About TYA
Part 11345komentar, update cepat!
-
-
-
Happy reading!
Jangan lupa jejak dan dukungannya ❤️Setelah mengatakan itu, Andra berlutut di depan Feerly, menatap wanita itu yang tergeletak tak berdaya dengan berbagai bekas pukulan di wajahnya.
"Ayo," ajak Andra dengan mengulurkan tangannya, tapi Feerly menggeleng pelan.
"Enggak, An. Dede masih disini, eng--"
"Feer, percaya sama gue, kalian enggak akan pisah. Gue janji sama lo, gue akan bantu ambil dia dari Arta, tapi please sekarang keadaan lo dulu."
"Ayo," ajaknya lagi. Tapi Feerly lagi-lagi menggeleng dengan tangisnya. Membuat Andra yang sudah berdiri kini berlutut kembali.
"Kaki aku, kaki aku sakit banget, An. Enggak bisa, enggak bisa berdiri, aku enggak kuat."
Mendengar itu Andra menatap kaki tersebut. "Kenapa? Kaki lo diapain sama Arta?"
Feerly memejamkan matanya, mengingat kejadian tadi membuat rasa sakit itu seolah terasa kembali.
Andra menghela nafasnya, menatap wanita itu yang masih terdiam dengan menatap kosongnya.
"Yaudah, gue gendong lo ya, boleh?"
Hingga lima detik, Feerly tak kunjung menjawab. Wanita itu tetap terdiam dengan pandangan lurus ke depan.
"Sorry," ucap Andra kemudian mengangkat tubuh itu menuju mobil.
Melihat kepergian itu, Arta mengepalkan tangannya erat. Matanya menatap lekat wanita yang sedang di gendong seseorang.
"Sial!" erang Arta dengan menendang meja tamu yang tepat berada didepannya.
Arta berjalan menuju kamar, melangkah berat dengan terus menggerutu. Apa yang dia ucapkan tadi? Apa yang terjadi.
Dia membuka pintu kamar, menutupnya dan duduk di balik pintu tersebut. Air mata itu terjatuh, lagi-lagi Arta memukul lantai untuk meluapkan amarahnya.
"Feer, tega. Tega lo sama gue," lirih Arta dengan mengusap air matanya.
Dia menatap isi ruangan ini, tersenyum getir melihat beberapa foto mereka yang terpajang di dinding.
"Arghhhhhhh!" murka Arta dengan berlari menepis beberapa foto yang berada di atas nakas, bahkan membuat lampu di sebelahnya jatuh pecah.
Suara itu membuat Giandra terbangun dari tidurnya kemudian menangis karena terkejut.
Arta tak memperdulikan itu, dia berjalan menuju meja rias, menatap wajahnya dari cermin di depannya.
"Lo jahat, jahat sama gue.""Apah! Amah!" teriak Giandra dengan tangisnya.
Arta memukul kaca tersebut, kemudian berlutut bersandar pada kursi di belakangnya memegang kepalanya sendiri.
Jadi seperti ini rasanya dikhianati, seperti ini hancurnya ketika sebuah ketulusan dibalas dengan penghianatan.
Lagi-lagi Arta mengusap air matanya kemudian mendongak ke atas.
Di kamar, Samudra yang terbangun karena suara tangis ponakannya, dia segera bangkit dan menuju kamar Abangnya itu.
Samudra membuka pintu kamar tersebut, melihat kondisi kamar yang berantakan dan beberapa serpihan kaca yang berserak karena Van bunga dan beberapa foto pecah.
Samudra menatap Giandra yang tengah menangis ketakutan dengan sesekali memanggil mamahnya. Dia berlari mendekat, menggendong Giandra dan mengelus rambut tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
About TYA
Teen FictionSebelum baca cerita ini, disarankan untuk membaca 'Thank You, Arta!' terlebih dahulu♡(> Dengan awal yang penuh perjuangan, semuanya berjalan hampir sesuai keinginan. Kebahagiaan yang selalu mereka impikan sekarang terlaksana secara perlahan. Namun...