Masih ingat kado berbalut kertas berwarna biru? Yang belum dibuka oleh Adam semenjak hari ulang tahunnya satu bulan lalu. Begitu Adam masuk ke dalam kamarnya ia berniat membukanya sebelum lupa, Tata punya kejutan apa?
Tangannya yang sedikit bengkak akibat sering digempur jarum suntik merobek bungkus kado dengan pelan. Isinya ada dua, sebuah buku ukuran A5 berjudul Jenggala dan satu lagi binder kulit berwarna coklat. Siapa yang akan memberi seorang penulis kado berupa buku karya ciptaannya sendiri.
Beralih dari buku Jenggala, Tata punya buku binder kosong. Bingung, dan campur rindu juga akhirnya Adam menelpon sosok mungil dalang dari semua hal manis ini.
"Halo, selamat malam Mas Adam?" sapa suara cempreng yang refleks membuat Adam tersenyum manis.
"Halo, Ta. Kira-kira buku binder ini buat apa?" tanya Adam sambil membuka kunci binder, melihat motif kertasnya saja membuat pemuda itu geli. Gambar Hello Kitty dengan aksen warna merah muda, kalau dilihat-lihat mirip Tata.
Sebenarnya, Tata tidak tahu mau diapakan binder itu. Mengingat Adam pasti lebih senang menulis di komputer daripada buku. Namun, sekarang dia tahu harus berucap apa.
"Tulis apapun yang Mas Adam mau."
"Okay?"
"Aku bakal berusaha keras untuk wujudin itu. Kalau mahal aku tetep minta uang ke orang tua Mas Adam yang crazy rich itu, sih." Mendengar hal ini, Adam tersenyum getir.
"Karena aku udah nggak lama?"
"Ishhh ... ini kado ulang tahun bukan kado kematian."
Kepala Sania berputar, membuang kalender kecil yang berada di nakas kamarnya. Setelah dihitung-hitung sembilan puluh hari itu terlalu singkat bukan? Semua perjuangannya sebagai Ibu seperti tidak membuahkan hasil apa-apa.
Tidak apa-apa kalau Adam tetap tempramental, asalkan dia sehat dan dapat bernapas. Atau setidaknya, Adam hidup. Hanya saja, anak semata wayangnya itu sudah diberi vonis akan tidak ada tepat di ulang tahunnya. Tiga bulan dari sekarang.
Benar-benar seperti bom waktu.
🌼
Tertatih sambil menarik tabung oksigen anak itu keluar rumah. Entah kenapa hanya berjalan keluar bisa sangat membuatnya kewalahan memanajemen udara untuk keluar masuk. Maka dari itulah jika Sania tahu dia akan menyuruh anaknya duduk diam di kursi roda.
Meski begitu, Adam tidak mau terlihat sesakit keadaan sebenarnya. Sudah bergantung pada tabung oksigen malah ketergantungan dengan kursi roda.
"Mas Adam mau kemana?" sapa Mbok Ina khawatir. Adam teringat Tata, padahal dia sudah dipanggil demikian oleh asisten rumah tangga maupun supir. Kenapa Adam baru sadar?
"Keluar sebentar. Cari angin." Cari angin untuk apa? Dihirup saja tidak bisa.
"Iya duduk aja sini, biar Mbok anter." Mbok Ina menarik kursi roda. Inisiasi seseorang yang menjaganya dari kecil itu sungguh bagus, tapi sedikit membuat Adam tersinggung. Sejak sakit dia memang sangat sensitif.
Adam berjalan keluar, mengabaikan wanita tua yang tetap mengikutinya meski sudah ditolak mentah-mentah.
"Mas Adam mau kemana?" tanya Tata yang baru sampai di depan rumah Adam.
"Ta?" Perempuan itu tersenyum kala orang yang dia khawatirkan akhir-akhir ini bisa tersenyum.
"Mas Adam mau kemana?" tanya gadis manis dengan baju warna pastel itu sambil mengambil alih tangan Adam. Menggandeng sekaligus menuntunnya keluar, sangat halus dan lembut.
"Ke Jenggala yang kamu ciptakan di samping rumah."
"Aku juga mau lihat itu."
___
Kedua bibir dari sepasang remaja itu turun, melihat pohon-pohon yang mereka tanam menguning hampir mati. Ini karena tidak ada yang merawat mereka beberapa minggu ini bukan?
"Mas Adam jangan sedih." Tata berbicara begitu, tapi air matanya mengalir. Membayangkan bagaimana Adam yang menggali dan menanam ini semua sampai kehabisan napas, dan ternyata semuanya hampir mati.
Adam menghela napas, kenapa anak ini cengeng sekali. Sang Tuan muda dari keluarga Darmawangsa itu menarik selang air dan menyiram mereka semua dengan telaten.
Tata tersenyum sambil mengamati pemuda 184cm itu, tampan dan selembut kapas. Menangis lagi, karena sadar Adam akan pergi secepatnya.
"Tata, ini kan sudah disiram nanti juga akan hidup." Adam mencoba menenangkan, tapi sialnya Tata malah menangis kencang. Setidaknya, setahu Adam gadis itu sedang menangisi pohon, bukan dia yang akan mati beberapa saat lagi.
"Kalau boleh tahu, Mas Adam sudah nulis permintaan di binder ajaib itu belum?" tanya Tata, mereka berdua sedang duduk bersandar di pohon mangga favorit Adam.
Tangan besar dan rapuh Adam mengambil binder yang dimaksud dari dalam tas oksigennya. Membuka dan membiarkan Tata membaca.
List permintaan yang ingin diwujudkan Adam:
1. Sekolah bersama Tata
2. Melihat pohon cemara di samping rumah tinggi
3. Forest piknik
4. Dst masih dipikirkan AdamTata meletakkan kepalanya di pundak Adam, sambil mencoba mengamati tulisan yang hampir tak terbaca.
Tata mengambil pulpen dan ikut serta menulis sesuatu di halaman berikutnya.
List harapan Tata:
1. Tulisan Adam semuanya diselesaikan
2. Adam dan Tata jadian
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang [Terselesaikan]
Teen FictionTata tidak pernah berpikir bahwa penulis favoritnya---Adam Darmawangsa, bukanlah seorang Dosen atau Dokter. Tulisannya begitu bijaksana dan indah menandakan wawasan yang luas. Faktanya, penulis itu adalah remaja seusia dengan satu paru-paru, alat ba...