TYA S2 || 16

7.5K 718 443
                                    

About TYA
Part 16

259komentar yaa.
Happy reading!

Pukul sepuluh pagi, setelah mengantarkan beberapa jualannya. Feerly memenuhi janjinya pada Samudra yang akan mengajak Arta untuk pergi menemui Eran. Walaupun pada lubuk hati yang paling dalam, Feerly sangat takut, dia tak yakin jika mertuanya itu sudah menerimanya.

Tapi setelah diingat-ingat, ternyata memang sudah lama Arta tak bertemu dengan ibunya. Itu mengapa Feerly setuju saat Samudra meminta tolong agar mau merayu Arta.

Saat Feerly sampai di rumah mewah Arta, dia berpapasan dengan Samudra yang ingin mengambil pesanan. Membuat pria itu menyuruh Feerly langsung menuju ke atas untuk menemui Arta yang masih dikamar.

Feerly membuka pintu kamar, terlihat Arta yang tengah berdiri di sudut balkon kamar dengan segelas kopi.

"Kak?"

Arta menengok mendengar suara itu, dia hanya tersenyum simpul kemudian duduk.

"Kamu aja y---"

"Kan semalem katanya iya, kenapa sekarang berubah?"

Bener, semalem setelah mengobrol dengan Samudra, Feerly segera berbicara dengan Arta, dan pria itu mengiyakan. Tapi entah mengapa sekarang dia belum siap-siap dan menolak untuk pergi.

Raut wajah Arta berubah, dia berjalan menuju kursi dan duduk di sana.

Feerly mengerti, mungkin masih ada rasa kesal karena kejadian-kejadian dimasa lalu yang membuat Arta dibenci oleh papahnya sendiri. Bahkan hingga Heru meninggal, dia belum tau apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah Feerly menghela nafasnya berjalan menuju sofa dan duduk di samping pria yang masih menyandang status sebagai suaminya.

"Ka--"

"Enggak, Feer," cela Arta dengan membuang pandangannya.

Lagi-lagi Feerly menghela nafasnya kemudian menyandarkan kepalanya pada pundak Arta dan meraih tangan kanan pria tersebut.

Feerly mengelusnya pelan, membuat Arta menatapnya. "Aku tau kakak masih kesel, kecewa sama mamah. Tapi yang harus kakak tau, kan semuanya udah selesai."

"Gimana pun mamah di masa lalu, itu hanya kesalahan. Walaupun mamah Eran bukan mamah kandung kak Arta, tapi dia yang merawat kak Arta dari kecil."

Feerly menghela nafasnya, menggenggam tangan itu. "Enggak papa kok kakak kecewa ataupun marah, tapi gimanapun dia tetep mamah kakak."

"Kak Arta harus bersyukur masih bisa liat mamah sampai sekarang, sedangkan Feerly, dari kecil aku enggak tau siapa mamah Feerly dan bagaimana cantik wajahnya."

Arta membuang nafasnya, ikut menyandarkan kepalanya dan menggenggam tangan Feerly erat. "Tapi ak--"

Ucapan itu terhenti saat Feerly segera membenarkan posisi duduknya dengan tangan yang mengelus pipi Arta dengan menggelengkan kepalanya. "Aku tau kak Arta kangen mamah kan, ayolah. Udah lama kakak enggak liat dia."

"Kalo kak Arta bilang masih marah, harusnya aku yang marah. Karena mamah aku rasain sakitnya pukulan kak Arta, rasanya di benci dan di kucilkan. Jadi kalau ada yang kecewa, aku yang harusnya kecewa, karena aku korban dari itu semua."

"t---"

"Oke, tapi aku punya permintaan."

"Apa?"

"Aku mau peluk cium kamu, boleh?"

Bukannya menjawab, Feerly malah membentangkan kedua tangannya membuat Arta dengan cepat memeluk tubuh itu erat.

About TYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang