14. Redup Bara Api

318 35 6
                                    

Seakan berlomba dengan waktu, Bintang setengah berlari di lorong rumah sakit. Ia segera mencari teman Bara yang beberapa waktu lalu menghubunginya lewat ponsel. Ada perasaan marah dalam diri Bintang ketika ia menemukan orang itu yang kemudian harus segera pergi. Tak ada secuil kekhawatiran untuk seorang teman yang nyawanya bisa saja melayang malam ini, hanya sibuk menyelamatkan dirinya sendiri.

Beruntung Bintang datang ditemani kakaknya yang tahu apa yang harus dilakukan sebab Bintang sudah terlampau panik untuk berpikir jernih. Ia tidak memiliki nomor ponsel keluarga Bara sehingga ia tak bisa menghubungi mereka. Satu-satunya jalan adalah menghubungi Rendra yang tengah diusahakannya saat ini.

Tangan Bintang tak henti-hentinya menyentuh kontak Rendra yang belum bisa dihubungi, sambil memutar otak untuk mencari siapa lagi yang bisa dihubunginya. Tapi Bintang tidak menemukan seorang pun di kepalanya. Hanya Rendra.

"Bin, aku udah daftarin Bara biar ditanganin duluan," ucap Bulan, kakak Bintang yang telah hadir di sisinya. "Kamu bisa hubungin ayahnya, nggak?"

"Aku nggak tau nomornya, Kak. Rendra juga dari tadi susah banget dihubungin," balas Bintang setengah menangis.

"Duduk dulu aja yuk, Bin. Sambil coba dihubungin terus," tenang Bulan.

Bulan membimbing adiknya untuk duduk sementara adiknya tetap berusaha menghubungi nomor Rendra. Mata Bintang sudah memerah dan bibirnya gemetar. Bulan tak sampai hati melihatnya.

"Apa aku samperin ke rumahnya Bara? Alamat pasnya di mana?" tawar Bulan kemudian.

Bintang tampak tidak fokus, ia menggelengkan kepalanya sambil tetap mengamati layar ponselnya hingga...

"Bentar, Kak. Ini Rendra."

Rasanya Rendra seperti disiram air es ketika ia menerima panggilan dari Bintang di tengah usahanya melawan kantuk karena dibangunkan paksa. Sekujur tubuhnya mendingin hingga ke ujung-ujung jarinya. Untuk sesaat ia tak dapat memikirkan apapun.

"Siapa, Ren?" tanya Aksa yang ikut terjaga. Cowok itu memutuskan untuk menginap di rumah Rendra malam itu. Sorot matanya was-was melihat perubahan ekspresi Rendra. "Lo nggak apa-apa, kan?"

Rendra menatap dinding kamarnya dengan tatapan kosong. "Bara, Sa..."

"Bara yang telfon? Ngapain dia?"

Barulah Rendra menolehkan kepalanya pada Aksa. Cowok itu terkejut melihat sepasang mata Rendra yang berkaca-kaca. Kalimat yang muncul dari bibir Rendra kemudian membuat Aksa terperangah.

Aksa menahan Rendra ketika ia bangkit berdiri untuk bersiap-siap. "Jangan sendirian. Gue anter."

"Nggak usah, Sa. Gue berangkat sendiri aja."

"Ren, gue pacar lo sekarang," ingat Aksa. "Gue nggak bisa biarin lo pergi sendirian."

Realisasi itu membuat tarikan napas Rendra menjadi berat dan ketika insting Aksa bekerja untuk menarik Rendra dalam pelukan, tangisnya akhirnya pecah.

"It's okay. It's not your fault," bisik Aksa pelan.

Rendra dan ayah Bara datang hampir bersamaan. Bintang tidak mengenali siapa cowok yang datang bersama Rendra namun itu tak menjadi perhatiannya saat ini. Bulan menjelaskan kondisi terakhir Bara pada ayahnya sebelum mengantar lelaki itu untuk melengkapi administrasi yang diperlukan.

Rendra berjalan mendekati Bintang yang masih terduduk di tempatnya, tak mengucapkan sepatah kata pun sejak ia tiba di sana.

"Kak, Bara gimana?" tanya Rendra.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang