Bara keluar dari pintu ruang akademik fakultas sambil memasukkan sisa berkas ke dalam tas ranselnya. Urusan perkuliahannya sudah hampir selesai. Semalam ia berdiskusi dengan Rendra tentang kelanjutan kuliahnya. Beruntung pihak kampus masih dapat mempertimbangkan periode cutinya, sehingga Bara bisa melanjutkan ketertinggalannya. Selain itu, tidak ada faktor lain yang menghambat Bara untuk dapat kembali mengikuti perkuliahan. Bara dianggap sebagai mahasiswa berkelakuan baik dan pantas untuk melanjutkan studinya.
Lapangan basket yang menggabungkan beberapa gedung fakultas teknik mulai ramai oleh mahasiswa yang berhamburan keluar dari ruang kelas. Sudah masuk jam makan siang. Bara mempercepat langkahnya melintasi lapangan itu. Ia menghindari bertemu dengan seseorang. Ditujukannya langkah kaki ke arah parkir motor dengan tergesa.
Sedikit yang Bara tahu, sepasang mata telah mengintainya dari lantai dua. Sepasang mata milik seseorang yang berusaha Bara hindari.
"Ru! Ngapain nongkrong di situ? Ayo cari makan, gue laper banget."
"Makan di luar kampus aja, Nan."
"Kenapa?"
"Gue lagi pengen."
ㅡ
Bara duduk di salah satu bangku kantin di fakultas hukum. Ia sudah memesan satu mangkuk bakso selagi menunggu Rendra yang dimintanya untuk mampir ke kantin.
Tak lama Rendra datang. Bara melambaikan tangannya namun gerak tangannya membeku ketika ia menyadari ternyata Rendra tidak datang sendirian. Ada seseorang yang menyertainya. Seseorang yang Bara sangat yakin selalu ada bersama Rendra beberapa kali ia melihatnya.
"Hei." Rendra menyapa Bara dengan senyum lebar. Secepat kilat Bara berusaha menetralkan ekspresinya. Dibalasnya singkat senyum Rendra.
"Ini temen gue. Aksa." Rendra langsung memperkenalkan cowok yang datang bersamanya itu. "Sa, ini Bara."
"Aksa." Cowok yang terlihat sangat ramah itu mengulurkan tangannya yang disambut Bara. "Nggak papa kan, gue ikut ke sini?"
"Oh, nggak papa. Santai aja."
Berbanding terbalik dengan ucapannya, gestur tubuh Bara mengatakan lain. Sorot matanya menjadi dingin melihat kedatangan cowok itu. Bara yakin benar cowok ini adalah orang yang mengangkat panggilannya ketika Bara mencoba menghubungi Rendra dahulu. Ia masih ingat betul suaranya meski hanya melalui telepon.
"Gue udah pesen bakso. Kalian mau pesen juga, nggak?" tanya Bara.
"Iya, deh. Gue laper," sahut Rendra.
"Gue juga," tambah Aksa.
Baru saja Bara hendak mengucapkan pesanannya, Aksa sudah mendahuluinya.
"Bu, dua mangkok, ya! Yang satu nggak pake sawi. Sama es teh manis dua." Aksa lalu menoleh pada Rendra. "Lo nggak suka sawi, kan?"
Rendra menganggukkan kepalanya dengan senyum kaku. Ia mencuri lihat ke arah Bara yang tengah menatap Aksa dengan pandangan yang sulit diartikan.
Tetapi Aksa terlihat sama sekali tak terusik. Ia masih memamerkan senyum lebar yang mulai membuat Bara merasa terganggu. Gerak-gerik cowok itu di dekat Rendra terlihat kentara bahwa ia memang sengaja menunjukkannya pada Bara. Entah apa tujuannya.
Pesanan mereka datang. Aksa dengan sigap menggeser mangkuk milik Rendra ke hadapan cowok itu. Ia lalu menjangkau botol kecap dan sambal untuk ditaruh di dekat Rendra. Semua aksinya seakan ditujukan untuk melayani Rendra seorang.
"Udah kali, Sa. Gue bisa sendiri," protes Rendra ketika Aksa berupaya menuangkan kecap ke mangkuk baksonya. "Lo kira gue bayi?"
"Emang lo bayi," sahut Aksa dengan tawa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pulang
Fanfiction- Pulang. Jika rumah adalah tempat untuk kita berpulang, maka ke manakah Bara harus melangkah? [part of Jejak di Antara Semesta series]