"Ayo, masih banyak yang harus ditunjukkan."
Nata tersentak dari lamunannya. Suasana Rumah Duka Lux Aeterna yang bersih dan asing mengisi pandangannya. Gadis itu ingat, di sinilah dia sekarang.
Dilihatnya si sekretaris sudah melangkah jauh di depannya. Meski Soraya pakai high-heels, tetapi jalannya cepat sekali. Nata mengejarnya.
"Ketiga aula di depan adalah tempat jenazah disemayamkan," kata Soraya sambil menunjuk pintu rahasia di dinding masing-masing aula yang terhubung dengan ruang persiapan itu. "Ini ruang persiapan, tempat jenazah sudah dimandikan dipakaikan baju dan dimasukkan ke dalam peti. Kalau sudah beres, selanjutnya peti bakal ditempatkan di salah satu aula sesuai pilihan keluarga. Biasanya Tante Meyti, perias jenazah yang kamu gantikan, merias di aula. Si Tante udah pro, dia udah kebal sama SKJ..."
SKJ? "Senam Kesehatan Jasmani?"
"Serangan Keluarga Jenazah," Soraya menunjuk beberapa kamar kecil seperti kamar hotel di samping aula, yang bisa dipakai anggota keluarga untuk beristirahat. "Di aula itu, pihak keluarga bisa melihat proses meriasnya. Kadang-kadang mereka punya banyak permintaan, tapi itu wajar. Si klien kan nggak bisa menentukan riasan atau pakaian yang mau dipakai. Semua diputuskan oleh keluarga. Peristiwa duka biasanya berat bagi keluarga, Jadi kita nggak boleh membuat keluarga klien terbebani dengan berusaha menuruti permintaan mereka."
Nata mencatat semua itu dalam hati. Kedengaran seperti pekerjaan yang banyak tuntutan. "Saya mengerti."
Soraya memandu Nata ke bagian belakang gedung. Di seberang kamar-kamar tamu, ada ruangan lain yang menyerupai aula. Soraya membuka pintunya dan menunjukkan dua deret rak nyaris setinggi langit-langit yang terisi peti-peti jenazah. Ruangan itu disebut galeri peti, tempat keluarga klien memilih jenis peti yang akan dipakai. Harganya bervariasi, mulai dari puluhan hingga ratusan juta. Rumah duka juga bisa membuatkan peti pesanan khusus.
Menyambung dengan galeri peti ada ruangan kecil tempat guci-guci abu dipamerkan. Pilihannya cukup banyak sehingga Nata merasa sedang berada di pameran porselen di museum. Harganya juga macam-macam dan bisa dibuat khusus.
Di belakang, ada ruang pengawetan jenazah yang mirip kamar bedah di rumah sakit. Di sebelahnya ada ruang pembakaran untuk kremasi yang disebut krematorium. Soraya berubah jadi seperti sales peralatan rumah tangga saat dia menjelaskan soal tiga oven raksasa di sana ("Teknologi paling canggih, diimpor dari Jepang. Bisa membakar sampai habis dalam satu jam saja. Dilengkapi lapisan antipanas dan vakum tenaga tinggi sehingga abunya bisa langsung disedot tanpa sisa.")
Dari krematorium, mereka pergi ke taman indoor. Dindingnya dilapisi keramik-keramik putih model jadul dan digantungi puluhan pot anggrek warna-warni. Di sisi seberangnya, ada empat deret rak kotak-kotak yang dipenuhi guci-guci abu. Di depan setiap guci tersebut ada papan nama, lilin, bunga, foto-foto, hingga barang-barang kecil lainnya.
"Karena harga lahan pemakaman makin mahal, orang-orang banyak memilih kremasi," kata Soraya. "Nggak semua abu dilarung di laut, banyak juga yang dititipkan di sini. Nama tempat ini adalah kolumbarium, tetapi Avi lebih suka menyebutnya taman arwah. Biaya sewanya per tahun. Rak yang paling depan dan posisinya di tengah biaya sewanya paling mahal, tapi tetap tidak semahal lahan pemakaman. Taman ini hampir penuh. Avi berencana membuka yang baru di sisi kanan gedung."
Nata mengangguk sambil terus menyimak. Dia baru tahu rumah duka ternyata punya fasilitas yang komplet nyaris menyerupai hotel. Soraya tersenyum puas dan menuntun gadis itu ke sebuah ruangan lain yang menyambung dengan taman arwah.
Ruangan ini bentuknya lebih menyerupai teras besar yang dibatasi pintu kaca ke arah taman betulan. Puluhan bejana berisi bunga-bunga asli dan imitasi berjejer di lantai. Dua orang ibu-ibu yang berwajah identik sibuk menyusun krans dari setumpuk bunga krisan putih. Suara gunting mereka yang memotong-motong bunga bergema di ruangan sunyi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories from The Dead [TAMAT]
ChickLit[TAMAT] Hidup Nata hancur setelah tersangkut suatu kasus besar yang mencemarkan nama baiknya. Kehilangan pekerjaan dan nyaris jadi gelandangan, suatu hari tanpa sengaja Nata mampir ke rumah duka Lux Aeterna. Dia tidak menyangka bahwa Avi, cowok ding...