Nata membaca sekali lagi tulisan di papan nama dari beton itu untuk memastikan dia berada di tempat yang benar.
Rumah Duka Lux Aeterna.
Perutnya bergejolak—gejala panik yang sudah lama tak dirasakannya. Walau dua minggu lalu dia sudah pernah datang ke sini, tetapi kali ini dia kembali untuk maksud yang berbeda.
Gadis itu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, lalu mendekati pintu gerbang. Seorang satpam menyapanya dan menanyakan keperluannya. Nata mengatakan maksud dan tujuannya dan dipersilakan masuk.
Mereka menyeberangi taman asri yang memisahkan gerbang dengan gedung utama. Bangunan utama rumah duka itu berbentuk kotak sederhana dan dicat cokelat kayu, menimbulkan kesan hangat. Dinding luarnya dibagi menjadi empat aula yang bersebelahan.
Si satpam menunjuk plang bertuliskan "Kantor" yang menempel di dinding koridor sempit yang mengarah ke belakang aula. Nata mengucapkan terima kasih dan menyusuri koridor itu. Akhirnya dia tiba di sebuah ruangan berpintu kaca ganda.
Dia kaget melihat seorang cowok berdiri di balik pintu itu, seperti anjing penjaga.
"Kamu terlambat," kata cowok itu. Hari ini dia juga memakai setelan jas dan celana hitam serta dasi, sama seperti di pertemuan terakhir mereka. Hanya rambut ikalnya yang masih agak berantakan. Papan nama yang tersemat di saku jasnya bertuliskan: Avi.
"Iya," jawab Nata. "Tadi, di jalan, ojek saya kena ranjau paku."
"Kamu nggak melabrak orang yang melempar ranjau paku itu?"
"Eh—nggak. Saya, umm... terpaksa lanjut jalan kaki ke sini."
"Lain kali tolong berangkat lebih awal."
Pipi Nata membara. Diam-diam dia melirik cowok itu, berharap menemukan senyum culas di wajah tirusnya, tetapi tidak melihat apa-apa. Huh, kenapa ekspresinya bisa sedatar itu?
Avi pergi ke belakang meja dan duduk di kursinya. "Silakan duduk."
"Terima kasih."
"Saya sudah memeriksa berkas-berkas yang kamu kirimkan lewat email. Sesuai dengan kontrak yang sudah kamu tanda tangani, kamu akan mulai dengan masa percobaan tiga bulan. Setelah itu, kalau kamu masih mau bekerja di sini, kita akan membahas ulang kontraknya."
"Baik, terima kasih."
"Kami bukan rumah duka besar. Hanya ada dua puluh karyawan, termasuk kita berdua. Sebelum saya mengajak kamu berkeliling, saya mau memastikan lagi apa kamu sudah betul-betul memahami tanggung jawab pekerjaan ini..."
Nata mengingat-ingat isi dua halaman penjelasan yang dikirimkan Avi bersama kontrak kerja tiga hari lalu. Dia belum pernah bertemu perusahaan yang mengirimkan lembar FAQ pada calon pegawai.
Tapi karena ini bukan pekerjaan biasa, dia maklum. "Ya, saya sudah membacanya."
Avi mengangguk puas. "Pekerjaan ini mirip pemadam kebakaran. Tidak ada jam kerja ala perkantoran, kamu harus standby dua puluh empat jam. Kita tidak tahu kapan akan kedatangan klien untuk diurus, dan kita tidak boleh menolak mereka. Artinya kalau kamu diminta datang jam dua subuh, kamu harus datang. Dan tidak boleh terlambat, karena kita harus bergerak cepat. Tidak semua klien minta diformalin."
Nata ingin bilang dia tidak punya kendaraan, tapi dia hanya menelan kata-katanya. Dia amat butuh pekerjaan ini. Terlalu butuh. Dia tidak mau dicap "tidak siap kerja" dan tidak sudi menjadi gelandangan di usia dua puluh lima.
"Saya mengerti."
Tiba-tiba pintu kantor itu terbuka. Seorang wanita tinggi dan bertubuh sintal melenggang masuk. Dia juga memakai blazer warna gelap, seperti Avi. Matanya besar dan tajam, parasnya mempesona seperti bintang film. Rambutnya hitam berkilau dan disanggul. Papan namanya bertuliskan "Soraya".
"Avi, si nenek sihir ada di halaman belakang! Mencak-mencak lagi kayak waktu itu! Lagi ditahan anak-anak peti!"
"Kenapa dia datang tiba-tiba?" Avi kedengaran gugup.
Soraya memutar bola matanya. "Sejak kapan orang itu repot-repot kasih kabar dulu?"
Avi mengedik pada gadis yang duduk di seberangnya. "Nata, ini Soraya. Soraya adalah sekretaris sekaligus MC di tempat ini. Kalau perlu apa-apa, kamu bisa bilang ke Soraya."
Soraya mengajak Nata bersalaman sambil nyengir. "Hai! Avi udah cerita soal kamu."
"Oh, ya?" Wah, apa aku digosipi? pikir Nata cemas.
Avi berdiri dan mengancingkan jasnya. "Soraya, tolong antar Nata berkeliling untuk dikenalkan dengan yang lain."
Lalu cowok itu pergi dengan langkah-langkah panjang.
"Kita senang sekali kamu mau bergabung, lho!" Soraya menepuk bahu Nata dengan akrab dan menuntun gadis itu ke luar kantor. "Jadi apa yang membuat kamu kepingin jadi perias jenazah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories from The Dead [TAMAT]
ChickLit[TAMAT] Hidup Nata hancur setelah tersangkut suatu kasus besar yang mencemarkan nama baiknya. Kehilangan pekerjaan dan nyaris jadi gelandangan, suatu hari tanpa sengaja Nata mampir ke rumah duka Lux Aeterna. Dia tidak menyangka bahwa Avi, cowok ding...