Bab 20

611 47 19
                                    

“Yaudah gue temenin.”

Ada kemungkinan Wonwoo ditendang begitu saja saat dirinya berbaring disamping Junhui. Tapi ternyata Junhui hanya diam, tak bergerak sedikitpun. Keheningan diantara mereka terasa sangat nyaman, sudah lama Wonwoo tidak merasakannya. Berbagi ruang hanya diisi dengan hembusan nafas keduanya.

Kepala Wonwoo menoleh, memperhatikan Junhui yang menghembuskan nafas berat. Ia beralih posisi menyamping, untuk melihat Junhui lebih jelas.

“Ju,” Junhui berdehem, saat suara Wonwoo memanggilnya.

“Ju, sini...” tangan Wonwoo menepuk-nepuk ruang kosong di sampingnya, sementara Junhui hanya menatap lamat sebelum akhirnya mendekat, berbaring dengan Wonwoo yang memeluknya.

“Kapan sih terakhir lo meluk gue? Lo kurusan tau.” suara Wonwoo sangat pelan, seperti musik pengantar tidur di telinga Junhui.

“Sok tau, bukan gue yang kurusan. Lo yang makin gede.” mata Junhui terpejam sejenak, menjawab tak kalah pelan.

“Tadi lo darimana?”

Menimang-nimang sejenak, keraguan Junhui untuk bercerita muncul. Wonwoo tahu Mingyu, apakah tidak apa-apa jika Junhui bercerita tentang hubungannya dengan Mingyu? Tapi bisa saja Wonwoo membantu menasihatinya kan?

“Lo tau kan gue lagi deket sama Mingyu?” dagu Wonwoo terasa membentur pucuk kepalanya saat mengangguk.

“Mingyu ngajak ketemu di kafe. Tapi belum beres gue parkir, gue lihat Mingyu keluar kafe sama cowok. Mereka debat, terus katanya Mingyu masih sayang sama dia. Gue denger namanya Hao. Jadi cerita Mingyu yang gamonin mantannya itu bener ya? Kalo gitu gue salah dong ya, deketin Mingyu? Menurut lo gimana?”

“Kenapa lo harus ngerasa salah Ju? Lo gak salah sama sekali. Gue gak tau dari kapan lo deket sama dia, kalo gue tau mungkin gue bisa larang dari awal. Udah tiga tahun Hao pacaran sama Mingyu, putus nyambung. Dari awal dia sadar hubungan mereka toxic, Mingyu kayak gak niat bener-bener lepas dari Hao. Sebulan putus, balik lagi, dua bulan putus balikan. Belum lagi, orang yang deket sama Mingyu pasti kena gosip anak kampus Ju, mending lo jauh-jauh.”

Bibir Junhui mencebik, tak menjawab ataupun mengelak.

“Terus gimana?” Wonwoo lanjut bertanya.

“Ya gak gimana-gimana, gue gak jadi parkir. Lagian Mingyu juga belom liat gue, jadi gue pulang. Liatin kalian lagi ngobrol sampe gak sadar gue udah disitu.” mereka terdiam untuk sesaat. Tepatnya Wonwoo sengaja mengulur waktu.

“Ju...” suara Wonwoo berubah berat.

“Hm...”

“Gue minta maaf ya? Papa udah kasih tau kan kapan berkas itu dikasih ke gue? Lo mungkin lupa, waktu udah baca berkas itu gue gak mau keluar kamar selama satu minggu. Gue gak mau ketemu sama lo karena gue gak percaya kita bukan saudara kandung. Dari bayi kita selalu bareng, dan waktu itu belum lama Mami sama Papi pergi, gue takut kalo lo tau lo bakal pergi juga. Liat reaksi lo kemaren, kayaknya emang gue yang salah, gue egois. Andai lo tau dari dulu, mungkin lo gak bakal semarah ini.”

“Sama gue juga minta maaf udah mukul lo, sampe bikin lo sakit. Gue harusnya gak marah perihal lo nyebut nama lo pake marga Mama Heejin. Gue keterlaluan banget ya Ju?”

Junhui ingat sudah bilang tidak ingin berbicara sekarang. Mungkin karena momen nya yang pas, Junhui hanya bisa terdiam, tiba-tiba merasa ingin menangis.

“Gue juga minta maaf udah bikin drama. Harusnya gue dengerin dulu bukan malah kabur-kaburan gak jelas. Gue sebenernya malu waktu denger Papa cerita di makam Mama. Gue childish banget. Terus kan gue juga udah mukul lo, anggap aja impas.”

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang