15

1K 142 6
                                    

Warning: OOC, gaje, typo(s), crack couple, bosenin, (maybe) a bit lemon (soon)!

.

.

Hinata tidak tahu kemalangan apa lagi yang bisa menimpanya. Ditinggal orang tua dan saudara kandung sejak kecil. Tinggal di panti asuhan. Diminta menikahi orang asing dan kini ditinggal pergi saudara satu-satunya.

"Neji Hyuuga tidak memberi syarat apapun. Ia hanya menjamin kalau kau ke New York, kau akan mendapatkan rumah dan semua keperluan yang kau butuhkan. Aku memang bukan pengacara utamanya tapi ia memintaku untuk menyampaikannya padamu."

"Untuk apa?"

Hinata berkata lirih, air matanya terus mengalir tanpa suara.

"Untuk apa semua harta itu kalau ia tidak ada di sisiku?"

Naruto bergetar saat matanya tak sengaja berpandangan dengan amethyst Hinata. Iris putih itu mengkilap, basah karena air mata. Tanpa sadar Naruto pun mengepalkan tangannya. Kenapa wanita itu sangat malang?

"Hinata!" seorang pria berambut putih datang dengan napas yang terengah. Bagus, Toneri lari dari panti sampai rumah Hinata.

"Kau..." Toneri menggantungkan kalimatnya. "...kau pasti tidak baik-baik saja."

Toneri duduk di samping Hinata. Ia mengelus tangan Hinata yang bergetar. Hati Toneri ikut berdenyut nyeri melihat Hinata yang tak bergeming dengan tatapan kosongnya.

"Aku turut berduka, Hinata-san. Tapi, sebagai pengacara aku hanya melaksanakan tugasku."

Naruto mengeluarkan sebuah amplop coklat besar. Menaruhnya ke dekat Hinata.

"Aku tahu pasti kau tidak ingin mendengarnya. Amplop ini adalah wasiat Neji Hyuuga untukmu. Kau bisa membukanya kapan pun kau mau."

Toneri berdecak pelan. Sungguh, bisa tidak sih pria kuning bernama Naruto itu menunggu Hinata berhenti nangis dulu?

"Maaf. Aku harus segera pergi untuk bertemu klien lain." Naruto berdiri, merapikan pakaiannya.

Mending kau tidak usah datang saja, kuning!

"Hinata-san, aku sungguh turut berduka." Naruto membungkuk dalam. Menahannya selama beberapa saat dan akhirnya pamit.

Hinata masih tak bergeming. Ia hanya merespon dengan tangisan dan sedikit isakan. Bahkan setelah Naruto pergi dan Toneri mulai meraihnya dalam pelukan pun.

"Toneri, aku harus bagaimana?" isakan Hinata terdengar. "Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi."

"Hei, kau punya aku." Toneri merangkum wajah Hinata. "Ada Kurenai-sensei, Asuma-sensei, Konohamaru, anak-anak panti. Kita semua menyayangimu, Hinata."

"Tapi sudah tidak ada Hyuuga yang melindungiku."

Sayangnya Toneri kini menjadi Otsutsuki saat diadopsi dua belas tahun silam. Apa ia ajak Hinata jadi Otsutsuki juga, ya?

"Keluarga bukan hanya soal berbagi nama belakang, Hinata. Seharusnya kau tahu itu. Aku akan menjagamu, pasti. Kumohon jangan khawatir soal itu."

Toneri menatap mata Hinata dengan tulus. Ia menghapus jejak-jejak air mata yang masih mengalir di kedua pipi Hinata. Ia mendekap Hinata dengan sangat erat. Sebagai anak yang sejak lahir tinggal di panti asuhan tanpa tahu siapa ayah dan ibu kandungnya, Hinata adalah sosok kakak dan adik baginya. Begitupun sebaliknya.

.

.

"Terima kasih banyak atas kerja keras kalian!" Kiba tersenyum pada timnya yang berhasil menangkap pelaku lagi. Luar biasa, divisinya berjaya di bawah kepemimpinannya.

Unwanted Bond - ShikaHina [Shikamaru x Hinata]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang