Hari itu Rumah Duka Lux Aeterna resmi dibuka kembali setelah ditutup sementara.
Saat masuk dari gerbang depannya, Nata merasa ada yang berubah dari tempat itu. Lebih damai, pikirnya sambil melintasi halaman rumputnya yang sudah dirapikan. Pasti karena masa depan rumah duka ini sudah jelas sekarang, dan orang-orangnya tidak lagi tegang menanti-nanti.
Di pintu utama gedung yang mengarah ke dalam, Nata mendengar seruan-seruan gembira, sepertinya berasal dari ruang bunga Cher.
Ah, jadi ini dia.
Gadis itu menarik napas dalam-dalam dan membatalkan niatnya ke kantor. Dia masuk ke koridor, menuju ruang bunga. Begitu sampai, lewat pintu kacanya dia melihat para pegawai sedang berkumpul di sana. Teddy yang berdiri di dekat pintu melihat Nata dan membukakan pintu untuknya.
"Akhirnya kamu datang! Tante Meyti udah balik!"
Nata memasang senyum lebar dan masuk ke dalam. Ruangan Cher yang biasanya dingin seperti kulkas kini terasa agak hangat, sepertinya karena banyak orang. Mereka berdiri mengelilingi Tante Meyti di tengah-tengah. Avi juga ada di sana, kepalanya menjulang di antara kepala-kepala lain. Dia melirik Nata saat masuk, tetapi Nata membuang muka, pura-pura tidak melihatnya. Di salah satu meja panjang tempat Desi dan Disa biasa menaruh bunga-bunga, ada kue tar raksasa warna merah muda, beberapa jenis kue dan minuman.
"Nata udah dataaang!" Teddy mengumumkan dengan ceria.
Mereka memisahkan diri. Sosok Tante Meyti si perias jenazah senior akhirnya terlihat. Wanita itu mungil, tingginya hanya sampai siku Avi. Rambutnya pendek sebahu dan dijepit seperti anak-anak. Meski memegang tongkat berjalan, posturnya cukup tegak.
Bagi Nata, melihat Tante Meyti di tempat ini terasa seperti mimpi. Selama ini dia hanya melihat Tante Meyti di layar ponsel, saat wanita itu mengajarinya cara-cara merias jenazah lewat video call. Tapi dia sudah tahu hari ini Tante Meyti bakal datang lewat grup WA pegawai. Makanya anak-anak yang lain berinisiatif bikin pesta penyambutan kecil-kecilan.
Tante Meyti melihat Nata dan tersenyum lebar. "Nat...."
"Tante!" Nata mendekatinya dan memeluk wanita itu. Tante Meyti balas merangkulnya dengan hangat. "Terima kasih banyak udah ngajari aku selama ini. Kalau nggak ada Tante, aku pasti udah kalang kabut."
"Aduh, nggak usah muji-muji Tante begitu." Wanita paruh baya itu tertawa. "Sebelum Tante ajari, kamu kan memang udah jago makeup. Tante cuma kasih tips-tips aja."
Tetap aja, kalau nggak dibantu, aku pasti kagok. Nata mengusap-usap punggung Tante Meyti dengan sayang. Entah kenapa, meski baru sekarang bertatap muka, Nata sudah merasa akrab dengan wanita itu.
"Tante kakinya gimana? Udah sembuh?" tanya Nata setelah melepas pelukan.
"Gipsnya baru dilepas dua hari lalu." Tante Meyti mengangkat roknya sedikit untuk menunjukkan lutut kirinya. "Tulangnya udah nyambung lagi, tapi Tante masih kaku buat pakai jalan, makanya dibantu tongkat untuk sementara."
"Nggak apa-apa," Soraya menimpali. "Yang penting Tante Meyti udah bisa ke sini."
Para pegawai bergumam setuju. Mereka mengajak Tante Meyti untuk potong kue—rupanya dari tadi mereka menunggu Nata datang dulu sebelum makan-makan. Pak Engkus meminta Nata mengambil potongan pertama kue dan menyuapi Tante Meyti sebagai simbol selamat datang. Nata melakukan itu dengan senang hati. Semua orang bertepuk tangan senang.
"Eh, katanya kita punya calon Indonesian Idol?" tanya Tante Meyti.
Semua orang menunjuk Avi.
"Audisinya masih panjang, Tante," kata Avi sambil menunduk sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories from The Dead [TAMAT]
ChickLit[TAMAT] Hidup Nata hancur setelah tersangkut suatu kasus besar yang mencemarkan nama baiknya. Kehilangan pekerjaan dan nyaris jadi gelandangan, suatu hari tanpa sengaja Nata mampir ke rumah duka Lux Aeterna. Dia tidak menyangka bahwa Avi, cowok ding...