TYA S2 || 28

6.5K 763 290
                                    

About TYA
Part 28

jangan lupa tinggalkan jejak dan spam komennya. Follow juga akun wattpad dan sosmed aku biar ga ketinggalan info.

Di part ini cukup 204komentar!!!!

Jangan lupa kalo ada typo tandai ya.

Happy reading 🧡

༼ つ ◕‿◕ ༽つ

Sesampainya di rumah sakit Feerly segera ditangani.

Sepuluh menit kemudian Arta baru sampai dan segera menghampiri Samudra dan anaknya yang berada di depan ruangan Feerly.

"Kenapa? Feerly enggak papa kan?"

Arta menatap kemeja putih adiknya yang terdapat bercak darah Feerly. "Sam, ini darah apa?"

"Bang, ketubannya pecah tadi dokter minta persetujuan buat caesar. Gue izinin. Enggak papa kan?"

Arta menganggukkan kepalanya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Tapi Feerly enggak papa kan?"

Samudra mengangkat bahunya bersama dengan suara tangisan bayi yang terdengar dari dalam ruangan.

Suara itu membuat mereka refleks melihat ke arah pintu bersamaan dengan dokter yang keluar dari ruangan.

"Dengan keluarga pasien?"

"Saya, dok. Saya suaminya," jawab Arta dengan terbata-bata.

"Pak, anak bapak lahir dengan selamat. Walaupun prematur, kondisinya tetap stabil dan sempurna tanpa kurang satupun bahkan dia cantik seperti ibunya."

Penjelasan itu membuat air mata itu terjatuh dari pelupuk mata Arta. Ada rasa bahagia mendengar anaknya lahir dengan selamat, tapi hatinya masih gelisah bagaimana dengan istrinya.

"Istri, istri saya gimana dok?"

"Maaf saya harus menyampaikan ini."

Perkataan Dokter membuat jantung Arta kembali berdetak tak karuan.

"Ada pendarahan di kepalanya, bahkan karena terjatuh, istri bapak mengalami pendarahan hebat membuat kondisinya bener-bener kritis sekarang."

"Jadi saya mohon, tolong segera dapatkan donor darah untuk menyelamatkan nyawanya. Karena stok darah A di rum---"

Penjelasan itu terhenti saat bunyi nyaring terdengar dari dalam ruangan. Suster pun keluar mendekati dokter.

"Dok, ayo. Kondisi pasien menurun drastis."

Dokter itu mengangguk dan berjalan masuk.

Arta mengusap wajahnya kasar. Berkali-kali dia menyesali keputusan, mengapa tadi pagi dia tak mengikuti keinginan istrinya.

"Mamah, darah mamah yang cocok sama Feerly," monolog Arta kemudian dengan cepat mengambil ponselnya.

Saat Arta tengah menunggu panggilan itu terhubung, Giandra berlari mendekati. Memeluk kaki Arta membuat pria itu menunduk.

Arta tersenyum, berlutut di depan anaknya dan mengusap air mata yang terdapat pada pipi Giandra. "Papah."

"Doain mamah baik-baik aja ya."

Giandra mengangguk membuat Arta tersenyum. Panggil itu terhubung membuat Arta mengelus rambut Giandra kemudian berdiri dengan menggandeng tangan anaknya.

Mah, Feerly jatuh. Dia pendarahan. El mohon mah, Feerly butuh bantuan mamah. Feerly butuh donor darah sekarang juga.

Tapi El, mamah sudah ada di bandara. Beberapa menit lagi pesawat berangkat.

About TYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang