15. Terjaga

295 36 3
                                    

Kejadian nahas yang menimpa Bara semakin terasa nyata ketika berita itu mulai menyebar ke seantero kampus. Teman-teman sejurusan Bara dan orang-orang yang mengenal Bara mulai datang menjenguk. Mereka cukup paham untuk tidak mengganggu ketenangan Bara maupun keluarganya, jadi mereka menjadwalkan satu hari untuk menjenguk sekaligus melangsungkan doa bersama. Rendra ada di antaranya. Melihat begitu banyak orang yang datang untuk mengharap kesembuhan Bara membuatnya sedih sekaligus terharu. Ia ingin Bara melihatnya juga, bahwa masih banyak yang peduli padanya.

Hari itu ada Bintang, Biru, Evan, Candra, Hanan dan Arka yang datang. Edgar, kakak tingkat Bintang sekaligus teman Hanan juga menyempatkan untuk datang meskipun ia tidak mengenal Bara secara langsung. Aksa datang di akhir dan memilih untuk duduk di luar ruangan. Toh nanti dia yang menemani Rendra ketika semuanya pulang.

Ayah dan ibu Bara mengucapkan terima kasih berkali-kali setelah doa bersama selesai. Mereka mulai berpamitan satu persatu. Aksa melihat orang-orang keluar dari ruangan dan melewatinya. Hingga Hanan muncul dan duduk sejenak di sampingnya.

“Gimana, Gas?” tanya Hanan.

“Gimana apanya?” Aksa menarik napas pelan, pura-pura tak memahami pertanyaan Hanan.

Hanan hanya menggerakkan kepalanya ke arah ruang rawat Bara. Ia sudah mendengar cerita tentang kericuhan yang terjadi di parkiran Fakultas Hukum, yang membuat wajah Aksa sempat lebam. Dan dimulainya hubungan antara Aksa dan Rendra. Semuanya dari mulut Aksa sendiri.

Aksa tahu pertanyaan Hanan merujuk pada nasib hubungannya dengan Rendra yang baru dimulai belum lama ini. Dan Aksa juga tidak buta untuk melihat bagaimana reaksi Rendra terhadap Bara saat ini. Ia menginginkan Bara untuk segera sadar, tetapi ia tidak tahu apakah dirinya siap menghadapi apapun keputusan yang mungkin Rendra ambil setelahnya.

“Gue jalanin dulu aja lah, Bang,” ucap Aksa akhirnya. Tawa pendeknya terdengar getir. “Ada yang lebih penting daripada ini.”

Hanan mengangguk paham. Ditepuknya bahu Aksa menguatkan.

“Lo adek kelas gue yang paling keren. Lo udah ngelakuin hal yang bener, jadi nggak usah khawatir lo bakal nyesel.”

Sementara itu di dalam ruangan Rendra duduk berdampingan dengan Bintang yang masih tinggal. Rendra menebak ada sesuatu yang ingin Bintang bicarakan ketika cowok itu menyuruh Biru untuk menunggunya di luar.

“Gue yang minta dijadwalin acara doa bersama hari ini,” ucap Bintang. “Sori kalo yang dateng ternyata terlalu banyak.”

Rendra sudah mengetahui rencana itu. Dia bahkan berterimakasih pada Bintang yang mau mengatur kegiatan hari itu.

“Makasih, Kak. Orangtuanya Bara keliatan ada harapan lagi. Gue lega liatnya.”

Rendra menatap orangtua Bara yang masih berbincang dengan beberapa teman Bara di luar.

“Ren, gue minta maaf, ya,” ucap Bintang kemudian yang membuat Rendra mengalihkan perhatiannya kembali. “Tempo hari gue lepas kontrol. Nyalahin lo dan semuanya. Gue kalut banget. Karena terakhir gue ketemu Bara, dia akhirnya mau jujur sama dirinya sendiri.”

Rendra merasa seperti dicabik lagi hatinya. Ia ingin bertanya apa yang Bara bicarakan, namun ia juga takut tak mampu menanggung kesedihan dan rasa bersalah yang masih terus bersarang di dadanya.

“Gue juga ada salahnya, Kak,” balas Rendra. “Tapi menurut gue kita semua punya porsi kesalahan masing-masing. Yang jelas sekarang kita fokus buat kesembuhan Bara aja. Itu yang paling penting, kan?”

Bintang tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Betapa ia ingin Bara untuk cepat sadar dan menjemput kebahagiaan bersama Rendra. Sayangnya Bintang tak mengetahui Rendra telah bersama orang lain.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang