Remember Adam.
Jadi guys, cerita ini adalah cerita alur mundur 😭 gapapa kan ya kalau aku lanjut? Aku tuh kangen Adam.
"Cita-cita Adam apa?" tanya Sania, bangga sekali melihat anak semata wayangnya pulang sekolah dengan seragam SMA. Peluhnya menetes karena katanya dia baru saja bermain bola melawan kakak kelas.
Anak belia itu tersenyum, mengawang ke udara, kira-kira anak dengan previlage sepertinya akan menjadi apa di masa depan? Sepertinya cukup menjadi seperti Papa, tetap bekerja dan punya waktu yang cukup seperti keluarganya.
"Jadi Papa, pasti jadi Papa kan?" tanya Adam sambil melonggarkan dasi merah kotak-kotak khasnya.
"Iya dong. Pasti jadi penerus Papa."
"Tapi gamau main golf, bosen banget. Main bola aja," ujar Adam. Sania tersenyum bangga melihat anaknya aktif seperti ini, sering melihat lesung pipi itu muncul.
Sepertinya hari itu adalah hari terakhir Adam ceria. Setelah itu napas Adam memburu, sering sesak napas dan batuk keras. Di hari kemudian sesak napasnya sampai pingsan.
Saat ke rumah sakit, mereka bilang Adam asma. Namun, keadaan Adam semakin lama semakin buruk. Ada kanker yang berkembang biak lebih cepat dari identifikasinya, Adam mulai kehilangan senyum mulai hari itu.
Jangankan tersenyum, napas saja sudah sulit. Nasal canulla belum diperlukan kala itu. Dia masih menjalani kemoterapi dengan optimis, meski dia merasa kalau dia harus seperti alien dengan kepala plontosnya.
"Kita harus buang bagian yang sudah rusak sebelum merambah ke paru-paru kirinya." Setelah hal itu diusulkan dokter, Adam gemetar.
Dadanya akan dirobek begitu? Tapi dia menurut, katanya tidak akan terjadi banyak hal. Napasnya mungkin akan lebih lancar, dan dia tidak harus botak.
__
Sayatan itu seperti sulur di dada. Setiap berkaca Adam ingat bagaimana sakitnya, tapi bagi Adam yang terpenting adalah hari ini dia bisa bernapas. Rambutnya juga berlahan tumbuh dan dia merasa tidak aneh.
Namun, kondisinya tidak bisa kembali seperti sedia kala."Adam! So fucking miss you, Bro!" Temannya langsung menyambut Adam dengan bola basket, yang lain datang memberikan bola futsal.
"Iam so sorry, but I think I cant play this ball well." Adam mengembalikan dua bola itu dengan senyum kecut.
"Why?" tanya si rambut pirang, keturunan Belanda asli bernama Max.
"This surgery made me so weak than before. So ... I guess I cant do it anymore. I just have one lung inside my chest, sorry." Kata Adam, operasi itu membuatnya lemah dan tak dapat melakukan hal-hal ini lagi. Berat rasanya untuk meninggalkan hobinya.
Detik itu, Adam menemukan Hana di perpustakaan. Gadis itu sedang membaca sebuah buku. Adam tersenyum, sepertinya mereka adalah pasangan yang serasi. Punya penyakit yang sama dan kesulitan bernapas bersama.
"Aku cemburu sama Fiersa Besari."
"Kenapa?" tanya Hana.
"Orang aku baca tulisan Boy Chandra." Hana mengalihkan pandangannya, lalu menatap Adam yang terlihat lebih sehat hari ini.
"Ya lihat aku dong."
"Apa yang harus kutu buku lihat dari kamu?" Hana menatap Adam menantang.
"Aku bisa nulis. Lihat aja." Sejak saat itu Adam Darmawangsa menjadi penulis yang paling keren. Dan dua tahun kemudian dia punya penggemar berat bernama Chandrika Calista.
__
Penghujung tahun, Adam memberikan sebuah buku kepada pacarnya yang sedang berada di rumah sakit.
"Kamu nerbitin buku?" tanya Hana semangat. Sedih sekali raut itu muncul ketika Hana tidak bisa bernapas."Iya." Adam mengelus rambut Hana, gadis itu sangat bahagia sambil memulai membaca buku bersampul vintage itu.
Saat itu Adam mendapatkan kembali rasa sakit yang datang tak diundang. Rasanya menusuk dan berat sampai akhirnya Adam harus keluar dari ruangan Hana dan menyerahkan diri ke dokter segera.
Batuk dan kesulitan napasnya sangat parah, bertahan sekitar tiga puluh menit sampai akhirnya Adam jatuh pingsan.
Adam marah kala itu, kata dokter tidak akan banyak yang berubah kalau paru-parunya hanya satu.
Tidak bisa berlari dan bermain bola saja itu sudah banyak merubah hidup Adam. Sekarang, sebelah paru-paru itu tidak dapat berfungsi dengan benar karena terjangkit kanker (lagi).
---
Beberapa saat setelahnya, Adam harus memakai nasal canulla sepanjang masa hidupnya. Ditambah lagi kematian Hana yang berlangsung beberapa bulan setelah Adam harus menjadi penyandang kanker lagi.
"Mau bunuh gue kenapa gak sekalian, sih!" Sikap Adam berubah menjadi pemarah. Dia kerap menolak diberikan nasal sampai akhirnya kehabisan napas.
"Mama, Papa. Maafin aku, aku nyusahin."
"Mama sama Papa gak bisa punya anak yang bakal rawat kalian di hari tua. Maafin Adam."
"Maafin Adam kalau sering marah. Adam gak sengaja marah. Adam ga sengaja sakit."
"Mama... Aku belum bisa bahagiain Mama."
"Papa bilang mau bawa aku mabok, maafin Adam gak bisa nemenin mabok."
Malam itu Adam banyak meminta maaf atas hal-hal yang berada di luar kendalinya. Sania menenangkannya dengan cara membiarkan anaknya yang sesak napas itu bersender di dadanya.
Menepuk-nepuk pundak anaknya yang mulai lemas. Hari ini sibuk marah-marah.
"Mama bahagia punya fakta kalau anak Mama kuat. Yang kemarin bisa sembuh meski sebentar, Mama bangga." Sania mencium lesung pipi Adam, menyaksikan bagaimana obat bius bekerja membuat anaknya tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang [Terselesaikan]
أدب المراهقينTata tidak pernah berpikir bahwa penulis favoritnya---Adam Darmawangsa, bukanlah seorang Dosen atau Dokter. Tulisannya begitu bijaksana dan indah menandakan wawasan yang luas. Faktanya, penulis itu adalah remaja seusia dengan satu paru-paru, alat ba...