18. Mulai Perhatian

23 6 7
                                    

Bonus musikalisasi puisi yang akan dibawakan lomba oleh Tim Ineskara. Cek youtube di atas!
.....

Oktober tiba. Setelah makan pagi bersama dan berdoa untuk keberhasilan lomba, kami satu tim musikalisasi puisi serentak bersama-sama menuju UGM. Aku membonceng Idam karena tawarannya dan aku tidak punya kendaraan. Aku sudah sempat bilang ayahku kalau aku akan ke kampus tempat ayah bekerja. Ayah kuminta untuk menonton lombaku dan dia mau. Nanti ayah akan datang. Baru saja aku duduk di tempat yang tersedia, di samping Idam. Aku mendapat satu pesan dari bunda yang membuatku terharu.

Bunda

Ines, semangat ya lombanya. Semoga berhasil dapet juara! Aminnn... Bunda mendoakan kamu dari sini. Sukses! Nanti ayah akan nonton kamu.

Ineskara

Makasih Bun.... Aaa terharu... Amin amin...

Selanjutnya bundaku hanya mengirimi stiker peluk online. Aku membalas dengan emoticon menangis. Aku bisa mengerti bahwa bunda tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, tapi ayah masih bisa hadir karena perlombaan dilaksanakan di kampus ayahku bekerja. Kami mendapatkan no urut 9 dari 37 peserta yang ikut lomba. Persaingan yang sungguh ketat karena aku tidak menyangka bahwa musikalisasi puisi dari berbagai macam universitas sangat menarik. Apalagi Universitas Indonesia yang dikenal dengan Sasina IKSI UI. Sasina sudah dikenal di mana-mana. Sedangkan musikalisasi puisi tim kami hanya manggung biasa di universitas. Kami cukup insecure melihat setiap penampil. Tapi Idam, selaku ketua kami menggenggam erat tangan teman-temannya untuk mengukuhkan diri bahwa kami pasti bisa.

Sudah penampil yang ke-7, ayahku belum sampai juga. Aku sempat sedih apakah ayahku tidak bisa datang? Aku mencoba meneleponnya, tapi tidak ada jawaban. Idam memperhatikan aku yang khawatir akan sesuatu.

"Kenapa sih Nes?" tanya Idam.

"Ayahku belum datang. Katanya mau nonton," jawabku.

"Ayahmu kerja di sini?"

"Iya."

"Dosen?"

"Iya. Dosen fakultas ekonomika dan bisnis."

"Mungkin lagi ngajar. Percaya aja ayahmu bakal datang."

Kata-kata Idam tidak sama sekali membuatku tenang. Sampai urutan ke-9, aku tidak melihat ayah. Aku kecewa karena ayah bohong. Dengan langkah berat, aku naik ke atas panggung. Namun, aku harus tetap profesional. Saatnya tampil, aku harus tetap tampil maksimal.

Baru saja aku melagukan intro, kami tidak menyangka jika suaraku membuat penonton bertepuk tangan serempak. Saat memulai lagu, tepuk tangan meriah itu kembali hadir mengisi kesunyian. Penonton nampak sangat menikmati penampilan kami. Ku akui Idam memang jago membuat melodi musikalisasi puisi kami. Kalau sampai ini juara, Idam jagoannya.

"Bumi memang tak sebatas pandang dan udara luas menunggu," nyanyi kami bersama-sama dengan sempurna.

Selesai tampil, kami turun panggung dengan perasaan bangga. Segala sudut saling memberi tepuk tangan yang tak kalah meriah dari Universitas Indonesia. Aku tiba-tiba mendapat sinyal kalau tim kami akan menang. Baru saja aku akan duduk kembali di tempat semula, suara ayah memanggilku membuatku menoleh ke sumber suara.

"Ineskara!"

"Ayah!" aku mendekat membaur memeluknya. "Ayah datang! Ayah lihat aku tampil kan?"

"Iya, maaf, Ayah hampir saja terlambat. Sekarang ayah percaya bahwa benar kata Gala, kamu punya potensi dengan suaramu dan kegiatanmu memang positif. Maafkan Ayah Ines."

"Gala?"

"Ya, Gala pernah bilang ke Ayah kalau Ayah harus dengar suara kamu."

Aku terdiam sejenak, kapan Gala cerita? Entah kenapa itu membuatku senang. Sekarang kuajak ayahku mendekati tim dan mengajak ayahku berkenalan dengan Idam, Endah, Karida, Lisa, Rangga, dan Ian. Aku juga bilang ke ayah kalau ketua kami adalah Idam. Dia yang sangat berjasa membuat tim kami tampil dengan sangat baik, tapi Idam merendah saat ayah memujinya.

Instrumen Derap Kaki Kuda ✔ [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang