5. Manggil

1.1K 130 4
                                    

"Tumben pagi banget lu bangun Wa." ucap Bokuto yang baru saja turun dari kamar dengan muka bantalnya.

Oikawa yang mendengar itu menatapnya tajam. Apa maksudnya tumben? Bahkan diantara mereka bertiga yang slalu bangun terlebih dulu itu kan Oikawa. Bisa-bisanya Bokuto bilang tumben.

"Gua mah anak rajin gak kayak lu." ucap Oikawa.

Bokuto hanya mengangguk-anggukan kepalanya kemudian duduk disebelah Oikawa. "Ya deh si paling rajin." tangannya menyerobot masuk kedalam kemasan chiki yang Oikawa pegang.

"Kemaren pintu ke kunci kan pas lu balik?" tanya Bokuto.

Oikawa mengangguk. "Kunci tenang aje."

Oikawa mengambil chikinya lagi kemudian memakannya. Sebenarnya ia ingin menceritakan pada Bokuto tentang Kuroo yang di lihatnya sedang menuruni tangga dan ia duga masuk ke gudang. Tetapi, setelah ia berfikir 2 kali, lebih baik tidak usah. Nanti yang ada Bokuto malah ketakutan. Itu malah membuat semuanya jadi tambah rumit.

Pada saat memikirkan itu tiba-tiba saja ia teringat suatu hal. Tentang bau bangkai yang di ciumnya pada saat pulang kerja kemarin. Lebih baik ia menyuruh Bokuto membersihkan bangkai itu.

"Bok lu hari ini shift malem, kan?" tanya Oikawa.

Bokuto mengangguk. "Iye."

"Nah bagus! Nanti lu bersihin gih bangke yang ada di deket pohon ceri. Baunya nyengat banget."

Bokuto menyipitkan matanya. Antara tidak mau tetapi juga heran. "Emang ada bangke di deket tuh pohon?"

Oikawa mengangguk. "Ada, baunya nyengat. Bersihin nanti."

Bokuto hanya mengangguk-anggukan kepalanya. "Ye ye ye, ntar gua bersihin." sautnya ogah-ogahan.

"Eh iya, lu liat Kumis gak? Masa pas gua bangun tuh kucing dah kaga ada dikamar gua." ucap Bokuto dengan nada lesunya. Karena tidak tega di tinggal pergi oleh kucing hitam itu.

"Paling juga di kamar babunya." ucap Oikawa.

"Bisa jadi sih..."

Oikawa hanya mengangguk kemudian menyambar tasnya yang ada di atas meja. "Gua mau berangkat dulu, inget bersihin bangkenya!"

Bokuto mengacungkan jempolnya sembari berkata. "Pagi bet lu berangkat."

"Disuruh atasan cok, kayak gak tau atasan suka kaga ngotak aja kalo nyuruh." ucap Oikawa sambil berjalan menuju pintu rumah.

Bokuto hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil menyaksikan pintu yang telah Oikawa tutup rapat-rapat lagi. Setelah itu ia bangkit dari duduknya dan berjalan kearah kamar mandi.

"Mandi dulu deh, ngurusin bangkenya agak siangan aja." ucap Bokuto sambil berjalan kearah kamar mandi.

"Bokuto."

Bokuto berhenti melangkah dan segera menoleh kebelakang karena ada suara halus yang memanggil namanya.

"Kenapa Wa? Ada yang ke ting-" dia tidak melanjutkan perkataannya karena menyaksikan tidak ada siapa-siapa di sana.

Bokuto mengusap tengkuknya untuk menenangkan dirinya kemudian kembali berbalik dan berjalan kearah kamar mandi, menghiraukan apa yang di dengarnya tadi. Ya... Mungkin saja ia salah dengar.

•••••

Bokuto berdecak pinggang menatap pohon ceri besar di hadapannya. Sudah 30 menit ia menyusuri pekarangan rumahnya itu untuk membersihkan bangkai seperti yang Oikawa perintahkan. Namun, tak kunjung menemukan bangkai itu. Apakah Oikawa hanya mengerjainya? Jika iya itu kelewatan.

