Hari Minggu Tata diisi dengan saling bercerita bersama seseorang yang ia ikuti di sosial media. Disca Anastasia terlihat lebih cantik di dunia nyata, meski ada beberapa jerawat di pipinya yang baru saja meletus tetap saja Disca terlihat jauh lebih menakjubkan. Background cerita mereka sama, penyakit yang diderita Adam dan Fajar juga sama. Perbedaannya adalah, Adam masih hidup. Fajar juga hidup, sekadar dalam hati dan tulisan Disca.
Tata semakin takut akan sebuah perpisahan. Lihatlah Disca sekarang, dia terlalu mencintai Fajar begitu dalam. Usia yang lebih dari sekedar matang tidak pernah diindahkan, tidak ada pernikahan dan bahkan Disca ingin mati secara berlahan. Mendonorkan sebelah paru-paru demi memahami Fajar sebesar Fajar memahaminya.
Apakah Tata juga akan sekonyol itu? Mungkin iya, karena sejatinya ia sekarang benar-benar jatuh ke Adam. Setidaknya Tata sedang berada di samping orang yang tepat, Disca memberikan fakta bahwa mungkin Adam akan mati tapi mungkin juga hidup. Cia selalu mengatakan untuk segera mencari pengganti, jangan mencintai Adam. Kalau bisa tidak mencintai Adam pasti sudah sejak kejadian malam ulang tahun itu Tata lakukan.
"Kak Disca mau ketemu Adam?" tanya Tata, hari sudah mulai gelap. Kini Disca mengantarkan Tata untuk pergi ke stasiun kereta.
"Pasti, aku kesana besok. Hati-hati ya, Ta?" Tata lantas memberikan pelukan. Dada Disca basah, orang cengeng ini sedang menangis.
"Makasih ya, Kak? Kak Fajar pasti bangga sama Kak Disca."
__
Adam itu Bumi, Chandrika itu Bulan.
Kemudian sebuah senyapnya malam membantuku memintal sebuah kenangan tentang Bumi dan Bulan.
Ini adalah suara Bulan yang sebelumnya tak pernah terdengar. Untuk Bumi, yang dikelilingi banyak Bintang tapi masih mengejar Matahari.
Berapa juta purnama dan gerhana yang terjadi antara pertemuan kita, Bumi?Purnamanya adalah bagian yang paling aku suka. Terang dan paling cantik di antara gemerlapan bintang yang pasti tak penting lagi untukmu. Sebanyak apapun Bumi mengorbit Matahari, tetap saja Bulan menari menarik atensimu kembali.
---
"Amatir, Mas. Tetap bagusan Mas Adam!" Tata menarik laptop di pangkuan Adam. Padahal dia sendiri yang pamer kalau dia sedang menulis puisi untuk mereka berdua, Adam tersenyum dengan bibirnya yang pucat. Menanggapi Tata memang tidak perlu banyak usaha, apapun yang terjadi cukup tersenyum simpul saja."Selamat sore, Bocil?" Sosok gadis dengan rambut ikal panjang tiba-tiba masuk dengan sebuah buket besar berisikan beberapa bunga yang tidak Adam mengerti. Yang tidak bisa nalar adalah 'siapa ini? Apa salah ruangan?'.
"Kak Discaaaa!!" Mereka berdua terlihat akrab. Berpelukan seperti kegiatan perempuan lain, Adam hanya menggeleng-gelengkan kepala karena tidak diajak.
Tata menerima bucket dan meletakkannya di atas meja. Sebenarnya agak heran juga sebenernya apa yang memotivasi semua orang untuk meletakkan setangkai dua tangkai bunga di dekat nakasnya? Tidak membantu pernapasan Adam sama sekali.
"Ini Kak Disca yang mau donorin sebelah paru-parunya buat kamu. Mama Sania bilang ke kamu, 'kan?" Ngomong-ngomong Tata sudah sangat yakin 90% kalau akan direkrut jadi calon mantu. 10% sisanya adalah kemungkinan Adam meninggal sebelum prosesi mantu itu sendiri.
Adam mengangguk, ternyata ini potret wanita gila itu.
"Buku motivasi hidup." Disca membawa buku-buku yang sebenarnya hanya berisi angan-angan kalau seandainya Fajar tidak mati. Adam mengambilnya, sedang tidak ingin ribut.
"Terus kabarnya sejauh ini kalian cocok sembilan puluh persen, yeaaay!!" Tata bertepuk tangan senang.
"Makasih Kak Disca."
___
Monitor di samping Adam berbunyi sangat kencang. Sama kencangnya dengan jantung Tata yang hampir melompat dari tempatnya, tangan Tata meremat tangan layu kekasihnya. Saat ini yang terpenting adalah membuat kesadaran Adam kembali dan mungkin Tata adalah salah satu orang yang dapat membuatnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang [Terselesaikan]
Teen FictionTata tidak pernah berpikir bahwa penulis favoritnya---Adam Darmawangsa, bukanlah seorang Dosen atau Dokter. Tulisannya begitu bijaksana dan indah menandakan wawasan yang luas. Faktanya, penulis itu adalah remaja seusia dengan satu paru-paru, alat ba...