Apa lagi dia sudah lama tidak bertemu Akaashi, apa yang akan Kakaknya lakukan jika tahu bahwa Bokuto sempat meninggalkan Akaashi begitu saja?
"K-kamu punya Kakak?" tanya Bokuto.
Akaashi mengangguk senang. "Iya, dia baik kok tenang aja!"
"Aku sering cerita tentang kamu sama dia, terus katanya dia mau ketemu kamu!"
Bokuto meneguk ludahnya kasar, ayolah dia malah menjadi semakin takut untuk menjumpai Kakaknya Akaashi.
"Kamu mau, kan?" Akaashi bertanya sambil menatap Bokuto dengan puppy eyes-nya.
Tidak bisa tidak bisa.
Mana bisa Bokuto menolak permintaan Akaashi jika Akaashi sangat menggemaskan seperti ini.
Bokuto menggerakkan tangannya untuk mencubit pipi Akaashi gemas. "Iya iya ayo ke rumah kamu."
Akaashi yang mendengar itu hanya tersenyum hingga matanya menghilang.
DEG
Bokuto melepaskan cubitannya ketika melihat Akaashi tersenyum. Sial ada apa ini? Mengapa jantungnya berdebar-debar? Ah... Bokuto rasa dia memang masih mencintai Akaashi.
Tetapi tunggu dulu.
Ada suatu perasaan yang mengganjal di hatinya.
Yang Bokuto tidak tahu apa nama perasaan itu.
~
Bokuto melangkah masuk kedalam rumah itu kemudian duduk di sofa yang ada di sana. Dia mengedarkan pandangannya ke tiap sudut ruangan itu. Sangat bersih dan rapih.
"Tunggu sebentar ya, aku panggilin Kak Iwa dulu."
Bokuto mengangguk mendengar perkataan Akaashi, dan setelah berkata seperti itu Akaashi pun melangkah menuju tangga meninggalkan Bokuto sendirian di ruangan itu.
Bokuto sedikit menggigil ketika Akaashi meninggalkannya. Sebegitu gugupnya kah Bokuto untum menemui calon Kakak iparnya?
Bokuto menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya. "Tenang coy tenang, ini Kakaknya Akaashi pasti baik kayak adeknya!" Bokuto berusaha menenangkan dirinya yang terlihat sedikit panik itu.
Tak lama Akaashi datang ke sofa dengan wajah tidak enaknya. "Bokuto, maafin aku. Ternyata Kak Iwa lagi keluar, jadi dia gak ada disini."
Bokuto menghela nafas lega. Untung saja...
"Gak papa Shi, lain kali aja ketemunya." ucap Bokuto sambil tersenyum.
Akaashi ikut tersenyum menyaksikan itu, dia segera duduk di sofa yang ada di hadapan Bokuto kemudian menopang dagunya dengan tangan kanan seolah ingin mendengar Bokuto bercerita.
"Emang nama Kakak kamu siapa Shi?"
"Iwaizumi."
Bokuto hanya menganggukkan kepalanya dan menatap Akaashi. "Terus kita mau apa sekarang?"
Akaashi mengedihkan bahunya tanda tak tahu. "Gak tau, Bokuto mau ngapain emang? Eh iya Bokuto sibuk gak?"
Raut wajah Akaashi seketika panik pada saat kata itu terlontar dari mulutnya. Dia lupa menanyakan apakah Bokuto sibuk atau tidak, dan dia malah dengan santainya menyeret Bokuto ke rumahnya.
"Eh iya, Bokuto ada kerjaan gak habis ini? Maaf aku maksa kamu dateng ke rumah. Kalo ada kerjaan pulang aja gak papa." Akaashi berkata dengan sangat cepat seolah panik.
Bokuto yang menyaksikan itu hanya terkekeh gemas. "Gak ada kerjaan tenang aja, aku kosong belakangan ini."
Akaashi menghela nafasnya. "Bagus deh kalo gitu..."
"Ya udah kamu disini dulu aja, ya?"
"Eh ngapain? Mending kita jalan aja keluar."
Akaashi menggeleng. "Enggak sini aja, aku mau kamu nyobain masakan aku!"
Bokuto tersenyum kemudian mengangguk. "Oke!"
•••••
Oikawa menggigit jari jempolnya sendiri sejak 15 menit yang lalu. Sial dia yakin ada yang tidak beres disini. Pasalnya Bokuto pada saat pukul 12.00 tadi siang dikatakan hanya tertidur. Namun tiba-tiba saja pada pukul 15.00 dokter menyatakan bahwa Bokuto sedang dalam keadaan koma.
Bagaimana Oikawa tidak khawatir dan syok mendengar pernyataan dokter?
Dia menatap Bokuto yang tertidur pulas di hadapannya dengan beberapa alat medis di tubuhnya. Jika di lihat Bokuto memang hanya seperti orang yang tertidur, tetapi entah kenapa Oikawa merasa ada yang janggal disini.
"Bok lu harus sadar Bok!" ucapnya.
"Kalo tau lo bakal koma gua gak bakal ngasih lo tidur semalem!" sesal Oikawa.
Dia menghempaskan bokongnya pada kursi yang ada di sana. Ayolah Bok jangan bercanda, Kuroo sudah pergi meninggalkannya ya kali lo juga ninggalin Kawa, emangnya gak kasian?
Oikawa mengendus memikirkan itu, dan tak lama pandangannya tertuju pada jari tengah Bokuto yang terdapat cincin silver di sana.
"Sejak kapan lu pake cincin?" tanyanya sambil terus memperhatikan cincin itu.
Setelah puas memperhatikan pandangannya turun menjadi menatap pergelangan tangannya disitu ada gelang hitam Kuroo yang masih terpasang dengan rapih.
"Balik lah Kur... Lu gak kasian sama gua?" lirih Oikawa sambil menenggelamkan kepalanya di pinggir ranjang Bokuto.
Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendirian.
Oikawa tahu itu.
Maka dari itu, dia tetap berharap bahwa Kuroo akan kembali padanya.
Tak hanya Kuroo.
Oikawa juga berharap agar Bokuto segera sadar dari komanya.
Oikawa butuh mereka berdua. Dia butuh kedua temannya. Dia takut sendirian. Dia tidak bisa hidup sendiri. Apa lagi di rumah menyeramkan itu.
"Harusnya dari awal gua gak nyaranin beli rumah itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
House[✔]
HorrorRumah dengan harga miring? Tentu saja ada kisah di balik itu, kan?