22. Pulang

315 27 3
                                    

Pagi itu Rendra membuka pintu, menyambut Bara dengan tas ransel yang tersampir di bahu kanan. Senyumnya terulas tipis, sorot matanya menyimpan harap. Malam sebelumnya Bara telah meminta Rendra untuk menemani. 'Gue nggak bisa kalo sendiri', begitu katanya.

Tangan Rendra yang digenggam erat, hela napas yang dihembus berat berkali-kali. Rendra tahu Bara tengah gelisah. Pertemuan dengan ibunya kali ini akan berbeda. Ada sesuatu yang harus Bara dengar dan terima.

Hingga kereta mulai bergerak meninggalkan stasiun pun Bara masih belum dapat tenang. Rendra memperhatikan gerak-gerik resahnya dari samping.

Dingin. Bara terkejut ada sesuatu yang datang tiba-tiba membelai sisi wajahnya.

"Minum dulu."

Rupanya Rendra menaruh sebotol air dingin tepat di pipi Bara untuk mengalihkan perhatian. Bara mengambil alih botol air itu dan meneguk isinya.

"Kemarin gue sempet beli oleh-oleh buat Adis," ucap Rendra.

"Beli apa?" Bara mulai menaruh perhatian pada Rendra yang tengah mengubek-ubek isi tasnya.

"Adis pernah bilang kalo dia lagi suka koleksi keychain yang lucu-lucu. Nah, dia suka karakter yang ini."

Rendra menunjukkan karakter anjing berwarna putih dengan telinga yang menjuntai panjang.

"Lucu," komentar Bara. "Gue jadi kangen sama Adis. Terakhir ngobrol sama dia waktu dia masih di rumah Bapak."

"Iya, lah. Pasti lo kangen," imbuh Rendra. "Sama nyokap lo kangen juga, kan?"

Bara diam sejenak. Ia terlampau cemas menghadapi hari ini hingga ia terlupa ada perasaan rindu yang tersembunyi di lubuk hatinya.

Rendra memeluk lengan Bara begitu ia melihat cowok itu mengangguk pelan.

"Nggak usah terlalu khawatir hari ini, Bar. Ada gue."

Dan Bara meyakini ucapan Rendra. Asal ada Rendra maka semuanya akan baik-baik saja.


Jalanan di gang sempit menuju rumah ibunya mulai terasa familiar bagi Bara. Rasa cemasnya kembali muncul. Tanpa sadar genggaman tangannya pada Rendra mengetat. Meski rasanya sedikit ngilu karena jemari Bara mengunci kuat tangannya, Rendra hanya membiarkan.

Di teras kecil depan rumah ada seseorang yang tengah duduk dengan kedua kaki yang diangkat di atas kursi. Begitu melihat kedatangan Bara dan Rendra, ia buru-buru menurunkan kakinya lalu beranjak berdiri.

"Heh, Bar!" Cowok yang memakai kaos singlet putih dan celana jins pendek itu tampak terkejut sekaligus senang melihat Bara.

Bara menelan ludah, berusaha menggali ingatan yang belum seutuhnya sempurna. Ia ingat wajahnya namun belum menemukan namanya.

"Mas... Mas Bayu?" ucap Bara ragu.

"Iyaa ini gua! Wah, lu nggak bilang mau pulang ke sini? Apa kabar?"

Bayu heboh menarik Bara untuk memeluknya sejenak sebelum mengacak-acak rambutnya.

"Baik, Mas. Hmm, ada orang di rumah?" tanya Bara setelah ia melongok sejenak melalui jendela.

"Nyokap lu baru keluar tadi sama adek lu. Makanya gua jagain rumah," terang Bayu. "Eh, ini temen lu? Masuk aja, yuk."

Rendra merasa canggung karena belum mengenal Bayu. Sepertinya cowok yang terlihat lebih tua beberapa tahun itu akrab dengan Bara. Bayu pergi ke dapur untuk mengambilkan minum lalu mengajak kedua orang yang baru datang itu mengobrol. Untuk beberapa saat Rendra lupa bahwa ini adalah rumah ibu Bara dan Bara bukanlah tamu yang sedang berkunjung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang