Kalau ditanya lebih sakit mana, Junhui tidak tahu akan menjawab yang mana. Sakit hatinya atau luka di lutut dan telapak tangannya karena tergores aspal. Semuanya terasa sakit, sampai tak sadar bagaimana dirinya berakhir di sisi jalan dengan kerumunan kecil yang menanyakan keadaan nya sekarang.
“Sakit banget ya Mas? Ini minum dulu, biar tak obatin lukanya.”
“Kenapa pak?”
“Eh Mas udah mau pulang? Anu, tadi mas ini jatoh di tengah jalan. Kayaknya sakit banget, mas nya sampe nangis. Saya tanya gak di jawab.”
Junhui dengan samar mendengar percakapan mereka, juga bisikan Ibu-ibu tak jauh darinya yang merasa kasihan melihatnya menangis. Tapi Junhui bergeming, menatap kosong ke depan dengan telinga yang terasa di masuki kapas.
“Bentar.. ini mah kenalan saya pak.”
“Wah kebetulan kalo gitu, ajak ngomong gih Mas, kasih minum dulu.”
Kemeja Junhui kotor saat hendak menggunakan ujung lengan untuk mengelap air matanya. Ia mendengus, mencoba berdiri, ia ingat menyimpan tissue di tas laptop nya.
“Kak, jangan berdiri dulu.” Junhui mendongak, menatap wajah di depannya yang terlihat buram.
“Ini gue, Mingyu.”
Junhui berkedip cepat, berusaha melihat jelas. Dan Mingyu kemudian membantu nya menyeka air matanya dengan lengan jaket yang ia kenakan.
“Mingyu...” panggil Junhui serak.
Mingyu terdiam, membuka tutup botol air minum, menyerahkannya pada Junhui. “Minum dulu.”
Junhui menurut, meminum air dengan tangan gemetar. Ia melihat Mingyu yang tengah menatapnya, merasakan bagaimana tangan Mingyu menyentuh hidung dan dagunya.
“Ini juga luka,” gumamnya. Mingyu mengeluarkan sapu tangan di tas nya, kemudian mengelap telapak Junhui yang kotor oleh luka baret dengan sedikit air.
“Kenapa bisa jatoh?”
“Gak tau.” Junhui menjawab sambil menggeleng.
“Lutut lo juga luka, bisa jalan gak?” Mingyu menatap mata Junhui, menghembuskan nafas. “Emangnya mau kemana? Gue anterin aja ya?”
Junhui sepertinya harus bersyukur ia jatuh karena sekarang ia bisa dibonceng Mingyu dengan tangan yang melingkar di pinggang nya. Ia juga sekarang bisa merebahkan kepalanya di punggung Mingyu, dan menghirup parfumnya. Ah, ia jadi lupa, kenapa dirinya menangis tadi.
“Kak lo mau pulang?” Mingyu bertanya, merasakan kemudian Junhui menggeleng.
Pulang kemana? Junhui membatin.
Mingyu terdiam, mengendarai motor tak tentu arah, hanya berjalan dan merasakan tangan Junhui semakin erat memeluk nya. Beberapa kali ia sudah melewati jalan yang sama, tapi Junhui tetap tidak berbicara ataupun mengarahkan ia harus kemana.
“Gyu, sekarang jam berapa?”
Mingyu melirik jam di tangan kirinya, “Jam delapan,” jawabnya.
“Temenin gue yuk?”
🐶🐱
Mingyu tidak bisa berkata-kata saat Junhui mengajaknya masuk ke tempat yang ia kenal sebagai tempat untuk menghilangkan stress—begitu yang orang bilang — tempat untuk menjadi gila sesaat. Ia sudah protes begitu mereka turun di area parkir, tapi Junhui memaksanya masuk juga menyuruhnya untuk menjinjing tas laptop yang Junhui bawa.
Ah, mungkin Junhui sedang dalam masalah, Mingyu berpikir dan akhirnya menyeret kakinya masuk mengikuti Junhui. Ia duduk di samping Junhui, memperhatikannya yang menuang alkohol untuk di tegak nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 MINUS 1
FanfictionJunhui menemukan dunianya penuh dengan kebohongan. Semua orang bermain membiarkannya seperti orang bodoh. BxB Start : 091222 End : 150323 Cover from pinterest