IX - Milk

501 109 4
                                    

Don't forget to vote!

Happy Reading

Gangbuk, 13 Desember 2021

Salju berguguran dari angkasa layaknya daun yang terombang-ambing di udara. Dingin yang menusuk kulit mampu membuat semua orang menggigil di bawah naungnya. Tak terkecuali Gyeoul yang mulai merapatkan jaket tebalnya.

Dia berjalan di bawah rintik salju. Menggesek-gesek kedua tangannya di depan dada, mencari kehangatan lewat sentuhannya sendiri. Gyeoul bersenandung, melintasi lautan insan lalu berbelok ke arah kiri.

Ia berhenti tepat di depan sebuah arcade. Lantas menelisik, memandang ke sekitar sebelum memasuki area tersebut. Dia agak was-was lantaran kemarin sempat berseteru dengan anak-anak SMA Mabuk.

Lalu ia tersenyum hangat tatkala sapaan ramah Jungwoo menyapa indra pendengarannya. "Selamat sore juga, Paman," balas Gyeoul seraya membungkuk sekilas.

Jungwoo tersenyum. Keramahan dan kesopanan Gyeoul membuatnya segan untuk meluapkan amarah ketika gadis ini meminta diskon atas menu yang dipesannya nanti.

"Oke, oke. Kamu dapat diskon," finalnya.

Gyeoul bersorak girang. Akhirnya uang jajannya utuh tanpa terkuras. Dia pun bergegas menghampiri kasir, memesan menu yang diinginkannya.

Setelah itu ia duduk di meja yang biasa ditempatinya. Melungguh damai dengan senyum terpatri di wajahnya.

"Jangan senyam-senyum kaya orang gila!" peringat seseorang dari sisi kanannya.

Gyeoul berpaling, memandang Taehoon yang mendekat ke arahnya. "Ah, si bayi baru datang!" sambutnya tanpa menyisihkan godaannya.

Taehoon mendengus dengan cuping telinga merona lalu melirik ke arah Gyeoul yang mengenakan jaket tebal berwarna ungu. Selain maniak warna merah muda, ternyata gadis ini penyuka rona ungu.

"Bayi, sini duduk. Jangan berdiri!" titah Gyeoul seraya menepuk-nepuk kursi di sampingnya.

Taehoon berdecih, menilik tajam gadis yang tersenyum hangat kepadanya. Ia pun mendudukan diri di kursi sebelah kanan Gyeoul, mematuhi ucapan gadis itu. Meskipun kesal menggerogoti jiwa karena panggilan menggelikannya.

"Gimana sekolahnya?"

Taehoon mengernyit. Dia seperti ditanya oleh ibu tentang kehidupan sekolahnya.

"Biasa saja," katanya seraya mengusap daun telinga kanannya.

Gyeoul tersenyum tipis. Lalu mencubit pipi mochi Taehoon hingga si empuh mengerang sakit.

"Aku nggak suka dibohongin loh," ujarnya. Dia tidak bisa dibodohi karena tadi ia melihat luka memar pada tangan kanan Taehoon. Gyeoul cukup jeli dalam mengamat. Hampir tidak ada satupun yang luput dari pandangan ketika itu bersangkutan dengan kesayangannya.

Taehoon mendengus lalu menunduk seperti anak kecil yang ketahuan berkelahi. "Tadi dihadang anak-anak SMA Mabuk yang nggak ada angin, nggak ada hujan tiba-tiba ngajak baku hantam," jelasnya.

Gyeoul mengernyit. Ternyata siswa-siswa itu mengincar orang yang berada di dekatnya. Beruntung Taehoon jago beladiri, pasti bisa menang dengan mudah. Coba kalau Gaeul, dia yakin bakalan ada sesi tawuran solo antara dirinya dengan komplotan SMA Mabuk.

"Sakit?" tanya Gyeoul risau.

Taehoon menggeleng cepat. Lalu mengerang lirih saat tangan kanannya tak sengaja terantuk meja. Kerasnya benda itu membuat lara menyengat lengan kanannya.

Gyeoul terkekeh pelan lalu menggapai tangan kanan Taehoon yang dikibas-kibas oleh si empuh. "Jangan sok kuat, setiap orang punya batas toleran dengan rasa sakit," petuahnya seraya mengamat luka memar yang bersarang di buku jari pemuda itu.

Arcade Boy {Fem!Dom}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang