[H-3] Ada, Orang-Orang Seperti Mereka

401 41 0
                                    

Hiduplah untuk diri sendiri, jangan hidup dengan bekas yang diberikan orang itu, karena tak akan ada habisnya.

OoO

Secarik kertas lusuh terbenam di antara lipatan buku yang tak ingin aku buka. Dia bersembunyi di sana entah berapa lama, tapi tentang buku Jeko yang terus kutatap dengan perasaan pelik, memudar dan lapuk di dalam rak yang sulit untuk mereka temui.

Kalimat yang kubaca menyayat sekali. Seperti memohon ampun atas kesalahpahaman, atau tentang luka yang selalu ingin dia beri agar membentuk satu kenang-kenangan abadi.

Darahku seolah berdesir hebat, saat membalik kertas itu, namaku tertulis tinta tebal permanen yang tak akan mungkin hilang. Semua untukku, semua tentangku.

"Ayo naik, lo gak usah khawatir, Ibu gue pasti memberikan beberapa baju yang pas buat lo."

Motor hitam milik Fino siap mengantarkanku pada pulang yang lain, pulang yang tak aku ketahui akan melalui jalan mana, haruskah aku memasrahkan diri sekali lagi untuk menuju neraka sesungguhnya, atau pulang yang benar-benar menuju rumah.

"Ula. Jangan banyak mikir gitu, lo mau ketemu Dion-"

"Alula..."

Deg.

Kenapa dia datang di saat-saat seperti ini. Aku belum sempat menata hati, aku belum sempat membersihkan kepingan yang berserak kemarin. Bagaimana kalau Dion bertanya apa aku bahagia untuk ke sekian kali, aku harus jawab apa?

"D-dion-"

Bugh...

Mulutku terkatup rapat, tersungkurnya tubuh tegap Dion ke lantai membuat aku tak bisa bergerak. Kapan Fino mematikan mesin motornya lalu turun untuk menghantam rahang Dion, semua geraknya tak terlihat ketika aku membatu, rasanya sedang dililit tali, tak bisa beranjak, sulit bernapas.

Bugh...

"Aakhh."

"Sialan! Beraninya lo memperkosa anak gadis orang! Biadap lo!"

Bugh...

"D-dia bisa mati, Fino."

"Biarin aja mati, orang kek dia memang pantas untuk mati!"

Jeko. Dia berucap seolah dia juga dipantaskan mati setelah melakukan hal yang sama padaku. Apa Dion ikut menyusulnya?

"Fino."

Bugh...

Bugh...

"FINO!"

"Kenapa Alula? Bukannya lo mengatakan pada laki-laki ini supaya bisa membunuh gue? Hal yang sama pernah lo ceritain sama Jeko itu kan, dan dia juga mau membunuh gue."

Dalam keadaan babak belur, Dion masih bisa terkekeh. Bibirnya robek, darah meluncur lalu jatuh bertemu pasir. Dia masih susah bergerak atau enggan untuk bangkit. Dari tadi Dion membiarkan Fino memukulnya, bukan karena Dion lemah, tapi dia sengaja dan entah karena apa.

"Berani nyentuh Alula lagi. Saya habisi Anda sampai mampus!"

Dia menarik lenganku, mempererat genggamannya. "Ayo, Alula."

"Tolong jaga Ula, ya."

Suara Dion membuatku semakin merinding. Hanya dengan penuturan pelan itu, membuat tubuhku menggigil.

Samar-samar, melalui mulut bajingan yang telah dihajar Fino, terdengar suara 'lo bahagia?' sebuah pertanyaan yang membuat seluruh tenagaku terkuras.

Pelukan ini justru terasa kian gamang. Angin seolah membawaku terbang tinggi hanya untuk dihempaskan pada aspal keras, benturan-benturan yang siap mengoyak kulit tubuhku, kembali teringat bukan untuk diulang.

Janji 30 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang