Bab 15

451 57 9
                                    

Junhui terbangun dengan suara samar teriakan Joshua di luar kamar nya. Kepala Junhui masih sakit, matanya terasa kabur saat terbuka. Ini adalah hari keduanya ia sakit, dan Junhui bersyukur orang-orang yang berada di luar tidak memaksanya untuk berbicara. Junhui cukup merasa nyaman sekarang.

Suara Joshua mulai masuk ke telinganya lebih jelas saat Junhui sudah benar benar bangun. Ia beranjak duduk, bersandar pada tumpukan bantal, diam diam mendengarkan.

“Jadi cuman Shua sama Juju yang gak tau!? Han!? Lo udah tau dari dulu? Pas gue tanya kemaren kenapa Wonu sama Juju bisa berantem, kenapa gak lo jawab!?”

“Shua tenang dulu...” suara Mama tidak Joshua dengar. Ia terengah marah menatap Jeonghan.

“Ya emang apa bedanya lo tau dulu apa sekarang? Gak bakal ada yang berubah, itu bocil tetep keluarga kita.” Jeonghan menjawab tenang.

“Apa bedanya!?” Joshua membeo menunjuk Wonwoo dengan telunjuknya. “Terus dia!? Kalo Juju tetep keluarga kita kenapa dia bisa ngamuk nyiksa Juju sampe sekarang sakit!?”

Wonwoo tertegun saat Joshua mengingatkan nya pada perbuatannya kemarin. Ia menunduk, merasa malu dan menyesal. Sejenak ia merasa takut dengan kemungkinan Junhui yang akan benar-benar membencinya dan tidak mau berbicara padanya.

Mengingat Junhui adalah orang yang keras kepala, Wonwoo juga tak yakin apa yang akan Junhui lakukan setelah Papa memberitahunya nanti.

“Gak usah drama deh Shu!!”  Jeonghan ikut berdiri menghadap Joshua. “Pa! Liatkan!? Kata Jeonghan juga mending Shua gak usah tau!! Lo tau atau enggak pun gak akan ada yang berubah!”

“Oh jadi gue gak berhak tau!? Gue outsider gitu ceritanya!?”

“Bukan gitu juga!”

“Ah udahlah! Lo mana pernah tau rasanya gak tau apa-apa!”

Joshua mengakhiri debat itu, kemudian ruangan hening. Namun yang tak disangka Junhui, Joshua justru memasuki kamarnya. Mata Joshua membulat sejenak, melihat Junhui yang sudah terjaga, menatapnya.

“Hai...” Joshua menyapa. “Udah bangun ya.” ia memilih duduk di samping Junhui, memberikan segelas air dari atas nakas.

“Masih panas gak?” tangan Joshua terulur menyentuh dahi Junhui, mengabaikan Junhui yang menatap Joshua sambil minum. “Kayaknya besok juga sembuh. Lo jangan skip minum obat Ju.”

Joshua menatap wajah Junhui, tak bisa menahan tangannya untuk mengelus rambut lepek Junhui dan memperhatikan luka di wajahnya. “Si Wonu mukul lo kenceng banget, mau gue bantu bales gak?”

Gurauannya itu berhasil membuat Junhui tersenyum. Joshua ikut tersenyum, tangannya turun pada dagu Junhui.

“Kalo ini kenapa Ju?”

“Jatoh dari motor...” suara Junhui keluar pelan. Joshua terdiam, menatap selimut diatas perut Junhui.

“Kemaren sore, Mingyu anterin motor loh bareng Jihoon.”

Mata Junhui berbinar, “Beneran?” tanyanya semangat.

“Iya. Kuncinya udah Jeonghan taroh di tempat biasa.” Joshua berkata setelah terkekeh pelan. “Katanya dia pengen liat lo, terus Jeonghan larang soalnya lo lagi tidur.”

Binar di mata Junhui langsung redup, tanpa sadar bibirnya maju sambil menunduk, membuat Joshua lagi-lagi terkekeh mengelus kepala Junhui.

“Makanya lo cepet sembuh, nanti udah sarapan minum obatnya lagi ya?” Junhui mengangguk dan setelah itu keduanya terdiam.

“Kak... Lo baru tau ya?” Junhui bertanya, mendongak menatap mata Joshua.

Joshua menghembuskan nafas, “Iya. Gue inget si Wonu nyebut Moon gitu pas ngamuk, gue tanya dan Papa ceritain semuanya.”

“Terus?”

“Gak ada terusan nya. Lo emang adek gue Juni. Keluarga gue.” Joshua membuka selimut Junhui, membaringkan dirinya disamping Junhui. “Gue gak punya hak buat cerita, jadi nanti biar Papa yang cerita, dan lo gak boleh kabur-kaburan apalagi nganggep kita orang asing, ya?”

😼🐯

Pagi-pagi sehabis jogging, Soonyoung kembali ke rumah dengan raut suram. Keringat menetes dari rambut menuju pipinya, namun ia bergeming tidak merasa terganggu. Ia mendudukkan dirinya di sofa teras, teringat percakapannya dengan Wonwoo semalam.

“Won, aku udah bilang Bunda.” Wonwoo terdiam cukup lama sebelum menjawab.

“Terus gimana?” suaranya terdengar lelah, tak bersemangat.

“Bunda bilang asal aku bahagia, Bunda ikut seneng.” Soonyoung meraih guling, memeluknya. “Tapi wajah Bunda kayak gak seneng, Bunda langsung pergi selesai aku cerita.”

“Pelan-pelan aja Soonyoung,”

Soonyoung berdehem mengiyakan, sebelum Wonwoo bersuara lagi.

“Kamu bahagia gak?”

“Gak ada alesan yang bikin aku gak bahagia pacaran sama kamu.” Soonyoung menjeda, “Tapi Juju gimana? Aku belom ngomong sama dia.”

Wonwoo terdiam sangat lama untuk yang kedua kalinya saat itu. Soonyoung mendengar helaan nafas panjang setelahnya.

“Soonyoung nanti dulu ya? Dia lagi sakit. Mm... Aku sama Juju juga ada urusan yang lebih penting dari ini. Maaf ya,”

Urusan apa? Apakah itu yang membuat Wonwoo mencari Junhui kemarin? Soonyoung tidak merespon. Mereka berdua sama sama terdiam.

“Kamu gak apa-apa?” Soonyoung bertanya pelan.

“Hm? Aku?”

Setelah itu Soonyoung tidak tahu harus bagaimana. Wonwoo hanya bercerita secara garis besar, kalau dia dan Junhui bertengkar kemudian Wonwoo menjadi kasar dan sekarang Junhui sakit. Soonyoung tidak tahu kalau Wonwoo memang semengerikan itu saat hilang kendali.

Soonyoung mengenal Junhui dari SMP, selama itu mereka juga sering bertengkar. Yang bohongan ataupun yang asli sampai gigi Junhui goyang di tonjok Soonyoung. Ia kira sepasang anak kembar mungkin pernah mengalami pertengkaran yang hebat lebih dari saat dirinya bertengkar dengan Junhui. Jadi ia cukup terkejut saat Wonwoo bilang pertama kalinya mereka bertengkar menggunakan otot.

Sambungan mereka terputus saat Wonwoo bilang ia mengantuk, dan Soonyoung mematikan nya lebih dulu. Membiarkan Wonwoo beristirahat sementara dirinya semakin tak karuan sampai saat ini. Junhui yang mengaku tak pernah sakit itu akhirnya sakit juga.

Terlalu lama berada di luar, Soonyoung akhirnya melangkah masuk, disambut suara mixer yang berdengung di seluruh rumah. Ia melihat Bunda berdiri di dapur, namun ia ragu untuk mendekat.

“Ngapain berdiri disitu?”

Soonyoung bingung, “O..oh nggak.”

“Bunda bikin roti, sini. Kamu belum sarapan kan?” Oke, baiklah. Soonyoung akhirnya mendekat mendudukkan dirinya memperhatikan Bunda yang tampak sangat normal pagi ini.

“Bun.” Soonyoung memanggil.

“Apa?” Bunda mematikan mixer, membentuk adonan pada loyang. “Nanti tolong kamu anterin roti ke tetangga sebelah ya, terus sekalian anterin brownies juga buat Juju. Juju suka sama brownies nya Bunda.”

Sebentar... Apakah Bunda tidak ingat percakapan mereka kemarin? Pergi ke rumah Juju sama saja dengan ia pergi ke rumah Wonwoo. Atau justru...? Apakah Bunda sudah memberinya restu?

***

Jadi gini... Sabtu pagi Jihoon dateng ke rumah Juju, terus juju tidur Jihoon pulang sorenya nganter motor bareng Mingyu. Mingyu pasti bingung bgt, soalnya yg nerima motor tuh jeonghan mana galak bgt pas bilang mau liat Juju wkwk.

“Juju masih tidur, entaran aja dah lu liat dia. Pulang sana.”

Mingyu gak tau Juni tuh adik sepupu mereka, apalagi saudaranya wonu. Jadi dia nanya ke Jihoon deh. Tapi Jihoon juga jadi bingung jawabnya gimana, soalnya dia udah tahu mereka bukan sodara kembar. Jadi dia ikut script aja, “Wonwoo kembarannya si Juju.” gitu WKWKWK

Chap selanjutnya, kita cerita sedih sedihan dulu. Poor Juju 😢.

Btw makasih dah baca, bentar lagi tamat🤧😭

•yuaa

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang