Bab 17

476 58 17
                                    

“Juju mau ngekos.”

“Nggak!”

“Won...” penolakan Wonwoo langsung mendapatkan peringatan dari Papa. Ia mengabaikannya, fokus menatap Junhui yang menatap makanan di depannya tanpa minat.

“Ju, Plis...” suara Wonwoo memelas, namun Junhui tetap diam. Ia sudah memikirkannya dari pagi setelah kembali dari makam. Ia merasa butuh waktu untuk berhadapan dengan Wonwoo —untuk kembali terbiasa dan menganggap seolah tidak terjadi apa-apa. Junhui tidak bisa secepat itu menerima fakta yang baru ia ketahui. Apalagi yang sengaja Wonwoo tutupi darinya. Selama bertahun-tahun.

“Juju kenapa pengen ngekos?”

Junhui terdiam, menyuapkan satu sendok makanan ke mulutnya. “Ya, pengen aja.”

Suasana jatuh dalam keheningan panjang. Hanya terdengar suara dentingan peralatan makan yang mereka gunakan juga Junhui yang menunggu dengan was-was apa yang akan Papa katakan setelah ini. Sementara Wonwoo, ia terus menatap Junhui berusaha membuat kontak mata —yang membuat Junhui justru sengaja untuk tidak menatapnya.

“Papa bentar lagi udah harus balik kerja.” Wonwoo menatap Papa, sedikit berharap. “Kalo Juju mau ngekos yaudah.”

“Pa!” Kursi berdecit begitu Wonwoo berdiri, menyuarakan penolakan nya lagi. “Papa gak mikirin Wonu!? Kalo Juju ngekos, Wonu sendirian di rumah!”

Papa menatap Junhui sejenak, kemudian beralih pada Wonwoo. “Kalo Papa larang, Juju pasti punya jalan lain. Iya nggak? Juju bisa aja gak pulang-pulang kayak kemaren kamu bilang.”

“Iya tapi kan... Ma..” Wonwoo menatap Mama, meminta bantuan.

“Yaudah gini aja. Juju mending tinggal di rumah Mama gimana? Biar Jeonghan sama Wonwoo disini.”

Jeonghan yang mendengar itu mengangkat kepalanya dengan mulut penuh. Matanya bergerak melihat kearah Papa menuju Wonwoo, kemudian Junhui dan yang terakhir melihat Mama.

“Lah kenapa Jeonghan?” mata Jeonghan langsung berkedip begitu Mama melotot, mengisyaratkannya untuk diam.

“Hm... Bagus tuh idenya Mama. Juju gimana?” Papa meletakkan sendok, menatap Junhui yang masih menunduk diam. “Papa bukannya gak mau bayar kos, kamu tau kan? Papa lebih khawatir kamu hidup sendirian Ju.”

Junhui berpikir cepat. Mungkin lebih baik memang ia tinggal bersama Mama. Dengan begitu ia juga bisa sedikit mengorek-ngorek informasi tentang Ibu kandungnya di rumah Mama nanti setelah Papa pergi. Selain itu, rumah Mama juga lebih dekat dengan Bunda, jadi ia bisa... oke.

“Yaudah,”

Dengan jawaban Junhui yang jelas jelas setuju, Wonwoo beranjak berdiri. Mama dan Papa bahkan tidak menanyakan pendapatnya. Tinggal di rumah Mama sama halnya tidak bisa membuat Wonwoo sedikit tenang. Tetap saja ia dan Junhui akan berjauhan, dengan keadaan mereka yang masih belum baik. Itu bahkan lebih buruk.

Pintu berdebam nyaring begitu Wonwoo masuk kedalam kamar. Semua yang ada di meja makan tersentak kaget, terkecuali Junhui yang diam, sangat hafal dengan kebiasaan marah Wonwoo.

Setelah makan siang hari itu selesai, Junhui memutuskan untuk mengambil tas nya yang berada di kosan Jihoon. Ia sedikit merasa lucu begitu tas itu sudah rapi dengan baju-bajunya yang terlipat juga map coklat di dalamnya. Junhui kembali dari kosan Jihoon sangat cepat, kebetulan dengan si pemilik kos yang akan pergi. Dan Junhui mengangguk saja, segera mengendarai motornya menuju rumah Mama.

Tapi begitu ia sampai di gerbang, Junhui malah terdiam. Ia teringat Soonyoung, juga Bunda yang tak jauh dari tempatnya sekarang. Ia masih belum berbicara dengan Soonyoung, tapi Soonyoung selalu mengirimkan pesan walaupun tak Junhui balas.

Pesan terakhir adalah saat Soonyoung mengantarkan brownies untuk Junhui, tadi pagi. Brownies nya sudah habis Junhui makan, tapi ia belum berterima kasih. Dan itu cukup menjadi alasan untuk Junhui kembali melajukan motornya menuju rumah Soonyoung. Ia masuk memarkirkan motor, melihat rumah yang senyap.

Tangan Junhui bersiap membuka pintu, tapi pintu lebih dulu dibuka dari dalam. Membuat Junhui terdiam, melihat Soonyoung yang membukanya. Ia mendengus, tapi tangannya terentang —membuat Soonyoung mengerti dan langsung mendekat memeluknya.

“Juju! Gue kangen banget sama elo Ju! Lo udah gak marah kan sama gue??” Soonyoung berteriak keras, membuat Bunda keluar dari kamar dan langsung mendekat berebut untuk memeluk Junhui.

“Juju! Sayangnya Bunda... Sini sayang, Bunda kangen..” Junhui menghempaskan Soonyoung kesamping, menerima pelukan erat Bunda —yang seperti sudah tak melihatnya selama satu tahun.

“Tadi Bunda bikinin brownies buat kamu loh, di makan nggak?”

“Iya dong, udah Juju habisin.” Junhui tersenyum, matanya melirik Soonyoung dari samping —menunggu giliran untuk berbicara dengannya.

“Beneran? Mau Bunda bikinin lagi nggak? Atau kamu pengen yang lain? Bunda bisa bikin sekarang.”

Dari gelagat Bunda yang tidak akan melepaskannya dengan mudah, Junhui akhirnya mengangguk demi bisa berbicara dengan Soonyoung. Ia memperhatikan saat Bunda menuju dapur dengan wajah gembira, sementara dirinya menyeret langkah menuju kamar Soonyoung.

“Haaaaaah...” ia merebahkan tubuhnya, mengembuskan nafas panjang.

“Ju, lo udah gak marah kan sama gue?”

Marah? Junhui berfikir. Bukankah ia dulu berkata tidak akan marah jika Soonyoung berpacaran dengan Wonwoo? Tapi itu bukan tentang hubungannya! Batin Junhui berisik, menatap Soonyoung lamat.

“Udah nggak kayaknya.” Junhui menjeda sebelum beranjak duduk untuk melanjutkan. “Gue gak marah sama hubungannya Nyong. Gue marah karena lo gak ngasih tau gue. Kayak sia-sia aja kita temenan dari jaman smp, tapi lo masih belom percaya sama gue.”

“Ju plis jangan ngomong gitu.” Soonyoung beringsut duduk di samping Junhui, memegang tangannya. “Nggak ada yang sia-sia. Justru gue, apalagi Bunda seneng banget bisa ketemu sama lo. Ini emang salah gue, gue..” Soonyoung menjeda sejenak.

“Gue minta maaf. Lo bahkan hafal sama sandi rekening gue, lo hafal sama semua yang gue sebut rahasia, jadi bukan karena gue gak percaya sama lo Ju.”

Junhui mendengarkan dengan cermat. Mendiamkan hatinya untuk tidak memaksa  Soonyoung bercerita jika ia tidak bisa. Mata Junhui kemudian memperhatikan pakaian Soonyoung yang sangat jelas ia kenali dengan setelan berpergian. Merasa aneh, ia bertanya.

“Lo mau pergi?”

Soonyoung menatap pakaiannya, “Iya, tapi gak jadi. Lo lebih penting.”

“Waw beneran? Anjir gue berasa udah jadi orang penting.” Junhui sedikit tergelak, memeluk Soonyoung dan kemudian keduanya berguling ke belakang.

“Juju anjir serius dulu bisa gak sih!? Lo mau dengerin cerita gue kaga?”

***

Emang kayaknya kata TAMAT tuh keramat banget ya. Di part sebelumnya aku udah pernah bilang, terus malah jadi stuck dan akhirnya kembali memanggil bala bantuan kak chulsooyongjun untuk membantuku ke jalan yang benar. 😭😭

Terus aku juga lagi insecure, lagi ngerasa ada yang aneh sama cara nulis aku. Padahal dari dulu udah begini, aku udah sering muji muji tulisanku sendiri, keren lah bagus lah, apalah tapi ngerasa gak cukup. Biasalah ya, problem manusia🤧

Gitu deh, sampai jumpa lagi ya! Makasih udah baca dan vote.

•yuaa

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang