Avi mematikan monitor komputernya. Siaran berita yang ditontonnya barusan membuatnya resah. Dia menimbang-nimbang apa yang akan dilakukan Nata setelah ini.
Padahal dia sudah bisa tersenyum lagi.
Cowok itu mengerling pada foto Nata di map di atas mejanya. Map itu berisi biodata karyawan rumah duka. Sebagai karyawan terbaru, foto Nata terpampang paling atas. Di foto itu, si perias jenazah tampak tersenyum lebar. Penampilannya berbeda sekali dengan foto yang tadi kulihat di berita, pikir Avi. Sepertinya itu foto tahun lalu, saat Nata sedang disidang.
Dia memikirkan kemungkinan terburuk: Nata berhenti. Artinya Avi harus mencari perias jenazah baru. Bukan perkara mudah, mengingat hanya sedikit sekali orang yang berani menjalani pekerjaan itu. Dia menyayangkan hal itu kalau sampai terjadi, karena menurutnya Nata bisa diandalkan dalam bertugas.
Tapi itu kan kemungkinan terburuk, cowok itu mengingatkan dirinya sendiri. Kurasa sebaiknya aku bertanya dulu padanya. Ini keputusannya.
Si manajer rumah duka bangkit berdiri dan mengambil jasnya. Saat hendak ke luar rumah, ada panggilan dari nomor asing yang masuk ke ponselnya. Dia ingat nomor itu sudah meneleponnya beberapa kali sejak dua hari lalu.
Dia mengabaikan panggilan itu.
...
Karena tidak punya jam kerja, sebetulnya Nata hanya perlu datang ke rumah duka jika ada klien saja. Tapi menurut jadwal hari ini hanya ada satu klien, dan Nata tidak betah hanya berdiam diri sendirian di apartemen (Jeje sedang ada fashion show). Jadi Nata memutuskan untuk tetap datang ke rumah duka di pagi hari. Selalu ada pekerjaan yang bisa dilakukannya, dan itu membantunya mengurai pikirannya yang sedang kalut.
Saat tiba di taman samping, tempat yang direncanakan Avi untuk pembangunan kolumbarium baru, Nata merasa ponselnya bergetar di dalam tas. Dia mengeluarkannya dan melihat ada panggilan video call dari ibunya. Nata mematikannya dan menelepon ibunya balik lewat voice call.
"Halo, Ma. Pakai suara aja, ya."
"Oh, iya Nat. Mama cuma mau ngecek... apa kamu baik-baik aja?"
Nata merapat di salah satu pilar untuk bersembunyi. Dia khawatir ada yang menguping pembicaraannya lagi. "Iya, aku baik-baik aja. Mama gimana?"
"Mama baik," balas ibunya lambat-lambat. "Mama cuma mau mastiin keadaan kamu soalnya malam Mama lihat berita soal penangkapan Sam dan Cherry di Belanda. Kamu belum telepon Mama."
Nata sudah menduga ibunya melihat berita itu. Sejak berita penangkapan itu tersiar, Nata memang belum menelepon keluarganya. Nata memutuskan tidak membahas soal penangkapan Sam dan Cherry dengan siapa pun, termasuk Jeje yang ikut menonton berita itu.
"Iya Ma."
"Kamu nggak senang mereka akhirnya tertangkap?"
"Aku senang kok, Ma."
"Kamu kedengarannya lesu. Kamu lagi sakit, Nat?"
"Enggak, Ma." Nata menjauhkan ponsel itu dari mulutnya dan membuang napas keras-keras. Dia tidak merasakan apa pun setelah menyaksikan berita itu. Nata sadar itu aneh; apa yang dilakukan Sam dan Cherry dengan Flawless Beauty sudah memporak-porandakan hidup Nata dan seharusnya dia senang kedua penjahat itu berhasil diringkus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stories from The Dead [TAMAT]
ChickLit[TAMAT] Hidup Nata hancur setelah tersangkut suatu kasus besar yang mencemarkan nama baiknya. Kehilangan pekerjaan dan nyaris jadi gelandangan, suatu hari tanpa sengaja Nata mampir ke rumah duka Lux Aeterna. Dia tidak menyangka bahwa Avi, cowok ding...