Mention kalau ada typo.
Happy reading💐
"Iya, Sayang?" Marva menjawab lembut dengan pandangan tetap fokus pada jalan.
"Kamu mau bantu aku nggak?"
Pria itu menoleh sekilas lalu kembali fokus ke jalan. "Bantu apa?"
Fawnia menggigit bibir bawahnya, perempuan itu sedikit ragu. "Bantu aku mencabut hukuman pelaku." Pelan ia berkata, namun dapat di dengar Marva dengan jelas.
Kuat pedal rem di injak Marva secara tiba-tiba. Mobil jeep wrangler itu berhenti mendadak.
"Marva, ada apa?" Fawnia begitu terkejut menoleh ke samping kepada prianya. Sangat mendadak bahkan lebih dari mendadak Marva menginjak rem. Untung saja tidak ada kendaraan lain di belakang lantaran mereka tengah berada di jalan yang cukup sepi.
Marva pun menoleh ke samping, "Kamu mau mencabut hukuman pelaku?" tanyanya memastikan jika ia tidak salah mendengar.
"Iya."
"Buat apa? Zelin hampir buat kamu mati! Apa tadi dia ngancam kamu yang enggak-enggak? Biar aku kasih dia pelajaran." Beruntun Marva bicara berniat menarik persneling mobilnya untuk kembali ke kantor polisi.
"Hey." Jari lentik Fawnia terangkat dan mendarat pada permukaan pipi Marva. Membawa wajah pria itu untuk melihat kepadanya. "Bukan itu. Mungkin Zelin nggak sengaja ngelakuin itu."
"Nggak sengaja gimana? Kamu nggak liat dia nyerahin diri ke polisi. Dia itu sengaja, Faw. Sengaja!"
"Dia cuma butuh perhatian, Marva. Selama ini nggak ada yang memperhatikan dia. Dia juga nggak punya teman."
Marva menyisir rambutnya kebelakang frustasi. Sekilas Marva menghela nafas. "Dia nusuk kamu, Fawnia. Dia nusuk kamu pake pisau."
"Dia ngelakuin itu karena dia nggak mau kehilangan kamu." Kedua tangan Fawnia kini mendarat kepada pipi Marva. Kembali Fawnia bawa wajah pria itu untuk menatapnya lebih dalam dan hanya kepadanya. "Dia suka kamu, Marv. Mungkin, waktu sekolah dulu cuma kamu yang dekat dengannya. Itulah kenapa pas kamu suka aku, dia ngerasa seperti kehilangan temannya."
Menghela nafas panjang Marva pada akhirnya. Kenapa wanita yang dia cintai ini begitu memiliki hati yang baik dan lembut seperti ini? Bahkan Fawnia hampir saja mati, tapi dia tetap ingin menyelamatkan Zelin dari hukuman. Marva tidak habis pikir Fawnia akan melakukan hal itu.
Cukup lama mereka saling tatap. Memandang kepada pupil masing-masing. Apalagi Marva, tak kenal rasa puas ia untuk memandang sang kekasih. "Ok, Aku akan bantu."
Kedua sudut bibir perempuan itu pun terangkat membentuk senyuman bahagia. "Beneran?"
"Iya." Marva tersenyum tipis walau sebenarnya pria itu tidak ingin membantu. Tapi karena yang meminta itu adalah Fawnia, entah kenapa membuatnya merasa bersalah jika menolak.
"Makasih, Sayang!" Fawnia berteriak kesenangan. Singkat ia kunyel-kunyel pipi Marva. Kemudian menarik kembali tangannya dari sana. Kembali duduk tegak dan melihat ke depan.
Niatnya untuk membebaskan Zelin dari hukuman pun di dukung oleh sang kekasih.
°~°~°~°~°
KAMU SEDANG MEMBACA
TETAP BERSAMA [DIROMBAK]
Teen FictionFawnia, dia adalah seorang Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa. Dia bekerja di rumah sakit milik Kakaknya. Berita mengenai kecelakaan proyek tak sampai di telinga Fawnia maka saat ia berniat menemui sahabatnya, Kira di IGD. Psikiater itu pun terkejut me...