Bokuto mengendus sebal kemudian kembali menunduk untuk mencari di mana letak bangkai yang Oikawa bicarakan itu.

Pada saat Bokuto sedang asyik mencari bangkai itu, tiba-tiba saja suara Kuroo mengejutkan dirinya dan membuat fokusnya buyar.

"Rajin bener Bok pagi-pagi dah bersihin pekarangan aja." ucap Kuroo yang berada di depan teras mereka dengan bertelanjang dada dan rambut yang masih basah.

Bokuto tersentak mendengar perkataan Kuroo. Ia berhenti melakukan kegiatannya lalu menatap Kuroo dengan kesal. "Bersih-bersih mata lu! Ini gua lagi nyari bangke!"

Kuroo menyilangkan kedua tangannya di depan dada kemudian mengangkat satu alisnya heran. "Bangke apa? Bangke cicak?"

"Bangke cicak mana mungkin nyengat baunya." ucap Bokuto dan kembali fokus mencari.

Kuroo menggelengkan kepalanya mendengar itu. "Ckckck, lu gak tau aja kalo bangke cicak juga nyengat meskipun gak senyengat bangke tikus."

"Kayak pernah nyium aja lu."

"Pernah lah, gua pas itu ngegencet cicak terus gua lupa buang mayatnya dan alhasil baunya nyengat."

"Gua ragu kalo lu lupa ngebuangnya, pasti lu sengaja, kan?" tebak Bokuto sambil melirik Kuroo malas.

"Gak, gua murni lupa." Kuroo melangkah mendekat pada Bokuto yang masih fokus mencari itu. "Jadi, apakah lu nemu tuh bangke?"

Bokuto menggeleng. "Enggak anjir! Gua udah setengah jem nyari tapi gak ketemu-ketemu!"

Kuroo menyerngit mendengar itu. "Kok bisa?"

"Gak tau gua juga." Bokuto berjongkok untuk melihat jelas apa yang ada disekitar pohon ceri itu.

"Kalo lu gak tau kenapa lu bisa nyium bau bangkenya?"

"Bukan gua yang nyium," Bokuto menghela nafasnya karena sudah lelah kemudian menatap kearah Kuroo yang sedang menatapnya heran itu. "Tapi Oikawa."

"Plis, lu percaya apa yang dia omongin? Bisa aja lu kena kibul sama dia." ucap Kuroo.

Bokuto bangkit dari jongkoknya kemudian berjalan masuk ke dalam rumah bersama dengan Kuroo. "Gua rasa emang di kibulin sih."

"Lagi percayaan aja sama Oikawa."

"Ya tuh anak ngomongnya kayak orang serius." Bokuto merebahkan badannya pada sofa panjang yang ada di ruang tamu. "Btw, lu tadi pagi manggil gua gak sih?"

Kuroo berjalan kearah kulkas kemudian mengeluarkan satu botol air dan meneguknya. "Jam?"

"Pas Oikawa berangkat." jawab Bokuto.

Kuroo memutar bola matanya malas, "Gua aja belum bangun, masih tidur sama Kumis."

Mulut Bokuto terbuka kecil seolah berkata oh tanpa suara. Kemudian ia menoleh pada Kuroo yang sedang berjalan kearahnya dari arah dapur.

"Tapi gua denger kayak ada yang manggil gua tau."

"Keren bet pendengaran lu Bok, giliran ada orang yang beneran manggil lu gak denger giliran gak ada yang manggil lu denger." salut Kuroo sambil bertepuk tangan.

Bokuto menatapnya kesal mendengar respon itu, dia segera mengubah posisinya menjadi duduk menyila di sofa dan menatap Kuroo dengan serius.

"Gua serius Kur!!"

"Gua juga serius," balas Kuroo lempeng. "Paling juga lu salah denger."

House[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang