2. Terima Kasih Pundaknya

38 10 20
                                    

Dilarang mengikuti teater oleh orang tua tidak menghalangiku untuk sembunyi-sembunyi mengikutinya bersama senior-senior dan mahasiswa baru. Mahasiswa angkatanku yang sangat aktif berkumpul di basecamp hanya ada aku dan beberapa teman lelakiku, yaitu Idam, Karida, Endah, Lisa, Rangga, Ian, Andre, Rokan, dan Raka. Sisanya adik tingkat dan senior. Dekat-dekat ini rencananya kita akan mengadakan teater kecil-kecilan di kampus yang naskahnya dibuat oleh Utuy Tatang Sontani yang berjudul Sayang Ada Orang Lain.

Teater kami bernama JAB atau singkatan dari Jaringan Anak Bahasa. Teater ini akan dilaksanakan Minggu depan, malam hari. Proposal sudah siap disetujui, pamflet sudah siap disebar. Properti dan pakaian sudah ada dan dibuat. Ruangan sudah ditentukan di auditorium lantai 4 kampus 2 UAD. Aku akan tampil menyanyi bersama tim yang berjumlah 7 orang termasuk aku. Dalam rapat malam ini, sie acara yang mengatur persiapan hasil akhir. Semua sudah ditetapkan dengan rapi. Selesai rapat malam sekitar pukul 10 biasanya separuh dari kami tidak langsung pulang ke rumah atau indekos. Sebagian dari kami memilih untuk nongkrong. Bisa jadi sampai pukul 11 atau 12, bisa jadi lebih dari itu. Tapi aku memutuskan untuk tidak pulang selarut itu. Kekeluargaan kami sangatlah erat. Aku sudah merasakan keakraban yang aku belum pernah dapatkan, bahkan dari keluargaku sendiri. Omong-omong soal keluargaku, sejujurnya aku tidak terlalu dekat.

Aku mengalami masa-masa buruk di dalam keluargaku sejak kecil. Sejak belum sekolah aku sudah mendapati kekerasan fisik dan verbal oleh ibuku, sementara ayahku hanya kekerasan verbal saja. Ibuku selalu bilang kalau aku adalah anak yang tidak pernah diharapkan. Anak sakit jiwa. Sakit sekali rasanya mendengar itu. Kenapa aku dikata anak sakit jiwa? Karena aku selalu melukai diriku sendiri setiap kali ada masalah, tapi tidak ada yang peduli aku melakukannya.

Ada banyak sekali alasan kenapa aku selalu disakiti sehingga aku tidak mendapatkan afeksi yang seharusnya kudapatkan sebagai seorang anak tunggal dalam keluargaku. Aku tidak pernah mendapatkan pelukan. Sampai akhirnya kudapati diriku saat SMP sudah melukai diriku sendiri dengan hal yang aneh. Hal yang orang-orang tidak biasanya tahu dan itu nampak secara fisik karena saat itu aku belum berkerudung. Sekarang aku sudah berkerudung, jadi orang-orang tidak ada yang tahu. Aku mencabut rambut, alis, dan bulu mataku secara berulang-ulang sampai gundul dalam jumlah banyak sampai ke akar-akarnya dan tidak merasakan sakit sama sekali. Kalau dalam psikologi itu disebut dengan gangguan mental Trichotillomania. Namun, menjelang masa kuliah aku sudah tidak pernah lagi mencabut alis dan bulu mata, hanya rambut saja sehingga alis dan bulu mataku sudah tebal sekarang seperti sedia kala.

Aku tidak tahu seberapa banyak orang yang pernah mendapati gangguan mental sepertiku di Indonesia, tapi aku menemukan beberapa blog cerita orang di Indonesia yang menceritakan keluhan yang sama denganku. Aku merasa perlu ke psikolog saat semester 2. Baru-baru ini aku dirujuk psikologku untuk ke psikitaer. Aku dirujuk ke psikiater karena aku mendapati diriku tidak mampu beraktivitas normal. Aku depresi selama 3 bulan, kehidupanku kacau balau. Nafsu makan menurun, aktivitas menurun, hilang minat pada apapun, menarik diri dari lingkungan, tidak banyak bicara, menyiksa diri sendiri secara perlahan.

Pandangan orang tuaku tentang psikolog dan psikiater tentunya tidak semudah yang dikira. Mereka menganggap orang yang datang ke psikolog atau psikiater adalah orang gila, orang sakit jiwa yang tidak berakal. Aku datang ke psikolog saja dengan usahaku sendiri karena ayah dan ibuku tidak peduli, tapi mereka tahu. Minggu depan aku akan cek up ke psikiater di RSUD Sardjito sendirian setelah dapat surat rujuk dari psikologku.

Hari ini agendaku di teater sudah selesai. Aku pulang dengan menggunakan motor. Sebenarnya orang tua tidak pernah suka aku pulang selarut ini. Aku meletakkan sepatuku di rak pintu belakang. Aku masuk rumah lewat dapur. Aku melihat ayahku di ruang tamu. Ayah langsung berkomentar tentang kepulanganku.

Instrumen Derap Kaki Kuda ✔ [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang