Bab 5

517 60 4
                                    

Junhui membuka matanya begitu ia merasakan handphone nya berdering nyaring menandakan ia harus bangun sekarang. Ia punya janji dengan Mingyu, ia tidak boleh bermalas-malasan. Meregangkan tangannya sejenak, matanya melirik kearah samping dimana bantal guling dan selimut sudah terlipat rapi. Ah, ia lupa semalam Soonyoung menginap.

Saking dekatnya, mereka sudah terbiasa menginap di rumah satu sama lain. Tak aneh lemarinya hampir penuh dengan baju narsis khas Soonyoung begitu pula dengan pakaian nya yang beberapa ada di lemari Soonyoung. Biasanya Bunda selalu marah saat Soonyoung menginap di rumahnya. Rumah sepi, Bunda gak suka sendirian, begitu katanya. Tapi tidak tau kenapa Soonyoung selalu punya cara untuk membuat Bunda mengizinkannya menginap di rumah Junhui.

Rasa dingin membuat matanya membuka sepenuhnya saat kakinya menginjak lantai. Kepalanya melirik kesana kemari mencari sandal rumah yg selalu ia pakai sebelum menyadari, Soonyoung pasti memakainya. Uh, kenapa dia tidak menggunakan sandal yang lain sih.

Dengan wajah mengerut, Junhui melangkah keluar kamar menuju samar-samar suara dari arah dapur.

“Kemanisan dong Nu, kamu jangan ngaco.”

“Kenapa Lo pake sendal gue!!!??” teriakannya nembuat kedua orang yang ada di dapur terkejut. Seolah melihat harimau bangun dari tidurnya, Wonwoo bergerak menjauh dari area masak. Ia tidak mau membuat pagi ini semakin berisik kalau Junhui harus mengomel mempermasalahkan Wonwoo yang ada di dapur.

“Yaelah Ju, sendal banyak kali. Ambil aja yang lain, gak usah drama.”

“Ogah! Itu sendal spesial ada kucingnya! Balikin gak!?”

Soonyoung melirik kebawah, seketika menyadari ada empat telinga kucing kecil di sandalnya. “Alah kucing bohongan gini. Lu ambilin gue sendal dulu entar gue balikin.”

“Gak mau! Buru balikin!”

“Lo pake punya gue dulu aja Ju, nih pake. Sama-sama sendal kok.” Wonwoo mendekat, berusaha melerai dengan memberikan sandalnya.

Namun Junhui melotot, “Gak mau! Soonyoung tai buru balikin!!”

Wonwoo menghembuskan nafas sebelum berjalan mendekati Soonyoung berbisik pelan, “Kamu pake punya aku dulu nih, biar aku pake sendal yang lain.”

Dalam cemberut nya, Junhui diam diam menaikkan satu alisnya. Suara Wonwoo sangat pelan, tapi ia masih bisa mendengarnya sedikit. Aku kamu?

Mengesampingkan hal itu, ia memajukan bibirnya begitu Wonwoo mengembalikan sendalnya dan melirik Soonyoung yang masih menggerutu di depan kompor sambil membalikkan pancake yang ia buat. Melihat Junhui sudah diam, Wonwoo menghembuskan nafas pendek sebelum kemudian berjalan menuju ruang tengah.

“Lebay amat sih Ju, sendal doang.” Soonyoung menyodorkan sepiring besar pancake yang sudah jadi saat Junhui duduk di kursi pantry.

“Diem lo!” Junhui merengut, memindah dua buah pancake ke piring kecil dan menuangkan madu.

“Lagian, tumben banget lo jam segini udah bangun. Bikin heboh dunia aja,” kata Soonyoung mengikuti Junhui.

Air muka Junhui langsung berubah cerah begitu ia mengingat alasannya bangun pagi hari ini. Ia menggigit pancake sambil tersenyum malu-malu. “Gue mau jalan, hehe..”

“Hah!? Sama siapa? Lo punya pacar!?” tanya Soonyoung heboh.

“Siapa yang mau jalan?” Wonwoo menarik kursi disamping Junhui, masuk ke obrolan kedua sahabat itu.

“Nih abang lo Nu, udah punya pacar aja dia. Kok lo gak bilang gue sih Ju? Apalah arti persahabatan ini.”

Junhui memutar matanya melihat Soonyoung dengan dramatis menyentuh dada dengan kedua tangannya ditambah ekspresi sedih yang dibuat buat.

“Siapa yang pacaran si!” ucapnya kesal. Tapi sedetik kemudian senyum malu-malu nya kembali muncul. “Tapi, soon to be?”

🐶🐱

Ckrek ckrek.

Jepretan kamera memenuhi telinga Junhui begitu Mingyu beberapakali berhenti pada spot yang dia rasa bagus. Junhui mengekor di belakangnya sambil cemberut diam-diam.

Gue kira ini date, Junhui membatin. Kalo cuman mau hunting foto, terus ngapain Mingyu mengajaknya? Sendirian juga bisa. Toh gak ada gunanya mengajak dirinya karena dari tadi Mingyu sibuk sendiri. Bikin bete aja sih!?

“Hahhh...”

Junhui menghembuskan nafas panjang. Ia kira suaranya pelan, namun ternyata Mingyu sampai menoleh kearahnya.

“Eh kak, sorry. Lo pasti bete ya?” Mingyu mengalungkan kameranya, berhenti melangkah menunggu langkah Junhui menyamainya.

“Lo tuh dari tadi asik sendiri Mingyuuu, gimana gue gak bete,” kata Junhui sedikit menghentakkan kaki saat melangkah dan melipat tangan di dada.

Mingyu tertawa geli, tangannya terjulur mencubit pipi Junhui. “Lo lucu banget sih kak.” Tanpa Mingyu sadari, pipi Junhui langsung merona, detak jantungnya berdetak kencang seketika.

“Lo bilang gak bisa motret kan? Sini deh gue ajarin.” Jantung Junhui semakin berdetak tak karuan saat Mingyu mengalungkan kamera pada lehernya dan tangannya merangkul bahu Junhui. Aduuh gue mati beneran kalo kayak gini caranya.

Jadi ini tuh buat....nah terus...” suara Mingyu sangat dekat di telinganya. Junhui mendengar semuanya dan tangannya bergerak sesuai dengan instruksi Mingyu tapi pikirannya melayang, memperhatikan bagaimana nafas Mingyu beberapa kali menerpa lehernya.

Sebenarnya, Junhui sering memperhatikan Wonwoo saat memotret. Saudaranya itu punya banyak koleksi kamera di kamarnya. Setiap hari Wonwoo mengelapnya, memastikan tidak ada debu yang menempel. Seringkali Wonwoo juga menawarinya untuk belajar memotret, tapi Junhui selalu menolak. Ia tidak suka hal-hal yang ribet macam begitu. Handphone saja sudah cukup ya kan?

Yah, mungkin nanti ia harus banyak bertanya pada Wonwoo. Mau tak mau Junhui harus belajar hal yang disukai Mingyu kan?

“Nah kalo lo megang nya kayak gitu, entar hasilnya bakal kayak gini.” Gerah dengan Mingyu yang berada terlalu dekat dengannya, Junhui menyerahkan kamera pada Mingyu.

“Ah udah lah, gue laper,” katanya, berjalan menjauhi Mingyu. Mau bagaimanapun juga ia harus tetap waras.

Junhui masih bisa mendengar Mingyu terkikik di belakangnya. Ia berjalan, berusaha terlihat biasa dan akhirnya masuk ke sebuah restoran Pizza.

“Lo kenapa ngambil fotografi?” tanya Junhui begitu pizza yang mereka pesan sampai. Mingyu duduk di depannya, masih mengotak ngatik kamera. Junhui bisa lihat itu bukan salah satu kamera koleksi Wonwoo. Jadi mungkin kameranya sendiri?

“Karena gue suka motret. Gue suka seni.” jawab Mingyu.

Alis Junhui mengerut sejenak, sedikit tak mengerti. Kenapa Mingyu suka memotret, padahal dia sendiri cocok untuk menjadi sorotan dalam sebuah potret. Yah, maksud Junhui, “Kenapa lo gak jadi model aja?”

“Muka gue cocok jadi model ya kak?”

Mata Junhui mengerling melihat Mingyu yang memasang wajah genit. “Yaaa cocok cocok aja sih? Lo ganteng, Lo juga tinggi. Mendukung banget.”

Mingyu tertawa setelah meneguk air putih yang ia pesan. “Makasih udah bilang gue ganteng. Lo juga tinggi, cantik juga.”

Hah!? Junhui berhenti mengunyah seketika. Jantungnya kembali berdetak gila. Anjrit! Lo bilang gue apa!!??

***

jadi ya gitu ya. Hehehe... Juni nya lagi bahagia dulu, gak tau aja dia badai sedang menunggu wkwkkw. Makasih dah baca dan vote. Sehat sehat terus ya teman-teman.

Sampai jumpa lagi!

•yuaa

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang