Mention kalau ada typo.
Happy reading💐
🥀☕️
Setelah hari di mana mereka saling menyatukan bibir di kamar rawat inap Marva. Hingga hari ini, tepatnya 6 bulan kemudian, Marva telah pergi. Dia menghilang bagai di telan bumi.
Menanamkan sebuah perasaan rindu yang kalut di dalam hati Fawnia. Namun, wanita itu tak pernah berbagi cerita pada siapapun kecuali Kira. Itupun tidak semua dia ceritakan. Kira hanya tahu jika beberapa bulan terakhir ini Fawnia menjadi resah, gelisah, merindukan pria itu untuk kembali.
Di dalam ruangan kerja dengan meja berplang nama dr. Caitlyn Marqueendy, Sp.B dan di bawah nama itu tertulis jabatannya sebagai Direktur Utama.
Duduklah Fawnia di hadapan kakaknya. Menunggu Caitlyn menjelaskan apa maksud dia memanggil adiknya ke sini.
"Lo tau kan gue lagi bangun rumah sakit kedua di Papua tepatnya di Jayapura?" Caitlyn bertanya.
Caitlyn sempat menceritakan itu pada makan malam keluarga beberapa bulan yang lalu. Dan Fawnia masih mengingatnya sampai saat ini.
"Tau," singkat Fawnia menjawab.
Sudut bibir Caitlyn terangkat. Dia tersenyum puas saat adiknya tahu rencananya. "Nah, tujuan gue manggil lo ke sini buat minta tolong—"
"Nggak mau."
Caitlyn menerjabkan matanya beberapa kali tak percaya jika sang adik langsung menolak sebelum dia bicara lengkap.
"Ayo, dong.."
"Nggak mau."
Helahan nafas panjang meluncur dari bibir Caitlyn. Dia tak berpikir jika Fawnia akan menolak. Yang dia pikirkan adalah plannya berjalan lancar, aman, dan jaya. Kedua tangannya dia letak pada meja, sedikit mencondongkan tubuhnya untuk bisa memandang lurus kepada sang adik.
"Dengar, di sana banyak orang yang membutuhkan pengobatan. Untuk itu gue membuka pengobatan secara sukarela selama rumah sakit itu di bangun." Caitlyn menjelaskan. Sementara adiknya tetap diam sembil bersadakap mendengarkan. "Dan gue mau lo untuk jadi relawan di sana."
Kekehan kecil tercipta dari mulut Fawnia. "Kak, gue ini Psikiater. Tugas gue adalah mengobati orang dengan berbagai macam penyakit kejiwaan, mental, depresi, dan stress. Bukan—"
"Gue ngerti, gue ngerti." Kali ini Caitlyn yang memotong ucapan adiknya. "Faw, di sana sangat tabu dengan penyakit mental. Untuk itu, gue sengaja nyuruh lo buat pergi ke sana agar banyak masyarakat yang tahu apa itu penyakit mental, dan berbagai macam penyakit kejiwaan lainnya."
"Lo sendiri yang bilang, lo ingin hidup bermanfaat bagi orang banyak. Jadilah bermanfaat untuk masyarakat di sana. Mereka butuh ilmu lo. Mereka butuh pendidikan tentang kejiwaan dan mental. Mereka butuh lo di sana."
Terdiam Fawnia di hadapan kakaknya. Dia tak memotong atau menyangkal. Itu benar, dia ingin hidup bermanfaat bagi orang banyak. Tapi, pikirannya tadi sedikit pendek tanpa memikirkan masyarakat di sana yang masih tabu tentang kejiwaan manusia.
"Pergilah. Jadilah relawan yang bermanfaat bagi orang banyak di sana. Hanya 3 bulan, setelah itu lo bisa pulang jika memang ingin."
KAMU SEDANG MEMBACA
TETAP BERSAMA [DIROMBAK]
Teen FictionFawnia, dia adalah seorang Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa. Dia bekerja di rumah sakit milik Kakaknya. Berita mengenai kecelakaan proyek tak sampai di telinga Fawnia maka saat ia berniat menemui sahabatnya, Kira di IGD. Psikiater itu pun terkejut me...