14. Makan Pagi

16 6 8
                                    

Setelah menunggu beberapa hari sampai akhirnya sesuai janji Gala, hari Minggu pagi pukul 6, aku dijemput untuk pergi ke pasar. Gala memilih Pasar Kota Gede. Gala memilih beberapa bahan makanan untuk dibeli dan dimasukkan ke keranjang seperti ibu-ibu. Dia membawanya dari rumah. Akalnya kelewat batas memang. Menggemaskan! Gala membeli terong, daun jeruk, serai, cabai merah dan rawit, bawang putih, bawang merah, tomat, ayam, lengkuas, daun kemangi, dan kaldu ayam. Semua dibayar dengan uang Gala. Tadinya aku mau membantu membayar, tapi Gala menolak.

Lalu kami pulang ke rumah sekitar pukul 7 pagi. Bundaku sengaja tidak memasak karena tadi Gala sempat bilang kalau Gala yang akan memasak untuk keluarga Ines. Bunda menyetujuinya dengan senang hati. Bunda hanya memasak nasi saja.

"Mau buat apa ini?" tanya bundaku pada Gala yang tiba-tiba datang ke dapur.

"Terong balado dan ayam rica-rica Tante," jawab Gala dengan senyuman.

"Wah... Gala suka masak ya. Ines malah nggak bisa. Ajarin ya."

"Siap Tante! Tante santai-santai aja dulu. Nanti kalau sudah matang, kita makan pagi bersama."

Bunda hanya mengacungkan jempol, lalu pergi meninggalkan aku dan Gala di dapur. Tidak biasanya bunda seramah ini. Mungkin karena bunda juga menyukai Gala. Aku masih tidak tahu konsep Gala mengajak keluargaku makan pagi bersama. Itu artinya ayah dan bunda akan satu meja makan. Semenjak ayah dan bunda berkelahi, mereka tidak pernah lagi satu meja makan. Dan hari ini Gala akan menyatukannya. Aku berdebar-debar, apakah mereka akan akur?

Aku diminta Gala untuk mengiris bahan-bahan menjadi satu. Seperti mengiris bawang, cabai, tomat, dan terong. Sementara Gala membersihkan dan memotong ayamnya.

"Motong bawangnya kok gitu sih Nes?" komentar Gala.

"Gimanaaa.... Aku dah bilang kan kalau aku motong bawang aja fales. Aku takut pisaunya kena tangan."

"Gini loh caranya, aku ajarin."

Gala menyentuh kedua tanganku dan mengarahkan cara memotong bawang. Jarak kami sangat dekat dan jantungku berdebar-debar karenanya. Aku jadi kurang fokus. Aku menatapnya dengan jarak yang begitu dekat. Aku tidak bisa mengalahkan pesonanya. Setelah Gala mencontohkan, dia melepas tanganku.

"Paham kan?" tanya Gala membuatku tersadar dari lamunan.

"Hah? A em... i iya paham," kataku gugup.

"Kayaknya aku kedeketan deh ngomong sama kamu."

Duh, kenapa harus dijelaskan? Tinggal jaga jarak saja apa susahnya. Aku kan jadi salah tingkah. Gala kembali pada pekerjaannya memotong ayam menjadi kecil-kecil. Aku juga kembali pada kegiatanku memotong bawang. Pikiranku melayang pada kejadian barusan. Aku tersenyum sendirian mengingat hal tadi. Ah, Gala. Seandainya kita bukan saudara, mungkin aku tidak akan pernah merasa bahwa kita tidak mungkin bersama.

"Gal, aku mau tahu alasan yang paling jujur dari kamu, kenapa kamu buat rencana ini?" tanyaku penasaran sambil memotong tomat sementara Gala sedang memasak rica-rica ayam.

"Nggak salah kan sekali-kali kamu ngerasain kumpul sama keluarga kamu lewat perantara aku."

"Makasih ya udah tahu apa yang aku mau, tanpa aku minta."

Gala mendekatiku lalu mengusap lembut puncak kepalaku dengan hangat.

"Cinta itu bukan pilihan. Ia adalah kata hati yang tidak bisa kita ganggu gugat. Ketika di antara kedua orang tuamu masih ada cinta, mereka pasti akan bersatu kembali," jelas Gala.

Instrumen Derap Kaki Kuda ✔ [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang