11. Bertukar Tempat

291 35 7
                                    

Semenjak Biru meninggalkan rumah Bintang atas peristiwa tempo hari, Bintang terus membanjiri ponselnya dengan pesan dan panggilan. Yang dengan terpaksa belum bisa Biru balas. Ia butuh memikirkan kembali keputusannya. Memperkirakan apakah kejadian hari itu adalah salahnya yang telah mengizinkan Bintang untuk kembali bertemu Bara.

Pelukan itu diinisiasi oleh Bara. Biru juga menyaksikannya. Tetapi hampir tak ada penolakan dari Bintang yang membuat Biru sempat berpikir, mungkin memang ada sisa-sisa perasaan yang tertinggal itu. Meski Bintang telah menyangkalnya.

Dan hal itu yang membuat Biru merasa risau. Bagaimana jika Bintang tak menyadari dan dirinyalah yang bisa melihatnya?

Itulah sebabnya Biru masih belum bisa menghadapi Bintang setelah kejadian saat itu. Biru tahu Bintang akan meyakinkannya bahwa tak ada maksud apapun di balik pelukan itu. Tetapi ia tidak tahu apakah hatinya bisa menerima.

Biru belum memberitahu Hanan dan Arka tentang peristiwa itu. Alasan mengapa dua temannya itu tetap terlihat santai meski Biru tidak datang ke kampus bersama Bintang dan tidak mengajak Bintang untuk makan siang bersama.

"Mau cari makan di depan kampus apa belakang?" tanya Biru pada kedua temannya seusai kelas berakhir.

"Bebas. Tapi jam segini biasanya warung belakang kampus rame," ucap Hanan. "Kamu mau makan apa, Ka?"

Cowok yang sedang ditanyai itu tak menjawab. Ia tengah berhenti sambil mengamati sesuatu di kejauhan.

"Ada apaan, Ka?" tanya Biru.

Arka menunjuk satu titik yang membuat Biru dan Hanan seketika mengikuti arah telunjuknya.

"Itu... Bara sama Rendra bukan, sih?" tanya Arka.

Biru yang pertama kali menyadari. Tubuhnya seketika menegang. Ia menajamkan matanya untuk melihat lebih jelas. Dua cowok yang pernah menjadi adik kelasnya itu seperti terlibat dalam argumentasi.

"Ru! Mau ke mana?" tanya Hanan begitu Biru mengambil langkah-langkah panjang tanpa bersuara.

Rahang Biru mengeras. Kedua tangannya tanpa sadar mengepal seiring langkah kakinya membawanya menuju titik di mana keributan itu terjadi. Bayang-bayang memori ketika Bara bertengkar dengan Bintang terus berkelebat di kepalanya.

"Bisa nggak lo berhenti maksa orang lain?" seru Biru ketika ia sampai di belakang Bara yang tengah mencekal tangan Rendra kuat-kuat.

Ada keterkejutan di wajah Bara ketika cowok itu akhirnya menolehkan kepalanya.

"Lepasin Rendra," perintah Biru. Kali ini suaranya lebih pelan namun sarat akan ketegasan.

Bara membalikkan badan sepenuhnya untuk menyembunyikan Rendra di balik punggungnya. Ia menatap sepasang iris mata Biru dengan tajam.

"Ini urusan gue sama Rendra," balas Bara. "Kalo lo mau bahas soal Bintang, biarin gue selesaiin urusan gue dulu."

"Gue nggak ngomongin Bintang," sergah Biru. "Gue nggak suka liat orang dipaksa kayak gitu, apapun masalahnya. Lepasin."

Dengan geram yang coba ditekannya, Bara perlahan mengurai jemarinya yang mengurung pergelangan tangan Rendra. Biru menggunakan kesempatan itu untuk menarik Rendra ke sisinya.

"Ren," panggil Bara untuk kesekian kalinya. "Kita butuh ngobrol."

Rendra mengatupkan bibirnya rapat, takut isak tangisnya akan lolos. Sebagai gantinya ia hanya bisa menggelengkan kepala berkali-kali. Bara menghela napas keras.

"Rendra, please."

"Jangan dipaksa kalo nggak mau," sahut Biru. "Lo nggak bisa seenaknya terus sama orang lain."

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang