Mention kalau ada typo.
Happy reading💐
🥀☕️
Pada saat yang lainnya sudah selesai makan siang dan kembali lanjut bekerja. Fawnia, Marva, Kira, dan Jigel masih tetap bersantai di meja luar sembari menikmati minuman es teh.
"Btw, kalian kenapa bisa nggak canggung sih?" tanya Kira pada akhirnya setelah mereka berbincang mengenai bangunan rumah sakit. Dia melihat kepada Fawnia di sampingnya lalu melihat kepada Marva yang duduk di hadapannya. Jigel yang sedang minum pun sampai berhenti begitu mendengar pertanyaan tersebut keluar dari mulut Kira. Pria gendut itu duduk di samping bosnya, sebenarnya dia juga penasaran cerita lengkap seputar Fawnia dan Marva.
Kedua temannya itu sama-sama tidak mau cerita sejelas mungkin. Yang satu berkata karena Fawnia menghilang. Yang satu lagi berkata jika Marva tak mencintainya. Hanya itu. Tapi mampu membuat siapa pun penasaran dengan cerita selengkapnya.
"Hm.. maksudnya?" Fawnia kembali bertanya. Meneguk es tehnya guna menghilangkan perasaan gugup yang tiba-tiba hadir.
"Ya, nggak canggung. Secara nih ya, kalian berdua tuh udah 12 tahun berpisah. Terus tiba-tiba ketemu lagi. Masa nggak canggung, sih? Gue sama Devka aja canggung." Kira menjelaskan. Logikanya aktif dalam melihat situasi.
Fawnia meneguk minumannya sampai tandas. Ia letakan gelasnya di sisi meja. Matanya melirik Marva di depan kemudian melihat ke sembarang arah berharap menemukan jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan Kira.
"Canggung, kok." Serentak mereka bertiga melihat kepada si Arsitek. "Kita canggung, kok. Yakan, Faw?" Marva pandang wajah Fawnia di depan.
Fawnia pun mengiyakan. "Iya, canggung, kok."
"Kalian tuh berpisah karena apa sih?" Jigel yang sejak tadi diam akhirnya membuka suara. Sungguh, dia penasaran selama bertahun-tahun mencoba untuk menghargai privasi keduanya. Tapi untuk hari ini, dia tak tahan untuk berpura-pura tak penasaran.
Marva melihat Fawnia. Dia membiarkan Fawnia yang menjawab jika wanita itu ingin. Di raihnya gelas teh di atas meja lalu meneguknya perlahan sembari menunggu Fawnia membuka suara. Karena dari sudut pandang Marva, Fawnia-lah yang menjauhinya bukan dirinya.
Bola mata Fawnia bergerak-gerak melihat pada meja, jelas dia sedang berpikir keras. Suasana pun berubah kian diam dan menunggu Fawnia memberikan jawaban. Hingga akhirnya suara mesin penggiling semen memecahkan keheningan.
"Gue harus balik ke tenda." Tanpa menunggu persetujuan yang lain, Fawnia sudah bangkit dari sana dan melangkah menuju tenda.
Sementara Kira dan Jigel lantas serentak menoleh ke arah Marva. Dari tatapan keduanya jelas mereka bertanya: ada apa dengan Fawnia?
Pria itu pun meletakan gelas es tehnya yang sudah kosong ke atas meja. Kemudian meraih helm proyek dari pangkuannya. "Kembali bekerja," ucap Arsitek tersebut sebelum bangkit berdiri.
Jigel mengangkat bahu singkat kepada Kira sebelum mengikuti bosnya untuk kembali bekerja.
Helahan nafas panjang meluncur dari bibir Kira. Sejujurnya, Kira tahu apa yang membuat Fawnia pergi. Tapi, Kira tidak punya hak untuk memberitahu Marva tentang hal tersebut. Hanya Fawnia-lah yang berhak menceritakan itu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
TETAP BERSAMA [DIROMBAK]
Novela JuvenilFawnia, dia adalah seorang Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa. Dia bekerja di rumah sakit milik Kakaknya. Berita mengenai kecelakaan proyek tak sampai di telinga Fawnia maka saat ia berniat menemui sahabatnya, Kira di IGD. Psikiater itu pun terkejut me...