Bab 9

435 52 18
                                    

Dulu Junhui masih ingat, saat itu ia sedang bermain PS di ruang tengah bersama Soonyoung. Banyak kata makian dan suara tawa yang riuh, sementara Wonwoo hanya duduk sambil membaca buku disamping mereka. Namun akhirnya Wonwoo marah, menyuruh Junhui dan Soonyoung untuk tidak terlalu berisik.

"Berisik! Bisa gak sih pelanin dikit!?"

Junhui dan Soonyoung saat itu saling pandang, jarang sekali Wonwoo marah. "Yeeh mending ikutan deh Won, seru tau. Ngikut sini," ajak Soonyoung.

"Tau, mending ikutan Won. Baca buku mulu, keluarin dong energi Gemini lo." tambah Junhui, yang membuatnya bertos dan kembali tertawa dengan Soonyoung. Junhui tidak menghiraukan Wonwoo yang terdiam saat itu dan langsung masuk ke kamarnya.

Semasa masa sekolah dari SD sampai SMA dan sekarang pun, Junhui sering mendapati orang-orang meragukan mereka adalah anak kembar. Tidak ada kemiripan antara Wonwoo dan Junhui. Wonwoo memiliki mata monolid, Junhui bermata belo. Bibir Wonwoo kecil tebal, Junhui memiliki bibir lebar berbentuk hati. Alis Wonwoo lebat, Junhui bahkan selalu marah karena alisnya terlihat hampir botak. Wonwoo selalu pendiam dan berwibawa, sedangkan Junhui terlalu cerewet dan pecicilan.

Junhui menyandarkan punggungnya setelah banyak berpikir. Ia menatap berkas yang masih berantakan didepannya, bersama fakta yang melekat bersamanya.

Perasaan Junhui tak karuan. Ia marah, karena Wonwoo pasti sudah mengetahuinya lebih dulu. Ia bingung, kemana Ibu kandungnya? Kenapa mami papi mengadopsinya? Kenapa dan kenapa. Banyak pertanyaan dalam kepala Junhui.

"Aarrrgghhh!!!" Junhui berteriak, mengacak-acak rambutnya frustasi. Air mata mulai menetes melewati pipinya.

"Kok lo gak bilang sama gue sih Won..." Junhui terisak, tergugu menyadari mungkin setelah ini tidak akan sama lagi. Wonwoo bukan saudara kembarnya, mereka tidak akan saling memiliki lagi dan Junhui akhirnya akan sendirian.

Drrt drrt

Tangan Junhui meraih ponsel yang tak jauh darinya, menjawab panggilan yang tak jelas dari siapa, terhalang oleh air mata.

"Halo?"

"Ya?" Junhui menjawab serak, menyadari itu Mingyu.

"Kak, lo nangis?"

"E..nggak." tapi isakan nya semakin keras."Hiks... Mingyu, gue sedih banget. Huhu,"

"Eh kenapa? Gue buat lo sedih ya?"

Junhui tak menjawab, ia malah menangis keras dan Mingyu akhirnya diam mendengarkan Junhui menangis sesenggukan. Mereka tetap seperti itu sampai akhirnya Junhui berhenti.

"Udah nangisnya?" Junhui berdehem pelan.

"Kenapa nangis sih? Mau cerita?" Tidak. Mungkin ini bukan saat yang tepat untuk menceritakannya pada oranglain.

"Kenapa nelpon?" Junhui mengalihkan pembicaraan.

"Gue gak boleh ya nelpon lo? Ikut nangis nih gue..." Junhui tersenyum salah tingkah.

"Ih Mingyuuuu bukan gitu maksudnya..."

"Gue kangen suara lo, emang gak boleh ya? Video call boleh gak?"

Oh mana mungkin Junhui menunjukkan wajahnya yang memerah dengan mata yang bengkak? Malu!

"Gue lagi jelek, Gyuu," jawabnya menahan senyuman semakin lebar.

"Lo mana pernah jelek sih Kak. Pasti wajahnya merah abis nangis kayak babi."

"Kok babi sih!?"

"Babi yang pink itu loh kak, sama sama lucu kan?" tawa rendah Mingyu membuat Junhui mengerutkan dahi, kesal.

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang