Mention kalau ada typo.
Happy reading💐
🥀☕️
Kekhawatiran melanda rumah sakit Kasena. Bahkan seorang arsitek tak dapat fokus bekerja setelah mengetahui jika wanitanya berada di satu tenda yang sama dengan pasien Covid-19.
Pada hari itu, Fawnia menutup rukarelawannya. Beberapa hari kemudian, terdengar kabar jika rumah sakit di pusat kota Jayapura mengalami kepenuhan pasien, Fawnia tanpa berpikir panjang menerima sebagian operan pasiennya kepada mereka.
Marva selaku Arsitek pun kini telah mengizinkan jika lantai 1 sampe 3 bangunan sudah boleh di tempati. Langsung saja Caitlyn memborong brankar dan alat-alat kesehatan untuk para pasien. Meski kesal, khawatir, dan cemas, ia tak bisa berlama-lama marah kepada sang adik. Karena apapun yang di lakukan Fawnia di Papua juga akan ia lakukan juga jika dirinya menjadi Fawnia.
Tubuh mereka semua telah di bungkus oleh baju pelindung, masker, dan sarung tangan. Teliti menutup semua bagian tubuh agar virus tersebut tak menyebar. Mereka juga kompak untuk bergantian berjaga setiap malamnya. Karena situasinya darurat, setelah mendapatkan izin dari direktur utama, Fawnia pun sebagai seorang Psikiater di perintahkan untuk turun tangan membantu. Namun tetap, mendiagnosa penyakit pada pasien di lakukan oleh dokter dalam bidang keahliannya.
Zelin, dan Kira memiliki profesi yang sama. Yaitu Sp.B. Atau biasa di kenal dengan dokter spesialis bedah umum. Meski sudah pernah tak sengaja melakukan kontak fisik secara langsung, tak membuat mereka lari dari tanggung jawab. Caitlyn memerintahkan mereka ikut bekerja selama tidak ada tanda-tanda gejala virus tersebut. Mereka juga di perintahkan untuk tidur di kamar terpisah. Dan benar saja, ini sudah lebih dari 14 hari, dan mereka berdua sama sekali tidak menunjukan tanda gelaja apapun.
Setelah isolasi mandiri mereka selesai. Darah mereka di ambil untuk di cek apakah terdapat virus di dalamnya atau tidak. Dan benar, hasilnya negatif (tidak terdapat virus). Imunitas tubuh mereka berdua begitu tinggi hingga membuat virus tersebut tak mampu untuk menyerang kedalam tubuh.
Pada saat Rumah Sakit Kasena di nyatakan selesai. Di hari itu pula, beberapa pekerja bangunan terkena virus Corona. Membuat mereka tak jadi untuk pulang. Alhasil mereka pun harus melakukan pengobatan di dalam rumah sakit.
Padahal rumah sakit ini belum di buka, namun sudah banyak pasien yang menetap di dalamnya. Beberapa alat kesehatan mulai berdatangan kian banyak. Caitlyn mengirimnya secepat kilat. Seolah tak ingin terjadi apa-apa di sini. Meski di Aneska juga tidak baik-baik saja, tapi Caitlyn tidak melupakan tanggung jawabanya sebagai boss dalam melindungi bawahannya.
Waktu berlalu begitu cepat. Marva tak dapat pulang, jadi dia menempati kamar rawat yang di sulap menjadi kamarnya untuk sementara. Di situlah dia bekerja. Kadang menggambar rumah, denah, dan beberapa kali ia menerima tawaran client untuk bekerja sama setelah pandemi selesai.
"Oh, belum tidur?" Fawnia bertanya. Awalnya ia berniat untuk mengintip diam-diam Arsitek itu di dalam kamar. Namun, ternyata pria itu masih terjaga di depan laptopnya.
"Hm, belum." Senyuman tipis Marva berikan kepada wanitanya. Ia bangkit dari kursi dan berjalan mendekat. "Gimana hari ini? Apa ada pasien yang pulang?" Marva membuka pintu kamarnya lebar-lebar agar leluasa memandang wanita di hadapannya.
"Ya, syukurlah hari ini ada delapan pasien yang pulang." Fawnia menengadah kepada wajah Marva di atas.
"Syukurlah," ucap Marva. "Capek?" Pelan tangannya menyentuh permukaan pipi Fawnia. Ia elus pelan menggunakan ibu jari.
KAMU SEDANG MEMBACA
TETAP BERSAMA [DIROMBAK]
Teen FictionFawnia, dia adalah seorang Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa. Dia bekerja di rumah sakit milik Kakaknya. Berita mengenai kecelakaan proyek tak sampai di telinga Fawnia maka saat ia berniat menemui sahabatnya, Kira di IGD. Psikiater itu pun terkejut me...