23. Bruno

201 94 5
                                    


Nata mengintip ke dalam ruangan dan melihat Soraya ada di sana, sedang mengetik sesuatu. Dia langsung lega.

"Soraya! Dengar, aku punya kabar—"

Soraya mendongak dari layar komputer. Bibirnya mengerut. "Selamat pagi."

"Eh, ya. Selamat pagi." Nata menundukkan kepalanya. "Jadi begini, ehm..."

"Kamu mau menceritakan sesuatu yang penting sampai-sampai menerobos masuk ke kantor orang lain tanpa ketuk pintu dulu."

Nata meringis malu. Dia duduk di kursi tamu. Soraya tersenyum lebar dan Nata tahu dia sudah dimaafkan. Dia memberitahu si sekretaris semua yang didengarnya di kafe kemarin. Soraya mendengarkan dengan tenang, dia tidak kelihatan kaget sedikit pun.

"Kamu udah tahu tentang ini?"

"Aku tahu tentang Tante Norma..." kata Soraya misterius.

"Terus? Anak-anak yang lain udah tahu juga? Kalau tempat ini dijual..." Nata tidak sanggup melanjutkan. Kalau tempat ini dijual, kami akan kehilangan pekerjaan.

"Soal itu—"

"Oh." Tiba-tiba sosok kurus jangkung si manajer rumah duka sudah berdiri di belakang Nata. "Ternyata ada pertemuan rahasia dan aku nggak diundang. Wow."

"Ini bukan pertemuan rahasia," Soraya menengahi. Tatapannya melirik Nata. "Nata... mendengar sesuatu. Soal rumah—"

"Sekarang bukan waktunya untuk bergosip," Avi tampak tidak tertarik. "Kita punya klien baru. Dia akan tiba sebentar lagi dan akan langsung dimakamkan besok. Soraya, tolong siapkan Aula Cateleya."

Soraya mengangguk patuh dan bergegas pergi.

"Nata—"

"Avi," Nata menyerobot sebelum Avi menyuruhnya. "Apa kamu tahu kalau Tante Norma mau menjual rumah duka ini?"

Sudut mata Avi yang agak lancip berkedut sedikit. Nata menebak cowok itu akan kaget, tapi ternyata ekspresinya tetap datar. "Sebaiknya kamu juga segera bersiap-siap."

"Dia sudah mendapatkan pembeli. Tempat ini dijual seharga empat puluh milyar. Itu alasan kenapa Tante Norma datang ke sini hari itu, kan?"

"Tante Norma itu urusan aku."

"Kalau tempat ini memang bermasalah, kamu harus kasih tahu kita semua, Avi! Kami menggantungkan hidup dari tempat ini."

"Kenapa?" Avi mendekati Nata sampai nyaris menabraknya. Gadis itu mundur dan terpojok di tembok. "Memangnya kalau aku kasih tahu, kalian bisa apa?"

"Kita bisa, ehm..." Terkadang Nata lupa betapa jangkungnya Avi. "Cari solusi."

"Kamu nggak akan bisa mencari solusi yang tepat kalau sumber masalahnya aja kamu nggak tahu." Avi mencondong ke Nata dan menatapnya dengan matanya yang mengantuk itu. "Jadi jangan sok tahu dan lakuin aja pekerjaan kamu. Paham?"


...


Klien hari itu adalah pemuda bernama Bruno, usianya dua puluh sembilan tahun. Penyebab kematiannya adalah serangan jantung. Padahal Bruno tampak fit, tubuhnya prima seperti orang yang sering berlatih di gym. Nata kesulitan memakaikan Bruno jas, jadi dia minta tolong Caka. Jenazah laki-laki lebih sulit dipakaikan baju, karena jas ada beberapa lapis. Jenazah perempuan biasanya hanya dipakaikan gaun atau blus dengan retsleting di bagian punggung.

"Dia pemain futsal," kata Caka saat memakaikan Bruno celana.

"Tahu dari mana?"

Stories from The Dead [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang