+3

521 46 2
                                    

Hari-hari sebelum Junhui pergi berlibur seperti yang ia bilang, dirinya sempat ragu. Junhui sungguh ingin pergi sendiri, akan jadi perjalanan mandirinya untuk yang pertama kali selama Junhui hidup. Tapi Junhui juga takut, ia terbiasa ditemani sejak kecil. Apapun jika tidak dengan Wonwoo, maka Joshua atau Jeonghan akan menemaninya, membantunya dalam segala hal.

Setelah mengatakan niatnya pada Wonwoo hari itu, pikiran Junhui sebenarnya selalu berubah-ubah. Ajak Jihoon atau tidak. Junhui sangat tahu tabiatnya sendiri yang kadang ceroboh dan gegabah. Jika ia bersikukuh pergi sendiri, mungkin ia tidak bisa bertahan lama dan malah menginginkan pulang secepatnya. Selain itu Mama juga mengancamnya.

Pergi ditemani atau tidak sama sekali.

Jadi yasudah Junhui mengajak Jihoon, yang dengan sumringah langsung mengiyakan. Tanpa sepengetahuan orang lain saat itu, Junhui sengaja meninggalkan ponselnya dikamar Jeonghan. Jihoon bahkan mengumpat sesaat setelah mereka sampai di bandara.

“Kan ada handphone elo Ji? Jadi nanti gue ikut telpon aja sama Papa kalo duit udah abis.”

“Ju!?”

Junhui tak lagi menjawab, ia berjalan mendahului Jihoon. Ia sudah sangat hapal kebiasaan keluarganya. Jika Junhui membawa ponselnya, mereka akan bergantian menelponnya. Terutama Wonwoo dan Mama. Ia yakin tidak akan bisa menghabiskan liburannya dengan tenang melewati itu.

Dan benar saja, Junhui menghabiskan waktu paling menyenangkan selama dua bulan tanpa panggilan Wonwoo atau Mama sekalipun. Panggilan mereka melalui handphone Jihoon direject semua, ia hanya sesekali membalas pesan Jeonghan dan Joshua menggunakan pesan suara. Lalu kemudian Mama dan Wonwoo juga mulai mengirimi pesan alih alih telepon.

Dua bulan di Bali terasa sekejap mata. Setiap hari ia pergi ke pantai, belajar berselancar atau sesekali pergi mencari spot spot indah yang tersembunyi disepanjang Bali bersama Jihoon. Junhui bahkan banyak berkenalan dengan orang, entah itu turis asing yang belajar selancar bersamanya atau tukang kelapa muda yang selalu Junhui lewati menuju vila.

Ajaibnya, Junhui cepat sekali bersosialisasi dengan semuanya hingga liburan ini terasa seperti bagian dari hidupnya sejak lama. Ia juga banyak berpikir terbuka dan merenung selama mengenal banyak orang dan cerita mereka.

Dan Jihoon juga... ternyata keputusan Junhui mengajak Jihoon sangat benar. Karena sahabatnya itu sering mengajaknya deep talk sambil memandangi gelapnya lautan di malam hari. Junhui jadi merasa... jauh lebih baik.

Sehari sebelum mereka kembali pulang, Junhui mengepak koper dengan riang. Ia bahkan membeli koper baru untuk semua oleh-oleh yang ia bawa.

“Bahagia bener kayaknya beresin koper. Punya gue sekalian gih,” kata Jihoon saat ia melirik Junhui yang tersenyum mengepak pakaiannya.

“Iyaa dong. Gue bahagia banget mau pulang, Mama sama Wonu bakal kaget gak ya nanti? Semoga Kak Shua gak cepu deh.”

Jihoon tersenyum kecil, kembali fokus pada handphone di tangannya. “Gak sedih ninggalin Bali?”

Suasana yang tiba-tiba hening membuat Jihoon merasa bersalah untuk sejenak. Junhui terdiam, bibirnya menekuk ke bawah dengan mata yang menatap jendela yang langsung mengarah ke laut.

“Sedih sih. Dua bulan cepet banget. Baru kemaren rasanya gue kesasar pas mau balik vila, sekarang udah tau jalan malah harus balik.” tangan Junhui kembali bergerak melipat baju.

“Lagian sekarang gue juga udah baik-baik aja. Kalo gue nurutin mau gue, stay disini sampai bulan depan, lebih susah buat gue balik. Jadi dua bulan kayaknya udah cukup. Gue juga udah kangen sama kehidupan gue di Jakarta.” Junhui menutup koper begitu selesai memasukkan semua bajunya.

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang