Bab 8

389 47 15
                                    

Jihoon mendengus begitu melihat Junhui yang terus tersenyum melihat Mingyu yang hilir mudik melayani pelanggan kafe. Beberapa kali juga Jihoon melihat mingyu melemparkan senyum pada Junhui. Sialan, jadi untuk apa Junhui mengajaknya kenari.

“Lo tuh sebenarnya mau ngapain ngajak gue ngopi disini? Kalo cuman ngopi mah warung Mang Asep depan kosan gue juga bisa,” kata Jihoon menyeruput kopi yang baru saja sampai.

“Ih lo gak usah ngomong ji, kan gue traktir.” mata Junhui masih memperhatikan Mingyu sebelum berdehem melanjutkan, “Gue cuman main aja, gabut banget masa gue harus nungguin mulu si Wonu di rs, kan gue jenuh.”

“Kan bisa ke tempat lain?”

“Shht! Liat deh dia nanyain gue Ji.” Junhui tersenyum salah tingkah memperlihatkan ruang chat nya dengan Mingyu.

Alis Jihoon mengkerut membaca chat yang tertera, “Gak jelas banget, gitu doang lo iyain. Katanya mau mundur,”

“Kapan gue bilang gitu?” tanya Junhui, membuat Jihoon memutar matanya.

“Terus si Wonwoo gimana? Masa lo tinggal sendiri?”

“Ada Kak Shua kok! Terus dia bilang temennya mau jenguk. Lagian lusa juga udah pulang,” jawab Junhui.

“Habis ini lo ke RS lagi?”

“Gue pulang dulu, si Wonu minta ambilin laptop sama tugas dia,”

“Oh.” Mereka jatuh pada keheningan setelah itu, Junhui kembali memperhatikan Mingyu sementara Jihoon mengutak-atik ponsel di tangannya.

“Hai..” Jihoon menyimpan ponselnya begitu Mingyu menghampiri mereka. Duduk di samping Jihoon dengan sepiring kecil cake di tangannya.

“Hai, Bang Ji. Sehat lo?”

“Ya gitu,” jawab Jihoon cuek.

“Yang ini gak usah dibayar kak, gratis buat lo.” Mingyu menyodorkan cake berlumuran coklat itu pada Junhui.

“Eh beneran Gyu? Emang boleh?” Junhui menerimanya dengan sangat bersemangat.

“Buat gue mana?” Jihoon menyela.

“Bukannya elo gak suka coklat Bang?” tanya Mingyu aneh.

“Iya emang, kan bisa aja lo kasih gue cake keju kek. Ketauan banget niat lo.”

“Jangan gitu dong bang, hehehe...” Mingyu tertawa kecil. “Ayo cobain Kak,”

Junhui tersenyum, menyendok sepotong cake, dan merasakan coklat yang meleleh di mulutnya. “Em! Enak!”

Mingyu balik tersenyum, tanpa sadar mencubit pipi Junhui, setelah menyeka lelehan coklat yang tersisa diujung bibirnya. “Iya dong, kan gue yang bikin. Gue ke belakang lagi ya! Bye!” untungnya, Mingyu tidak memperhatikan saat pipi Junhui mulai memerah tersipu.

“Anjing Ju! Barusan gue gak salah liat kan?”

🐶😽

Puas menghabiskan waktu memperhatikan Mingyu yang sedang bekerja — walaupun Jihoon seringkali mengomel, Junhui akhirnya pulang. Wonwoo juga beberapakali menelponnya untuk segera ke rumah sakit dan membawakan apa yang ia minta.

“Jadi gue boleh nih masuk kamar lo?” Junhui bertanya saat itu.

“Ck, lo jangan sentuh barang gue ya. Geser dikit aja gue bakal tau. Terus jangan lama lama disana, pintunya tutup lagi kalo udah beres.” Wonwoo berdecak, sedikit tak ikhlas menyuruh Junhui masuk ke kamarnya. Bukan apa-apa, tapi Wonwoo terlalu hafal dengan jiwa jiwa penasaran Junhui yang selalu berujung dengan kerusakan sesuatu.

Kamar Wonwoo sangat rapi saat Junhui masuk ke dalam. Kontras sekali dengan kamar Junhui yang terkadang dibiarkan semrawut acak acakan. Ada kamera yang dibiarkan tergeletak di samping laptop di meja belajar, juga komputer gaming yang membuat Junhui langsung ber-uwah kagum dan mendekat.

Jari jari Junhui tergoda untuk menyentuh mouse beserta keyboard yang tampak menarik itu.

“Dia kapan beli ginian,” gumamnya pelan.

Junhui berujung membuka laci dibawah meja belajar, mencari cari map hitam yang Wonwoo sebutkan diantara tumpukan map yang lain. Tangan Junhui menarik map hitam dari tumpukan atas begitu matanya menemukannya, sampai satu map coklat ikut terseret.

Beberapa kertas berhamburan keluar, membuat Junhui memutar mata malas. Begitu tangan Junhui menyentuh berkas yang hendak ia rapikan, matanya menangkap sesuatu. Junhui. Bukankah itu namanya?

Berakhir duduk, Junhui membaca kertas itu, menemukan akte lahir namanya dengan marga Moon.

Alis Junhui menukik penasaran, tangannya mulai mengeluarkan semua berkas yang ada dalam map coklat. Ada banyak foto bayi disana, juga seorang perempuan yang tengah menggendongnya. Bukankah bayi itu, Junhui? Tapi Perempuan itu bukan Mami?

Rasa penasaran membunuh anak kucing, dan itu benar. Junhui semakin bingung melihat berkas yang ia baca. Akta lahirnya dengan marga Moon, akta lahir Wonwoo pada 17 Juli, kartu keluarga lamanya dengan nama perempuan yang tak ia kenal, surat pergantian nama, dan surat adopsi?

🐶🐱

“Lama banget sih Ju, ngapain dulu sih!?” Wonwoo protes begitu Junhui menampakkan dirinya setelah pintu kamar terbuka.

“Woy Ju!”

Junhui berhenti berjalan begitu matanya menangkap Soonyoung yang tengah menyapanya. Ia memberikan tas laptop beserta map hitam pada Wonwoo tanpa bersuara.

“Lo ngapain disini nyong?” tanyanya lagi lagi merasa aneh.

“Ya jenguk Abang lo lah?”

“Kok tau si Wonu sakit? Kan gue gak bilang-bilang.”

“Dari bang Josh, gue nanyain lo tadi. Gue telpon gak di bales, terus kata bang Josh suruh kesini aja. Gituuu.” mendengar nada santai Soonyoung, Junhui tiba-tiba merasa kesal.

“Oh terus Kak Shua nya mana?”

“Katanya sih mau cari makan, gak tau.” Soonyoung menjawab dengan mata yang fokus pada handphone. “Emang lo darimana Ju? Tumben nongkrong gak ajak ajak.”

Melihat kearah Soonyoung yang fokus pada dan Wonwoo yang membuka laptopnya, Junhui memilih untuk pergi. Ia punya urusan yang lebih penting dari ini.

***

Ini mah storyline nya ketebak yak wkwkwk. Makasih ya dah baca ini cerita gak jelas, 🤧.

•yuaa

2 MINUS 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang