4. Sang Pesohor

323 123 12
                                    


Soraya berhenti sebentar di cermin dekat pintu keluar untuk mengecek bayangannya. Dia membetulkan kerah jasnya yang terlipat dan mengusap beberapa helai rambut yang mencuat. Lalu dia tersenyum untuk menyemangati diri sendiri, dan melangkah ke luar kantor.

Di koridor, Soraya berpapasan dengan beberapa pekabung yang baru tiba. Dengan lihai, dia segera menghapus senyum dari wajahnya. Peraturan pertama bekerja di rumah duka: hindari tersenyum berlebihan di depan para pekabung atau keluarga klien, karena bisa dianggap kurang bersimpati. Bukan berarti Soraya harus muram sepanjang waktu—ekspresi wajah yang netral adalah pilihan terbaik. Avi paling jago memasang tampang datar seperti itu. Soraya ingat, tiga tahun lalu saat baru bergabung di rumah duka, dia mempelajari cara Avi mengatur ekspresi wajah, kata-kata, dan gerak-gerik di depan klien. Mustahil tidak menunjukkan perasaan sedikit pun di tempat seperti ini, tetapi Soraya segera menguasai seni menyamarkan emosi itu.

Ternyata semua pengalaman naik panggung itu ada gunanya juga, pikir Soraya agak geli sambil berbelok ke koridor yang mengarah ke bagian belakang Aula Seruni. Aku jadi bisa cepat menyesuaikan diri.

Sebelumnya Soraya tidak pernah membayangkan dia akan bekerja di sebuah rumah duka. Tidak ada wanita muda waras yang berpikir bahwa rumah duka adalah tempat yang tepat untuk membangun karier idaman. Setelah tahu latar belakang para pegawai yang lain, Soraya sadar kalau mereka mirip dengannya: tanpa sengaja bekerja di rumah duka ini, dan perlahan-lahan kerasan. Kecuali Avi, Soraya teringat pada sang manajer yang sepuluh tahun lebih muda darinya itu. Avi membuat pilihannya sendiri.

Ada sesuatu dari rumah duka ini yang menggugah Soraya sehingga dia meninggalkan dunia akting yang waktu itu tengah dilakoninya. Sejak TK Soraya sudah berlatih diam-diam di depan cermin, tetapi baru dapat kesempatan lima belas tahun kemudian di panggung teater. Fisiknya mendukung untuk akting: postur tubuhnya yang tinggi dan wajahnya yang camera face adalah aset menjanjikan untuk jadi aktris. Ditambah lagi dia punya—mengutip kata-kata pelatih teaternya: "kemampuan bergonta-ganti karakter sealamiah bunglon".

Keluarga Soraya tidak terlalu antusias pada cita-citanya itu. Mereka memilih Soraya menekuni sesuatu yang lebih pasti, seperti jadi dokter.

Soraya lebih memilih minum racun daripada menjadi dokter. Dia benci menghafal dan paling anti pada buku-buku tebal. Namun waktu itu dia belum menemukan keberaniannya, sehingga masih menurut saja. Hingga suatu malam terjadi perdebatan sengit dengan seluruh anggota keluarganya. Sejak itu, Soraya membulatkan tekad untuk mengikuti kata hatinya.

Bukan pilihan yang mudah, dia harus berjuang sendirian untuk mencari tempat di dunia seni peran. Usianya sudah dua puluh tahun ketika dia bergabung dengan klub teater itu—cukup tua untuk ukuran aktris, tapi masih punya kesempatan. Ada yang sudah ikut klub itu sejak berusia sepuluh tahun, tapi mereka tidak membuat Soraya gentar. Dalam tiga bulan saja, Soraya langsung didapuk memerankan tokoh-tokoh wanita utama di dalam beberapa pementasan. Kualitas aktingnya diacungi jempol dan fisiknya bikin pangling. Setahun kemudian, Soraya sudah menjadi primadona di klub teater itu.

Namun setelah enam tahun berakting, Soraya merasa panggung teater jadi terlalu kecil baginya. Dia tidak sabar menjajaki panggung yang lebih besar; peran-peran di sinetron atau bahkan film yang bisa lebih memahsyurkan namanya lagi. Ambisinya besar—jauh lebih besar dari yang bisa dibayangkan teman-temannya di klub teater.

Maka Soraya mencoba ikut casting.

Soraya bergabung dengan sebuah talent management yang berjanji akan mendapatkan peran baginya di sinetron. Manajernya menepati janjinya, dan Soraya pindah jalur memerankan beberapa tokoh pembantu di sejumlah judul sinetron. Meski Soraya merasa kemampuan aktingnya tidak terlalu dioptimalkan di peran-peran itu. dia tetap menjalani semuanya karena berharap bisa menjadi batu loncatan untuknya menuju layar perak. Lagi pula, honornya meningkat dibandingkan sewaktu di teater sehingga dia bisa hidup lebih baik.

Stories from The Dead [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang