33. Loteng

642 93 4
                                    

Fur elise.

Salah satu lagu ciptaan Beethoven yang sangat populer.

Konon katanya, lagu ini mengisahkan tentang Beethoven yang mencoba untuk menyatakan cintanya pada Therese. Namun ia di tolak dan Therese lebih memilih salah satu bangsawan Australia yaitu Wilhelm von Drossdik.

Tetapi, ada juga yang mengatakan. Lagu ini mengisahkan tentang Beethoven yang menyukai Elisabeth penyanyi asal Jerman yang malah menikah dengan teman sekaligus saingan Beethoven yaitu Johann Nepomuk Hummel.

Ya, mau di versi mana pun itu.

Beethoven tidak bisa bersama dengan orang yang di cintainya.

BRAKK

Suara plafon yang di dobrak paksa oleh Bokuto menggema memenuhi ruangan cukup sepi itu.

Iya plafon.

Setelah dia merobek plafon itu, dia memaksa dirinya untuk masuk ke dalam mencoba untuk mencari-cari sumber suara piano yang sedari tadi terus saja menggema di telinganya.

Setelah tiba di loteng, dia memperhatikan sekelilingnya yang sangat gelap itu. Dia menyipitkan matanya, mencoba untuk menyesuaikan penglihatannya dengan sekeliling kemudian berjalan dengan pelan.

Hingga akhirnya dia melihat sedikit cahaya redup dari sebuah lilin yang berjarak cukup jauh darinya.

Bokuto makin menyipitkan matanya menyaksikan itu, samar tetapi dapat di lihatnya ada seseorang yang tengah duduk sambil menekan deretan tuts piano yang ada di hadapannya dengan lihai.

Bokuto berhenti melangkah ketika menyaksikan itu. Dia sedikit ragu untuk menghampiri orang itu. Siapa dia? Apakah dia Akaashi?

Terereng terereng terereng teng teng.

Bokuto makin terdiam ketika alunan musik itu mencapai bagian akhir. Dia menarik nafasnya mencoba untuk membuang rasa ragu yang ada di dalam dirinya.

Perlahan dia kembali melangkah.

Namun, kakinya tersandung oleh sesuatu sehingga membuatnya hampir terjatuh dan mengeluarkan suara cukup keras.

Srakk

Bokuto mendesis akibat ulahnya sendiri. Dia mengalihkan pandangannya ke bawah, mencoba untuk melihat apa yang menyandung kakinya.

Dan betapa terkejutnya dia ketika mendapati segumpal usus yang di penuhi dengan darah tepat di bawahnya.

Bokuto menutup mulutnya menyaksikan itu, kakinya terasa lemas. Perutnya mual seolah ingin memuntahkan isinya.

"Jangan di injek, itu sakit."

Bokuto membeku ketika mendengar suara lirih itu.

Dia mendongakkan kepalanya kaku mencoba untuk kembali melihat ke depan. Ke arah piano yang ada di sana.

Di dapatinya sosok itu yang tadinya asyik bermain piano kini telah menghentikan kegiatannya dan hanya diam menatap lurus ke depan.

Bokuto meneguk ludahnya kasar. Perlahan tangannya terjatuh dan kakinya ia gerakkan untuk mendekat pada sosok itu.

Sosok bersurai hitam dengan gestur tubuh yang lebih kecil darinya. Dapat Bokuto lihat bagian pinggang orang itu bersimbah darah. Yang Bokuto yakin ini pasti adalah setan yang bergelayut di kamarnya waktu itu. Alias Akaashi.

"Shi... Itu kamu?"

Akaashi tidak menjawab, dia masih diam di posisi yang sama. Tidak menggubris Bokuto sedikit pun.

House[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang