"Tata mau ketemu Mas Adam, Om." Semenjak Damar datang ke sini ia hanya menyaksikan Tata yang menangis kencang dan Ayahnya yang kaku dan tetap tak memberi izin.
"Sebenarnya apa yang membuat Tata nggak boleh ketemu Adam?" tanya Damar muak.
"Nilainya turun, surat panggilan dari BK karena Tata sering kabur dari sekolah. Untuk menemui laki-laki, apa itu tidak cukup membuat Anda mengerti bagaimana kalau posisinya di balik? Kalau anak Anda itu seorang perempuan?"
"Apa urusannya? Gender dari lahir sampai mati pun juga akan tetap seperti itu, ayolah, Pak. Nilai dan nyawa jaraknya sangat jauh." Damar benar-benar frustasi, rasanya ingin menarik Tata lalu memberikannya ke Adam segera.
"Memangnya kalau Tata datang, nyawa anak Anda selamat?" tanya Galih, itu benar-benar menyakiti hati Damar. Memang tidak, memang tidak akan selamat. Mau ada 100 Tata pun, Adam hanya anak yang siap meledak dan tamat.
"Mungkin tidak, tapi setidaknya ada dua orang yang tenang. Adam yang beristirahat dengan tenang, dan Tata yang tidak akan merasa bersalah seumur hidupnya."
Belum.
Belum mau pergi, masih ingin berjuang dan menang satu kali lagi. Sekuat apa pun Adam akhirnya meminta hidup penentunya adalah pencipta. Entah sudah cukup atau belum untuk menyiksa, yang jelas Adam tiba-tiba ingin melanjutkan beberapa cerita rumpang yang selalu ditagih Tata."Adam, Adam Darmawangsa." Iya, Adam dengar. Suara dokter memanggil dan mencoba untuk membangunkannya kembali, dengar. Hanya tidak dapat merespon apapun. Lelah sekali rasanya bergulat dengan udara yang telah menjadi musuh bebuyutan Adam sejak dua tahun silam.
"Dari satu sampe sepuluh, berapa presentase sakitnya?" tanya Suster.
Tangan Adam bergerak, hanya ingin memberi sorot pada kesepuluh jarinya meski dalam posisi rendah. Selama ini, Adam tidak pernah memberikan nilai setinggi ini. Biasanya dia akan memberi paling banyak delapan. Sebenarnya, Adam tidak bisa membedakan mana sakit hati dan mana sakit dada.
"Mas Adam, maafin Tata, ya?" Tata akhirnya diizinkan datang, jemari dengan cat kuku warna-warni itu mengelus rambut Adam yang lepek.
Pernapasan Adam sudah membaik setelah perawatan intensif. Sekarang Adam demam karena kehujanan, dan selain itu kesadaran Adam kini dalam keadaan yang sangat minim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang [Terselesaikan]
Teen FictionTata tidak pernah berpikir bahwa penulis favoritnya---Adam Darmawangsa, bukanlah seorang Dosen atau Dokter. Tulisannya begitu bijaksana dan indah menandakan wawasan yang luas. Faktanya, penulis itu adalah remaja seusia dengan satu paru-paru, alat ba...