Extra 2

512 45 13
                                    

Adam POV

Ringkasan dari hidup yang memang sudah pendek.

Sejak kapan aku tidak bisa bernapas? Sejak jatuh pingsan dua Minggu lalu. Membuat ketar-ketir paramedis karena sepertinya mereka tidak ingin aku menyusul Hana. Ingin menyerah, tapi berulang kali orang yang bahkan tak aku kenali secara pribadi memanggil namaku dengan kencang membuatku mengerang. Ingin kembali, sebentar saja, entah untuk apa.
__
Aku tersedak tengah malam. Hampir tidak pernah tidur tenang, kala oksigenku habis setiap lupa menggantinya sebelum tidur. Aku bangun dan mencoba menggantinya sendirian, sayangnya napasku sudah berhenti duluan. Sehingga aku harus menelpon Mama agar dia bangun dan membantu.

Mama datang bersama Papa, wajahnya mengantuk tapi juga cemas. Sejak saat itu mereka memastikan untuk menjaga agar oksigenku tetap cukup sampai pagi.

"Adam tenang dulu, ya?" Mama memeluk dan Papa mengganti tabung oksigen. Perlu beberapa jam sampai aku bisa bernapas kembali. Rutinitas yang kacau.

___

Mungkin ini ulang tahun terakhirku. Katanya begitu. Aku punya harapan menggebu dulu, umur 20 aku lulus kuliah, umur 27 aku menikah, umur 30 mengantar anak ke sekolah. Kenyataannya, ulang tahun terakhirku adalah 17.
Aku marah karena mereka merayakan ulang tahun terakhir. Aku mati setelah tiup lilin, kenapa aku harus tersenyum dan bahagia?

Hanya saja, di ulang tahun terakhirku adalah pertemuan pertamaku dengan Tata. Dia yang berdiri mematung dengan tatapan nanar di depan pintu tepat sebelum aku pingsan dan menemukan dia lagi besoknya, besoknya, besoknya, sampai akhirnya.

"Ayo menyelamatkan dunia Mas Adam." Kalimat kekanakan yang tak pernah gagal membuat aku tergelitik.
Selain menyelamatkan dunia kamu juga menyelamatkan aku, Tata. Mungkin tidak dengan nyawaku atau kesembuhan fisikku, tapi iya dengan hati, mental, atau entahlah. Terapi indah sebelum mati.

___

"Mas Adam, kamu sudah tidak ada ya? Kamu sudah benar-benar tidak ada ya? Kamu sekarang sudah tidak sakit ya?" Dia berucap di depan danau hutan. Tentu saja sambil menangis.

Sakit, Ta. Aku tidak butuh selang oksigen tapi aku butuh kamu. Sebisa apapun aku menolak keberadaan Bryan, aku tetap hanya sebuah uap yang tak akan pernah bisa merubah keputusanmu. 

Gadis itu meletakkan sebuah kertas di dalam danau. Sebuah kertas undangan pernikahan, Bryan Andreas dan Chandrika Calista untuk Adam Darmawangsa. Kertas itu berlayar ke tengah lalu tenggelam.

"Mas Adam bisa bahagia nggak?" Tata menangis sekencang-kencangnya. Berteriak dan hancur, dia menutup matanya yang berair dengan lengan.

"MAS ADAM AYO GAK TERIMA!!! AYO LARANG AKU! AYO BALIK!" Bodoh sekali menyuruh orang yang sudah tahun-tahunan mati untuk kembali.

"Ta." Untuk pertama kalinya aku mencoba bersuara dan Tata berhenti menangis. Dia mendengarku?

"Mas Adam?" Tata membuka matanya, menatap sekeliling dan tidak ada siapa-siapa. Sebenarnya aku di sampingnya tapi dia tidak sadar.

"Mas Adam aku mau Mas Adam. Gak apa-apa kalau kamu cuma hantu aku gak apa-apa." Ingin menangis rasanya.

Sampai sejauh ini pun aku tidak dibiarkan tenang. Terlalu sibuk memikirkan bagaimana Tata tanpa aku. Katanya jarang menangis tapi sepertinya sudah gila. Aku juga gila, Ta.

Sebenarnya apa yang membuat kamu begitu cinta? Tidak pernah melakukan apa-apa, tidak pernah memperlakukan kamu dengan baik. Apa yang membuat kamu menangis di sini hari ini?

___

Rumpang [Terselesaikan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang