Mention kalau ada typo.
Happy reading💐
🥀☕️
Berita terbaru menggemparkan Indonesia. Di katakan jika Covid-19 telah tersebar di jawa. Awalnya bermula pada dua orang warga kota Depok di nyatakan negatif setelah mereka melakukan kontak dekat dengan orang Jepang di pesta dansa.
Hal itu membuat pemerintah sepakat untuk melakukan lockdown. Tidak boleh keluar jika tidak ada keperluan. Para pekerja banyak di hentikan bahkan sampai di phk pada minggu pertama setelah lockdown di laksanakan. Banyak orang resah, gelisah, dan cemas akibat virus Corona yang semakin lama semakin banyak memakan korban jiwa.
Sama seperti Fawnia saat ini. Merenung menengadah tinggi menatap dari sayap kanan ke sayap kiri gedung. Rumah sakit Kasena hampir di nyatakan selesai. Tinggal hitungan hari saja, dan setelah itu mereka semua akan kembali pulang ke Jakarta. Namun, takdir berkata lain, mereka tak bisa pulang. Jika pun bisa, mereka akan di karantina terlebih dahulu selama 14 hari setelah mendarat di Ibu kota.
Hembusan nafas kasar meluncur dari bibir Fawnia. Tepat di depan mobil Jeep Wrangler Marva yang terparkir ia duduk. Bersila di atas kursi plastiknya. Overthinking melanda kepala Fawnia. Memikirkan banyaknya korban jiwa, virus, dan ketundaan mereka untuk pulang.
Baru beberapa hari virus itu masuk ke Indonesia, tapi sudah banyak memakan korban jiwa. Entah sampai kapan lockdown ini akan berakhir. Baru seminggu saja sudah separah ini, bagaimana minggu-minggu setelahnya?
Bagaimana kondisi rumah sakit Aneska saat ini? Apakah sudah ada pasien yang terjangkit virus tersebut di sana? Apa sekarang semua dokter di sana sibuk dan tak ada waktu bersantai? Apa kekacauan virus ini juga persis sama seperti kekacauan IGD waktu kecelakaan proyek kemarin? Entahlah, sudah lama Fawnia tidak memberi kabar kepada sang kakak.
Ke arah sudut gedung mata Fawnia memandang. Sempat terdengar suara orang bicara di tengah waktu menyendirinya. Dan benar, itu adalah Zelin dan Marva yang berjalan beriringan keluar dari area taman belakang.
Fawnia memperhatikan keduanya. Zalin yang terus mengikuti Arsitek itu, sementara Marva sibuk dengan tablet yang di pegang olehnya. Baju pria itu sudah terganti, sepertinya dia baru selesai mandi. Dapat di lihat dari rambutnya yang masih sedikit basah.
"Ya. Mereka memang serasi." Fawnia menoleh ke arah lain setelah puas memperhatikan kedua insan itu. Kembali menengadah kepalanya, kali ini Fawnia menutup mata menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.
Menghirup dalam-dalam, mencoba untuk rileks dalam situasi yang sebenarnya sulit membuat rileks. Virus yang sedang melanda dunia tak bisa membuatnya tenang walau hanya beberapa menit. Terus melonjak, terus meninggi kasusnya, banyak korban jiwa setiap hari. Menyebalkan.
Lantaran keseringan berjaga membuat waktu tidur Fawnia berantakan. Perempuan itu pun menguap beberapa kali. Bahkan mulutnya benar-benar seperti huruf O, terbuka lebar. Terkejutlah Fawnia saat matanya terbuka setelah menguap, ada telapak tangan tepat di depan mulutnya.
Langsung kepalanya menoleh ke samping kiri dan menemukan Marva sudah duduk di kursi plastik sama sepertinya di sana. Mendelik matanya memandang pria itu, bahkan tubuhnya secara reflek menjauh ke samping kanan–mendekat ke tangan kursi.
"Tutup mulutnya nanti masuk nyamuk." Marva berkata. Lembut nada suaranya mengingatkan.
Fawnia menerjabkan mata beberapa kali. Perasaan beberapa menit yang lalu ia melihat Marva bersama Zelin. Sekarang lelaki itu sudah berada di sampingnya. Tidak mungkin di sampingnya ini adalah makhluk halus bukan? Secara, Fawnia terlahir tumpol— tak memiliki kekuatan untuk melihat makhluk tak kasat mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
TETAP BERSAMA [DIROMBAK]
Teen FictionFawnia, dia adalah seorang Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa. Dia bekerja di rumah sakit milik Kakaknya. Berita mengenai kecelakaan proyek tak sampai di telinga Fawnia maka saat ia berniat menemui sahabatnya, Kira di IGD. Psikiater itu pun terkejut me...