14. Covid-19

4.9K 203 0
                                    

Mention kalau ada typo.

Happy reading💐

🥀☕️

Selesai makan siang, para dokter dan juga suster lantas meninggalkan meja setelah perut mereka terisi. Kembali bekerja, itulah yang mereka lakukan. Tinggal beberapa hari lagi, maka selesailah sudah sukarelawan mereka. Tapi, lagi-lagi semesta berkata lain. Seolah menuntun mereka ke jalan yang berbeda dari jalan yang telah di prediksi.

Seorang ibu baru saja memarkirkan motornya dan lantas menggendong anak perempuannya. Ia bawa anaknya tergesa-gesa masuk ke dalam tenda, tentu membuat para orang di dalam sana seketika menghentikan aktivitas.

"Dokter, tolong anak saya." Si ibu berkata dengan suara gemetar. "Dia demem. Sudah hampir seminggu."

Untungnya hanya tinggal dua pasien saja di dalam tenda. Jadi kehadiran si ibu itu tak begitu menghebohkan. Elly kembali melanjutkan aktivitasnya untuk memeriksa tensi pasien di depan.

Sementara Kira lantas bangkit berdiri siap untuk memeriksa sang anak.

"Baringkan di sini, Bu." Kira menunjuk ke arah brankar.

Kira pun memakai Stetoskopnya setelah anak perempuan yang kirasan umurnya 9 tahun telah di baringkan di atas brankar. Pelan dan penuh ketelitian Kira mengecek tubuh si anak. Ia lepas Stetoskopnya dan kembali mengalungkannya pada leher.

"Apa anak ibu ada gejala seminggu ini. Muntah misalnya atau pusing?" Kira memberi pertanyaan.

"Anak saya sempat pusing, Dok. Terus batuk-batuk, tenggorokannya juga sakit. Yakan, Nak?" Si ibu memandang anaknya di brankar, menanyakannya sekali lagi. Dan sang anakpun mengangguk pelan.

Fawnia yang duduk di samping Elly lantas bangkit setelah memastikan dua pasien terakhir selesai di tangangi. Mendekatlah dia ke arah Kira di sana sambil menyembunyikan kedua tangan pada kantung jas.

Kira pun mengangguk setelah mendapatkan anggukan dari si kecil. "Anak ibu hanya flu biasa. Tidak perlu khawatir, akan saya berikan beberapa obat untuknya." Kira tersenyum setelah mendiagnosa.

Si ibupun bernafas lega. Dia sangat takut, sudah semingguan ini anaknya terlihat tak berdaya seperti itu. Lantaran rumah mereka cukup dekat dari titik rumah sakit Kasena, membuat si ibu memutuskan membawa si anak kesini saja daripada ke rumah sakit lain yang jaraknya cukup jauh.

Begitu nekat sang ibu bahkan sampai mengikat sang anak agar tak jatuh di belakangnya menggunakan selendang pada saat ia menyetir motor.

Melihat kondisi si anak yang lemas di pastikan dia membutuhkan sebotol cairan infus agar stamina tubuhnya kembali. Zelin pun ikut turun tangan dan memasangkan infus pada si anak.

Sementara Fawnia tetap berdiri di sana, dalam jarak beberapa meter sambil terus memperhatikan. Entah kenapa perasaannya tidak enak sejak kedua pasien ibu dan anak itu tiba.

"Syukurlah, Dok anak saya hanya flu biasa. Saya sempat mengira anak saya terkena virus yang baru-baru ini melanda negara. Apa lagi saat anak saya bilang kalau dia tidak bisa merasakan makanan dan mencium aroma."

Di detik itu juga Zelin mengangkat kepalanya. Tangannya berhenti mengotak-atik Roller clamp. Kira yang berdiri di meja siap untuk menyiapkan obat lantas menoleh dengan mata lebar. Fawnia pun juga tak jauh menunjukan ekspresi wajah yang sama seperti keduanya.

TETAP BERSAMA [DIROMBAK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang