7. Lapangan Futsal

315 40 4
                                        

“Mau ke mana, Bar?”

Suara sang ayah menghentikan langkah Bara yang sedang menjinjing sepatu keluar kamar. Pertanyaan seperti ini yang akan sering Bara dengar lagi selama ia tinggal dengan ayahnya.

“Mau futsal,” jawab Bara singkat.

“Sama siapa?”

“Rendra.”

Entah mengapa tiap kali Bara membawa nama Rendra agar ayahnya mengizinkan pergi, hal itu selalu berhasil. Mungkin karena lelaki itu telah mengenal Rendra sejak lama, atau mungkin karena ia bisa meminta pertanggungjawaban Bara melalui Rendra.

Bara bergegas pergi setelah ayahnya memberi izin dengan syarat Bara tidak boleh pulang terlalu malam. Setelah menjemput Rendra di rumahnya, keduanya segera menuju lapangan futsal yang sudah lama sekali tak Bara sambangi.

Aksa belum hadir di sana. Yang datang lebih dulu adalah teman-teman futsal Bara dan Rendra. Begitu mendapat kabar mengenai kembalinya Bara, mereka langsung menyanggupi ajakan bermain futsal hari itu.

"Sumpah, Bar. Gue kira gue nggak akan liat muka lo lagi."

"Tiba-tiba banget lo perginya kayak mantan gue."

"Bangsat HAHAHAHA! Tapi iya, sih, kirain lo nggak akan balik ke sini."

"Futsal nggak seru kalo nggak ada lo."

Bara menanggapi ocehan teman-temannya dengan senyum tipis. Sudah lama ia tak mendengar berisik suara dari anak-anak itu. Dibiarkan masuk dalam telinganya dan dinikmati dalam diam. Salah satu cara agar membuat dirinya kembali merasa familiar.

"Eh, itu Aksa," ucap Rendra tiba-tiba. Ia bangkit berdiri.

Bara seketika menolehkan kepalanya setelah memastikan tali sepatunya kencang. Matanya menyipit melihat segerombolan orang yang datang. Tetapi di antara wajah-wajah asing itu Bara menemukan satu sosok wajah yang sudah dikenalnya. Serentak rahangnya mengeras.

"Bang Hanan??" Suara Rendra yang pertama kali menyadarkan Bara. "Lo kenal sama Aksa, Bang?"

"Aksa siapa?" Hanan mengerutkan keningnya. Ia baru mengangguk paham ketika Aksa menunjuk dirinya sendiri. "Oh, Bagas?? Adek kelas SMP gue, tuh!"

Rendra membulatkan bibirnya sambil manggut-manggut. Sementara itu Bara masih terdiam mengawasi percakapan yang terjadi di depannya.

"Eh, Bar! Lo balik ke sini?" ujar Hanan yang akhirnya memusatkan perhatiannya pada Bara. Meski gesturnya terlihat tenang dan bersahabat, tetapi ada keterkejutan yang berusaha Hanan tutupi.

Bara menyambut uluran tangan Hanan. "Gue lanjut kuliah lagi di sini."

Ada ketegangan dalam cara Bara menjawab. Dan Hanan tahu persis alasannya.

"Gue sendiri aja, sih. Nggak sama siapa-siapa. Cuman diajakin sama Bagas."

Penjelasan yang tidak perlu itu muncul dari mulut Hanan. Bara mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan kalimat yang hampir saja terlontar dari mulutnya.

Jika yang Hanan maksud adalah Biru, Bara persetan dengan itu semua.

"Ternyata udah pada kenal. Bagus, deh! Gue nggak perlu ngenalin lagi," komentar Aksa yang kemudian mengakhiri ketegangan situasi saat itu.

Sebelum permainan dimulai, Bara menghampiri bangku di mana tasnya tergeletak. Rendra buru-buru mengikutinya.

"Bar, lo-"

"Gue nggak apa-apa."

Kalimat Bara jelas dan tandas. Rendra terpaku di tempatnya. Ketika Bara membalikkan badannya lagi usai menyimpan ponselnya ke dalam tas, ia menatap Rendra lekat-lekat.

PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang