3. Gerbong Kereta

387 43 0
                                    

Bara terbangun dengan sisi ranjangnya yang kosong. Tidak ada Rendra di sisinya yang membuat Bara sempat berpikir apakah kedatangan Rendra ke rumahnya hanyalah bagian dari mimpinya. Diseretnya langkah keluar kamar dan matanya menangkap kardus berisi oleh-oleh yang dibawa Rendra kemarin. Yang semalam bukanlah mimpi.

Ibu Bara muncul dari dapur dan sebelum Bara sempat menanyakan keberadaan Rendra, ibunya sudah memberikan jawaban yang membuat Bara harus meyakinkan dirinya bahwa ia tak salah dengar.

"Rendra balik pagi banget tadi. Katanya disuruh Mamanya pulang."

"Kok, nggak pamitan sama Abang?"

"Abang tidurnya pules banget. Nggak mau bangunin kamu, gitu katanya."

Bara tidak menanggapi lagi meski ada sesuatu yang mengganjal pikirannya. Tidak ada alasan bagi Rendra untuk pulang begitu saja, apalagi tanpa berpamitan pada Bara. Tetapi berusaha dihalaunya keganjilan itu, sama seperti beberapa hal yang terjadi belakangan ini. Bara harus berhenti menumpahkan perasaan yang pada akhirnya mungkin akan menyakitinya.

"Katanya balik Minggu sore?"

"Nggak jadi."

Rendra mengambil helm yang diulurkan oleh seseorang yang menjemputnya di stasiun.

"Lemes banget lo. Belom sarapan?"

"Belom. Cari sarapan dulu, yuk?"

"Oke. Ke mana?"

"Terserah lo aja."

"Ren?"

"Apa?"

"Aman, kan?"

"Aman."

Terlalu letih Rendra untuk mengungkapkan isi hatinya. Ia memilih untuk bisu, menaruh kepalanya di punggung seseorang yang kini membawanya pergi. Angin turut serta mengaburkan sisa-sisa keberadaan Bara yang sempat Rendra rasakan.

Entah apa yang membuat Rendra jadi seperti menghilang begitu saja sejak hari itu. Tidak sepenuhnya menghilang karena Rendra masih membalas pesan Bara beberapa hari sekali. Tetapi frekuensi yang menurun drastis itu cukup memberi kesadaran untuk Bara. Bahwa Rendra seperti musnah perlahan.

Sementara hari-hari Bara masih berjalan seperti biasa. Malam-malam penuh dengan mimpi buruk tentang Bintang. Bara teringat kembali satu malam di saat Rendra memeluknya dalam tidur, satu malam di mana untuk sesaat ia dapat terlelap dengan damai. Tak ada mimpi buruk lagi, hanya gelap dan sunyi. Dan itu lebih dari cukup.

Kini Bara harus mencari distraksi baru sebab puzzle tak lagi membuat pikirannya berhenti memikirkan mimpi tentang Bintang. Rendra ikut serta mengacaukan pikirannya.

"Bar, matiin mesinnya kalo udah dicek!"

"Eh, iya Mas!"

Tergesa Bara bangkit untuk mematikan mesin motor yang sudah dibiarkannya menyala selama beberapa menit lamanya. Ia terbatuk sejenak oleh asap yang mengepul dari knalpot motor.

"Lu kenapa sih, kayak nggak fokus gitu hari ini? Kurang tidur?"

Dugaan Bayu tidak keliru. Bara memang sengaja begadang belakangan ini agar dirinya tak lagi memimpikan sesuatu yang tidak diinginkannya. Ia hanya jatuh tertidur beberapa jam sebelum ia harus beraktivitas paginya.

"Maaf, Mas."

Bara tidak bisa memberikan alasan apapun untuk kelalaiannya.

"Udah, lu istirahat dulu sana. Percuma maksain kerja, yang ada malah nggak beres semua kerjaan lu."

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang