Setahun berlalu, dan ingatan Avi akan kejadian di jalan tol itu sudah nyaris sepenuhnya mengabur. Itu bukan pertama kalinya dia menghadapi orang histeris dan mencak-mencak. Malah bisa dibilang Avi menghadapi orang-orang seperti itu nyaris setiap hari, akibat tuntutan pekerjaan. Dan dia sudah terbiasa.
Hari ini cowok itu sedang mondar mandir di kantornya. Seorang gadis yang berpenampilan seperti boneka versi gothic duduk di dekatnya sambil memencet-mencet layar ponsel, tampangnya agak kalut. Nama gadis itu Cher.
"Cika baru balas," kata Cher sambil menyibakkan gelung-gelung besar rambutnya. "Katanya dia lagi liburan ke Bali. Mas Yanto juga lagi ada job di Abadi."
"Siapa lagi yang bisa kita hubungi? Waktunya makin mepet."
Cher mencebik dan lanjut mengutak-atik daftar kontak di ponselnya, kali ini dengan tekad lebih besar.
Tiba-tiba Soraya menghambur masuk ke dalam kantor.
"Udah ada!" kata wanita itu sambil terengah-engah. Sepertinya dia berlari sepanjang koridor tanpa melepas high-heels-nya. "Cewek yang rambutnya setengah hitam setengah pink itu... dia bersedia. Dia pakai kosmetik temannya."
Avi tersentak mendengar kabar itu. "Keluarga bawa perias jenazah sendiri?"
"Dia pekabung. Datang terakhir sama salah satu model, katanya MUA terkenal."
"Jadi bukan perias jenazah?"
"Bukan. Tapi makeup-nya bagus. Keluarga klien puas."
"Maksud kamu, dia udah turun tangan? Memangnya orang ini tahu trik-triknya?"
"Kamu lihat sendiri aja deh!"
Soraya mengapit tangan Avi dan menariknya menuju Aula Seruni. Dari luar, suasana di dalam aula tampak ramai. Begitu sampai di depan pintu aula, Avi dan Soraya berhenti sebentar. Keduanya serempak memasang ekspresi datar, lalu melangkah masuk.
Avi pergi ke barisan depan kursi dekat peti jenazah disemayamkan. Dia membungkuk sedikit di dekat ayah sang almarhumah, lalu berbisik, "Pak Budi, maaf... kami belum bisa—"
"Nggak apa-apa, Mas Avi." Pak Budi mengedik ke arah peti putrinya. "Kebetulan teman Mona itu makeup artist."
"Mantan makeup artist," bisik seorang model di kursi belakang Pak Budi dengan tajam.
Avi mendongak dan melihat si makeup artist misterius itu sedang menambahkan polesan terakhir ke wajah klien. Tangannya bergerak lincah seperti sedang melukis, dan dia tidak kelihatan takut. Malah tampangnya serius, seperti sedang merias orang yang masih hidup. Entah mengapa, Avi merasa dia pernah bertemu dengan gadis itu.
Sang perias jenazah itu rupanya tahu dia sedang diamati. Gadis itu berhenti dan menoleh ke belakang. Tatapannya berserobok dengan Avi. Kotak bedak dan kuas yang dipegangnya nyaris terjatuh.
"Kamu!"
...
Awan hitam menggantung di atas area pemakaman, mengguyurkan gerimis setipis jarum. Hujan yang sudah turun sejak pagi itu membuat udara terasa menggigit. Meski begitu, para pekabung tetap khidmat mengikuti prosesi penguburan.
Dari dalam kaca mobil yang gelap, Avi melihat sang penata rias di antara para pekabung itu. Dia berdiri agak menjauh di belakang, nyaris di luar tenda. Rambutnya panjang sepunggung sekarang, dan persis seperti yang disebutkan Soraya: setengah berwarna pink, sisanya hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories from The Dead [TAMAT]
ChickLit[TAMAT] Hidup Nata hancur setelah tersangkut suatu kasus besar yang mencemarkan nama baiknya. Kehilangan pekerjaan dan nyaris jadi gelandangan, suatu hari tanpa sengaja Nata mampir ke rumah duka Lux Aeterna. Dia tidak menyangka bahwa Avi, cowok ding...