Menentukan Pilihan
14 September 2019
Titiktepi
Aku masih bertanya-tanya. Salahku rasaku jatuh cinta dengan 2 orang sekaligus? Mencintai seseorang yang mungkin tidak akan pernah bisa digapai. Aku sudah patah hati duluan. Sisi lain ada orang lain yang selama ini sedang tulus-tulusnya padaku. Menyapaku setiap kali bertemu, memberiku perhatian-perhatian kecil, mengajakku pergi bersama. Namun, aku juga rindu padanya yang tidak bisa kugapai setiap hari. Kenapa perasaanku menjadi dua bagian seperti ini? Sungguh rumit menentukan aku harus memilih yang mana. Kalau aku pilih dia yang menyukaiku, aku akan mendapatkan cintanya. Tapi kalau aku aku pilih dia yang selalu kurindu, aku belum tentu mendapatkan cinta yang sama. Aku benar-benar bingung harus mencintai yang mana.
Seminggu setelah bertemu dengan Reo, aku merasa ada yang berbeda dari hatiku untuk Reo. Aku baru saja memposting isi hatiku di blog. Berharap Gala membacanya dan berkomentar. Sebulan itu lama sekali. Aku tidak sabar untuk bertemunya lagi. Kira-kira cerita apa yang dia punya untuk kita saling berbagi lagi? Dia adalah orang yang paling ahli membuatku jatuh cinta, Gala.
Sisi lain aku semakin dekat dengan Reo. Setiap pulang teater aku selalu diantarnya pulang. Tidak setiap hari, tapi sering. Aku tiba-tiba ingat pesan dari Psikiater Endah untuk menyampaikan kalau di cek up selanjutnya orang tuaku harus ada. Malam ini tidak ada kemarahan, tapi orang tuaku sibuk sendiri-sendiri. Bundaku membuat desain pakaian, sementara ayah mengerjakan sesuatu di laptop. Pertama kudekati bundaku.
"Bunda, aku mau bicara,"
"Apa?"
"Psikiater Endah minta bunda buat dateng ke cek up ku bulan ini. Bunda bisa dateng kan? Sama ayah nanti."
"Kamu kan tahu kerjaan Bunda di butik banyak. Bunda sering pulang malam sekarang. Bunda sibuk. Ayahmu saja sana!"
"Sekali ini aja Bun, biar Bunda tahu apa yang lagi aku hadapi."
"Lagian apa sih sakitmu itu. Mental? Jiwa kan? Ngapain sakit begituan ke psikiater segala. Kamu atur lah sendiri perasaan kamu."
"Aku terdiagnosa Bipolar Bun. Dan rambutku ini salah satu dari bentuk kecemasan yang membuat aku melukai diri sendiri Bun. Aku nggak bisa mengendalikan ini sendirian tanpa bantuan psikiater. Aku harus minum obat. Bunda harus denger sendiri penjelasan dari Psikiater Endah tentang sakitku. Bunda nggak mau support aku?"
"Sakitmu itu nggak parah sebenernya kalau kamu bisa mengolah perasaanmu sendiri. Bunda sibuk. Ayah saja!"
Aku mundur dan beralih ke tempat ayahku berada dengan perasaan berkecamuk.
"Ayah..." panggilku.
"Ayah sudah dengar permintaanmu. Kamu kan tahu ayah harus ngajar. Gimana bisa ayah ke rumah sakit," tolak ayahku.
"Sebentar aja Yah. Minta sehari aja buat ngertiin aku."
"Kapan kamu cek up?"
"Tanggal 26 Yah, pukul 10," jawabku dengan senyum.
"Ya. Ayah usahakan."
"Bener Yah?" tanyaku tidak percaya yang langsung disertai anggukan oleh ayahku. "Makasih Yah!" aku memeluk ayahku, tapi segera ayahku menepisnya dan meminta aku pergi tidak mengganggunya malam ini.
Aku menurut, lalu pergi ke kamar dengan perasaan bahagia. Ayahku bisa diandalkan. Sejujurnya aku juga merasakan kepedulian ayahku setiap aku tidak boleh pulang lebih dari pukul 10 malam. Ayah sebenarnya peduli, tidak ingin terjadi apa-apa denganku. Aku tahu sebenarnya ayah khawatir, tapi aku yang terlalu keras mengira bahwa ayah melarangku ikut teater. Tiba-tiba ponselku berdering berkali-kali menandakan telepon masuk. Aku kira dari Gala, ternyata dari Reo. Aku angkat teleponnya.
"Assalamualaikum. Lagi apa?" tanyanya setelah mengucap salam.
Pertanyaan klise yang sebenarnya aku malas jawab.
"Walaikumsalam. Lagi rebahan," kataku yang baru saja menidurkan diri di kasur.
"Asal jangan jadi kaum rebahan aja ya," aku dan dia tertawa. Reo melanjutkan bicaranya, "Udah belajar? Udah ngerjain tugas?"
"Udah beres semua. Aku kan rajin. Kamu pasti nggak kalah rajinnya dong sama aku?"
"Masih kalah sih. Ini lagi ngerjain tugas. Suntuk nggak bisa mikir, terus telepon kamu deh biar ada inspirasi."
"Alasan aja kan sebenarnya. Kangen aja bilang sih. Grogi segala," tebakku.
"Ketebak banget ya, hmm..." Reo tertawa.
"Baru seminggu loh. Hampir setiap hari ketemu juga. Masa kangen."
"Merindukanmu itu adalah pekerjaanku setiap hari."
"Bisa aja ngelesnya."
Reo tertawa, "Nes, sebenernya aku mau ngomong sesuatu penting sama kamu, tapi kita harus ketemu. Sekalian aku mau nagih janji kamu kemarin buat jalan lagi sama aku."
"Bisa bisa... kapan?"
"Kamis tanggal 26? Sore habis asar bisa? Aku jemput ke rumah."
"Boleh."
"Oke deh. Emm ya udah. Mungkin kamu mau istirahat. Aku tutup ya. Good night!"
"Good night. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Baru saja telepon dari Reo selesai, ada telepon masuk lagi. Aku baca di layar bahwa itu Gala. Langsung otomatis kuangkat dan aku langsung berteriak.
"GALAAAA!!!"
"Berisik! Assalamualaikum."
"Walaikumsalam. Lama banget sih nggak ngabarin!"
"Ah, kangen pasti."
"Nggak," jawabku tidak jujur, tapi senyum-senyum.
"Ah, padahal dah berharap."
"Kapan nih mau ketemu?"
"Minggu depan, pagi jam 6 aku ke rumah kamu ya. Kita ke pasar!"
"What? Ke pasar? Ngapain?"
"Lihat aja besok Minggu. Aku pinjam dapurmu!"
"Iya deh yang jago masak. Aku ngiris bawang aja fales."
"Makanya besok kuajarin."
"Oke deh!"
"Ya udah, tidur sana. Jangan sampai kelewat subuhnya ya. Selamat istirahat. Assalamualaikum..." pamitnya.
"Walaikumsalam...."
Hanya Gala yang selalu mengingatkan ibadahku. Hanya Gala yang selalu tidak bisa ditebak. Dia selalu saja menunjukkan hal-hal baru yang seru. Aku tidak sabar hari Minggu bersama Gala. Kumatikan paket dataku dan aku beranjak tidur agar tidak kelewat subuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Instrumen Derap Kaki Kuda ✔ [NEW]
Romance[Romance] Kepadamu aku pernah jatuh cinta, kepadamu aku pernah mencintai, dan kepadamulah aku pernah ingin memiliki. Sebagian tokoh adalah kisah nyata. Baca deskripsi dengan tekan "baca". #2 Malioboro 15/02/2023 #3 Kuliahan 17/02/2023 #14 Yogyakarta...