13. Ketika Malam

327 41 4
                                    

Aksa tidak tahu mengapa orang pertama yang ia tuju untuk berbagi masalahnya adalah Hanan. Dan Aksa juga tidak tahu mengapa Hanan membiarkannya saja.

"Dia mirip banget sama mantan gue," ucap Aksa, sendu. "Cara ngomongnya, cara dia ketawa, tingkahnya. Gue kayak liat mantan gue lagi di dia."

"Mantan lo... yang itu?" Hanan bertanya dengan hati-hati.

Aksa mengangguk. "Iya, mantan gue yang udah nggak ada. Gue nggak berusaha nyari orang lain lagi setelah dia."

"Tapi, Gas." Hanan berusaha menata kalimatnya agar tak menyinggung Aksa. "Rendra bukan mantan lo."

"Gue tau," sahut Aksa cepat. "Di awal emang gue selalu kebayang mantan gue. Tapi makin ke sini, Rendra ya Rendra. Mata gue cuma liat dia. Dan gue baru sadar kalo gue sayang sama dia, bukan bayang-bayang mantan gue."

Hanan mendengarkan lebih banyak cerita dari Aksa tentang Rendra. Bagaimana kedekatan mereka dimulai hingga apa yang terjadi di rumah Rendra beberapa saat lalu. Ia menyimak segala keresahan Aksa, termasuk langkah apa yang harus diambil selanjutnya.

"Kata gue, kalo yakin lo seriusin aja, sih," ucap Hanan setelah Aksa selesai berbicara. "Gue... kurang suka sama Bara."

"Kenapa? Maksud gue, apa lo ada alasan pribadi?" tanya Aksa.

"Nggak. Cuma- gue udah liat gimana hidup temen gue sempet berantakan gara-gara dia. Soal Biru sama Bintang. Gue udah pernah cerita dikit ke lo, kan?"

Aksa mengangguk. Cerita soal Biru, Bintang, dan Bara masih terpatri kuat dalam kepalanya. Sesuatu yang tidak Rendra katakan padanya.

"Lagipula gue juga udah kenal lo lama, Gas. Gue lebih pilih Rendra sama lo daripada Bara," ucap Hanan. "Tapi gue masih nggak nyangka aja sih, ternyata Rendra punya perasaan segitu gedenya ke Bara."

Aksa tersenyum tipis. Mungkin orang-orang di sekitar Rendra tak akan menyadari. Cowok itu terlalu keras menyimpan perasaannya hingga dirinya sendiri harus terluka.

Seharian Rendra tidak bisa berkonsentrasi pada perkuliahannya. Pemicunya adalah pesan yang dikirim oleh Aksa dan Bara. Ia masih belum bertemu Aksa karena jadwal kelas mereka yang berbeda. Namun yang lebih mengusik pikirannya adalah pesan terakhir dari Bara.

From: Bara
Ren
Gue ancur

Rendra tidak mengerti apa maksud pesan itu tetapi batinnya tak dapat berhenti untuk merasa khawatir. Cowok itu sempat mempertimbangkan untuk pergi menemui Bara dan memastikan keadaannya, namun di sisi lain ia menyadari bahwa usahanya selama ini untuk berhenti peduli pada Bara akan sia-sia saja. Sudah terlalu banyak Rendra berlari menuju Bara, banyak yang ia beri dan korbankan, tapi untuknya hanya ada luka.

Apakah yang satu ini akan sama pula?

Rendra berjalan keluar dari gedung fakultasnya begitu kelas hari itu selesai. Ia ingin segera pulang dan berbaring di ranjangnya, mengistirahatkan pikirannya yang lelah. Rendra belum melihat tanda-tanda keberadaan Aksa dan itu membuatnya sedikit tenang karena sejujurnya ia belum siap menghadapi cowok itu juga.

Parkiran motor cukup lengang karena hari sudah mulai sore. Daun-daun layu berguguran ditiup angin dan berserakan di tanah. Untuk sekejap Rendra merasa damai. Ia pejamkan matanya dan dihirupnya udara hingga paru-parunya penuh.

"Rendra."

Kelopak mata Rendra terbuka sempurna lantaran terkejut. Bukan hanya karena ada seseorang yang tiba-tiba muncul di depannya, tetapi suara yang sangat Rendra kenali itu terdengar lagi setelah beberapa lama.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang