5. Kakak Beradik

302 118 9
                                    


Kamu anak angkat.

Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepala Soraya, seperti kaset yang pitanya terbelit. Inke berteriak-teriak memanggilnya dari seberang jalan, suaranya bercampur dengan deru hujan, berbaur menjadi gema aneh....

"Kak! Dengar dulu, aku bisa jelasin!"

Kamu anak angkat. Anak angkat. Anak angkat....

Itu menjawab berbagai pertanyaan yang selama ini menghantui Soraya. Warna kulitnya yang lebih gelap dibandingkan orang tuanya dan Inke. Rambutnya yang lurus sementara rambut mereka keriting. Mata besarnya dan tubuh bongsornya yang tidak mirip siapa pun dalam keluarganya. Selama ini Soraya dibuat percaya bahwa ketidakmiripan fisik ini bukan perkara besar. Kamu mirip Tante A, sepupu Mama, begitu kata ibunya selalu. Opa B, kakaknya Oma, kulitnya juga gelap kok. Kamu bukannya bongsor, cuma bertulang besar.

Ternyata semua itu omong kosong. Soraya tidak mirip dengan Mama, Papa dan Inke karena memang tidak punya hubungan darah dengan mereka. Sembilan belas tahun lalu ibu kandungnya meninggalkan Soraya di depan rumah orang tua angkatnya saat usianya satu tahun. Tidak ada informasi apa-apa soal wanita itu. Saat menemukan Soraya, orang tua angkatnya sudah tujuh tahun menanti anak, jadi mereka memutuskan untuk mengasuhnya.

Empat tahun pertama kehidupan Soraya bersama orang tua angkatnya terasa seperti dongeng. Dia ingat bahwa dirinya sangat disayangi. Dia adalah putri semata wayang Mama dan Papa, anak yang sudah lama didambakan dan amat dimanja.

Lalu saat Soraya berusia lima tahun, Inke datang.

Soraya tidak tahu bahwa meski sudah memilikinya, kedua orangtua angkatnya tetap berusaha punya anak. Kelak dia merasa dirinya hanya dijadikan pancingan, sebutan untuk anak yang diadopsi pasangan yang kesulitan punya keturunan supaya mereka bisa punya anak. Soraya kecil tidak tahu sedikitpun bahwa dia tidak punya hubungan apa-apa dengan adiknya yang baru lahir itu, selain mereka diasuh oleh orangtua yang sama.

Ketika dia dan Inke tumbuh dewasa, perbedaan-perbedaan fisik kakak beradik itu kian kentara. Inke menjulang jadi yang paling tinggi di keluarga, parasnya yang rupawan tidak mirip sama sekali dengan orang tua dan adiknya. Soraya berusaha tidak terlalu memikirkan itu, meski semakin lama semakin sulit baginya untuk tidak acuh.

Mengapa aku begitu berbeda? Dia bertanya seperti itu setiap kali melihat foto keluarga mereka. Aku mirip siapa dalam keluarga ini?

Dan tentu saja pertanyaan besar itu turut muncul: apa aku anak angkat?

Ketika dia berusia dua puluh tahun, barulah orang tuanya buka suara. Waktu itu Soraya sedang kuliah kedokteran semester lima, dan rupanya orang tuanya menganggap Soraya sudah cukup dewasa untuk menerima informasi mengejutkan itu.

"Kami menemukan kamu di malam Tahun Baru. Kami bukan orangtua kandungmu...."

Tidak ada anak manapun yang siap mendengar bahwa dia adalah anak angkat, tidak peduli berapa umurnya. Termasuk Soraya. Pengakuan itu membuatnya sangat terguncang. Dia tidak paham kenapa "orang tuanya" harus menunggu begitu lama. Dua puluh tahun mereka menyembunyikan rahasia ini darinya, membiarkannya bertanya-tanya, memberinya jawaban-jawaban palsu. Akhirnya Soraya mengerti bahwa dia berbeda karena bukan anggota keluarga.

Dan ternyata Inke tahu. Sejak SD, Inke sudah diberitahu bahwa Soraya bukanlah kakak kandungnya, tetapi dia dilarang bilang. Soraya merasa Inke ikut-ikutan dalam persekongkolan keji ini. Dia merasa dikhianati.

Sejak kecil, Soraya selalu diwanti-wanti untuk menjaga adiknya. Inke itu lemah, begitu kata ibunya. Sebagai kakaknya, kamu yang harus menjaga Inke.

Stories from The Dead [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang